Saat olahraga lari di SMP, Jaelyn Kinchelow kena serangan jantung. “Tiba-tiba dada saya sesak. Lari saya melambat, kaki lemas dan akhirnya pingsan,” Jaelyn (24 tahun) melukiskan yang dialaminya 10 tahun lalu, pada acara Good Morning America baru-baru ini.
Pada semester akhir pendidikan sarjana keperawatan, ia kembali sesak napas sampai tidak bisa naik tangga. Ia dibawa ke Riley Hospital for Children di Indianapolis, pertengahan Januari lalu. Pada 27 Maret, ia mendapat kabar baik bahwa ada donor jantung yang cocok baginya. Jaelyn segera menjalani operasi tranplantasi selama 12 jam.
"Kisah Jaelyn terbilang unik," ujar Dr. Robert K. Darragh, ahli jantung di Riley Children's Health. "Ada sejumlah pertanyaan medis yang kami belum punya jawabannya, terkait bagaimana dia sampai perlu transplantasi."
Dulu, di usia 14 tahun, Jaelyn sudah operasi jantung terbuka. Tim dokter memperbaiki dinding arteri koroner yang koyak, menggunakan pembuluh vena dari kakinya. "Setelah operasi, jantung saya hanya berfungsi lima persen. Saya ditempatkan di mesin ECMO (extracorporeal membrane oxygenation) karena ada kerusakan permanen di jantung.”
Mesin ECMO berfungsi membersihkan karbon dioksida dari darah, dan mengirim kembali darah beroksigen ke tubuh. Para dokter tidak mengira, pasiennya ini dapat bertahan. Maka, dilakukan upaya agar gadis itu tetap hidup. Beruntung, akhirnya ia dapat menjalani tranplantasi jantung.
Kapan perlu tranplantasi jantung
Dirangkum dari berbagai sumber, transplantasi jantung adalah upaya terakhir bila obat-obatan dan metode lain sudah tidak membawa perbaikan. Transplantasi jantung dapat dilakukan bila:
- Pasien alami gagal jantung.
- Peluang hidup pasien rendah, bila tidak mendapat donor jantung.
- Kondisi pasien cukup sehat untuk menjalani operasi dan perawatan, selama dan setelah transplantasi.
- Pasien mampu ikuti petunjuk medis yang diberikan tim dokter.
Tranplantasi tidak disarankan, jika pasien:
- Punya riwayat kanker atau penyakit lain yang berisiko tinggi.
- Usia lanjut.
- Mengidap penyakit infeksi parah atau obesitas.
Tahapan transplantasi jantung
1. Ada donor yang tepat
Jantung yang dapat didonorkan biasanya berasal dari orang yang baru meninggal dengan kondisi jantung yang baik. Misal meninggal karena kecelakaan lalu lintas.
Golongan darah pendonor dan penerima sama, dan ukuran jantung sesuai. Transplantasi jantung dari donor ke pihak penerima maksimum 4 jam dan jantung masih berfungsi baik.
2. Mengangkat jantung pasien (penerima)
Jantung yang tepat diperoleh, segera dilakukan pengangkatan jantung pasien (penerima donor). Jantung yang pernah mengalami pembedahan, biasanya lebih sulit diangkat hingga perlu waktu lebih lama.
3. Jantung donor dicangkokkan
Mencangkokkan jantung ke pihak penerima. Dilakukan penyambungan pembuluh-pembuluh darah besar di jantung baru, ke pembuluh darah yang akan mengalirkan darah ke seluruh tubuh penerima.
Risiko transplantasi jantung
1. Efek samping pengobatan
Usai transplantasi jantung, pasien perlu minum obat imunosupresan seumur hidup. Masalahnya, jika dikonsumsi terus-menerus, dapat muncul efek samping, misal kerusakan ginjal. Konsumsi obat harus benar-benar dijaga, sesuai dosis dan petunjuk dokter.
2. Infeksi
Obat imunosupresan dapat menekan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, bila kena infeksi akan sulit sembuh. Perlu rutin periksa kondisi jantung secara rutin, terlebih di tahun pertama transplantasi.
3. Kanker
Potensi kanker meningkat dengan menurunkan sistem kekebalan tubuh. Kanker limfoma non-Hodgkin paling berisiko.
4. Gangguan pembuluh arteri
Tranplantasi jantung berisiko sebabkan penebalan dan pengerasan pembuluh arteri. Sirkulasi darah dapat terganggu dan dapat memicu serangan jantung, gagal jantung atau gangguan ritme jantung.
5. Tubuh menolak jantung baru
Risiko besar transplantasi jantung tak lain penolakan tubuh yang menganggap jantung baru sebagai benda asing. Selain minum obat, pasien perlu menjalani gaya hidup termasuk pola makan sehat, rutin olahraga dan kendalikan stres. (sur)