manfaat probiotik untuk mengatasi alergi ibu dan anak

Intervensi Gizi untuk Alergi – Bagaimana Peranan Probiotik?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, prevalensi alergi terus meningkat 30 – 40% di seluruh dunia. Alergi merupakan reaksi berlebihan (hipersensitivitas) dari sistem imun terhadap zat asing yang disebut alergen. Melalui mekanisme yang cukup rumit, reaksi alergi dipengaruhi oleh antibodi IgE dan beberapa sitokin tertentu.

Alergen sebenarnya bukan zat berbahaya. Namun pada orang alergi, sistem imunnya menganggap alergen sebagai zat berbahaya yang harus dibasmi. Respons inilah yang menimbulkan berbagai keluhan alergi seperti pilek, mata berair, batuk-batuk, gatal, ataupun gangguan pencernaan.

Alergi biasanya muncul pada usia anak-anak, tapi bisa juga muncul di usia dewasa. “Bisa juga ibu tiba-tiba mengalami alergi saat hamil padahal sebelumnya tidak. Namun jangan khawatir karena alergi tidak akan memengaruhi kesehatan janin,” tutur Florentinus Nurtitus, S.Si, T, M.Gz. RD dari RS St. Elizabeth, Semarang.

Gizi untuk Ibu dengan Alergi

Ibu yang memiliki alergi, berisiko menurunkan bakat alergi kepada anaknya. Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko tersebut? “Pola makan ibu selama kehamilan harus diperhatikan. Asupan gizi seimbang akan mengoptimalkan sistem imun sehingga memberikan perlindungan ekstra,” ujar Titus, begitu ia biasa disapa, dalam webinar bertajuk Gizi untuk Ibu dan Bayi/Anak yang Mengalami Alergi, Sabtu (25/3/2023).

Link Sertifikat Webinar Kesehatan Ahli Gizi 25 Maret 2023

Ia melanjutkan, pada dasarnya ibu hamil tidak perlu memantang berbagai makanan yang kerap menjadi alergen. “Fokuslah pada konsumsi makanan bergizi seimbang dan perilaku hidup sehat. Inilah kunci utama dalam mencegah dan mengatasi alergi,” tegasnya.

Pada dasarnya ibu boleh makan apa saja, kecuali makanan yang memicu alerginya kambuh. Penelitian justru menemukan, mengonsumsi makanan yang umumnya memicu alergi seperti susu, telur, dan seafood pada trimester 1 dan 2 bisa mengurangi risiko anak terhadap alergi. Tentunya hal ini bisa dilakukan bila ibu tidak alergi terhadap makanan tersebut. Bila ibu alergi maka perlu dihindari, tapi silakan mengonsumsi makanan lain yang umumnya menjadi alergen namun tidak memicu alergi pada ibu.

Konsumsi makanan tertentu ditengarai bisa mengurangi risiko anak terhadap alergi. Misalnya ikan yang kaya akan omega-3. Juga vitamin D, serta sayur dan buah sebagai sumber berbagai vitamin dan mineral. “Selain itu, ibu juga perlu menambah asupan kalori sesuai kebutuhan per trimesternya, untuk mendukung pertumbuhan janin,” imbuh Titus.

Yang terpenting, ibu menghindari faktor pencetus alerginya. Bila ibu alergi terhadap debu, maka perlu menjaga kebersihan rumah dari debu. Bila ibu memiliki alergi terhadap makanan tertentu, maka makanan itu saja yang perlu dihindari, agar alergi tidak kambuh. Asap rokok juga perlu dihindari. Menurut penelitian, paparan terhadap asap rokok selama hamil meningkatkan risiko anak memiliki alergi setelah lahir nanti.

Gizi untuk Bayi dan Anak dengan Alergi

Anak yang lahir dari salah satu atau kedua orang tua yang memiliki alergi, berisiko memiliki alergi. “Risikonya lebih tinggi bila ibu yang memiliki alergi. Bila kedua orang tua memiliki alergi, risiko anak alergi mencapai 60 – 80%,” ungkap Iis Rosita, SST, MKM, RD dari RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Pada anak, alergi bisa menghambat tumbuh kembangnya; hal inilah yang harus jadi perhatian. “Karena orang tua kurang paham, anak dipantang terhadap berbagai makanan. Akibatnya pemenuhan gizi tidak optimal, asupan makanan berkurang, dan anak pun kekurangan nutrisi. Atau sebaliknya, anak jadi obesitas karena makanannya itu-itu saja. Malnutrisi akhirnya akan mengganggu tumbuh kembang anak,” papar Iis.

Ia melanjutkan, dietisien berperan penting untuk mengedukasi orang tua agar selalu memantau tumbuh kembang anak; apakah berat badan dan tinggi/panjang badannya sesuai dengan usianya. Orang tua juga perlu diberi pemahaman bahwa anak tidak perlu memantang macam-macam makanan; cukup menghindari makanan yang memicu alerginya kambuh saja. Untuk itu, orang tua perlu mengetahui makanan dan zat apa saja yang memicu alergi anak.

Selanjutnya, orang tua perlu diedukasi soal pemilihan makanan sebagai pengganti zat gizi yang harus dieliminasi. “Misalnya anak alergi telur, maka harus diganti dengan sumber protein hewani lain yang tidak membuatnya alergi. Apakah ikan, misalnya,” ujar Iis. Selain itu, orang tua juga harus terbiasa membaca label gizi pada kemasanan makanan dengan teliti, serta waspada saat makan di luar.

Adapun strategi gizi untuk mencegah alergi, dimulai sejak awal dengan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. “Dilanjutkan dengan pemberian MPASI di usia 6 bulan, dan ASI dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun,” terang Iis.

Tidak perlu memantang makanan bila anak belum terbukti alergi terhadap makanan tersebut. “Untuk bayi berisiko alergi tinggi justru perlu diperkenalkan makanan yang umumnya menyebabkan alergi seperti telur, lebih awal. Yaitu di usia 6 bulan ketika mulai mendapat MPASI,” lanjut Iis.

Makanan yang umunya menyebabkan alergi, bisa diperkenalkan secara berturut-turut. “Bila sudah dipekenalkan dan anak tidak alergi terhadap makanan tersebut, maka pastikan konsumsinya terus berlanjut dengan porsi sesuai usia, untuk mempertahankan toleransi,” imbuhnya.

Peranan Probiotik

Kesehatan saluran cerna turut berperan dalam pencegahan alergi. Sementara itu, kesehatan pencernaan sangat dipengaruhi oleh kondisi mikroflora usus. “Komposisi mikroflora usus berperan dalam pematangan sistem imun, yang memengaruhi bagaimana respons tubuh saat terpapar alergen: baik-baik saja atau berlebihan?” ujar Ni Putu Desy Aryantini, S.KM., M.AFH., Ph.D dari PT Yakult Indonesia Persada. Mikroflora usus yang seimbang akan membuat sistem imun hiporesponsif terhadap alergen, sehingga reaksi alergi pun jadi lebih ringan.

Salah satu cara untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus yaitu dengan konsumsi probiotik. “Mekanisme kerja probiotik, dia hidup di saluran cerna, menumbuhkan bakteri baik, dan berintegrasi dengan mereka untuk menjaga integritas sel-sel epitel usus,” terang Desy.

Probiotik juga mencerna serat, yang kemudian menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA). SCFA merupakan makanan bagi sel-sel epitel usus, serta merangsang produksi mukus/lendir yang melapisi usus. “Bila integritas sel-sel epitel usus baik, maka alergen maupun zat asing lainnya tidak bisa masuk ke aliran darah, sehingga reaksi alergi bisa dicegah,” imbuhnya.

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila dikonsumsi dalam jumlah tertentu, akan memberikan manfaat kesehatan. Banyak syarat yang harus dipenuhi agar suatu produk bisa disebut sebagai probiotik. Antara lain telah terbukti bermanfaat dan aman secara ilmiah. L. casei Shirota strain adalah salah satu bakteri baik yang telah banyak diteliti karakter probiotiknya, termasuk dalam meringangkan gejala alergi.

Misalnya melalui studi yang dilakukan oleh Ivory K, dkk (2008). Dalam studi tersebut, 10 penderita rhinitis alergi musiman dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Satu kelompok mengonsumsi susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain, dan kelompok lain mengonsumsi susu tanpa kandungan L. casei Shirota strain, selama 5 minggu. “Hasilnya, tampak bahwa konsumsi L. casei Shirota strain memberikan efek imunomodulator, yaitu menurunkan produksi antibodi IgE serta sitokin pemicu reaksi alergi,” papar Desy.

Studi lain dilakukan oleh Tamura M, dkk (2007). Sejumlah penderita rhinitis alergi akibat serbuk sari pohon cedar Jepang, dibagi menjadi 2 kelompok. Selama 8 minggu, satu kelompok mengonsumsi susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain, dan kelompok lain mengonsumsi plasebo berupa susu tanpa kandungan L. casei Shirota strain. “Hasilnya, tampak bahwa L. casei Shirota strain membantu dalam memperlambat timbulnya gejala alergi,” pungkas Desy. (nid)

________________________________________

Ilustrasi: https://www.freepik.com/free-photo/laughing-mother-lifting-her-adorable-...