Vaksinasi COVID-19 fase 3 dan program vaksinasi GR (Gotong Royong) telah dimulai pekan lalu. Cakupan vaksinasi pun kian meluas, tak sebatas pada tenaga kesehatan (nakes), petugas publik, dan orang lanjut usia (lansia), yang dilakukan pada vaksinasi fase 1 dan 2. Dengan meningkatnya cakupan, harapan bahwa vaksinasi COVID-19 ciptakan herd immunity pun tak lagi sekadar isapan jempol.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan vaksinasi pada >181 juta orang. Per 24 Mei 2021, sebanyak >14 juta nakes, petugas publik, dan lansia yang telah mendapat vaksinasi 1, dan >9 juta yang telah mendapat vaksinasi kedua, dari target >40 juta orang. “Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target yakni dengan vaksinasi fase 3, yang ditujukan bagi masyarakat umum yang rentan,” terang dr. Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Tingkat Pusat & Duta Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Vaksinasi fase 3 menargetkan 140 juta penerima, dimulai dengan masyarakat rentan. Antara lain mereka yang berada di zona merah, tinggal di pemukiman padat, penyandang gangguan jiwa, dan disabilitas. Ini sesuai dengan rekomendasi WHO, berdasarkan kelompok sasaran dan ketersediaan vaksin. “Tenaga kesehatan, lansia, dan pegawai publik yang bterisiko tertular atau menularkan sudah divaksin, dan sekarang kita masuk ke masyarakat umum,” tuturnya, dalam diskusi daring bertajuk Apa Syarat agar Vaksinasi Ampuh Menghentikan Pandemi? Jumat, (21/5/2021).
Agar vaksinasi COVID-19 ciptakan herd immunity
Herd immunity atau kekebalan kelompok/populasi adalah upaya melindungi populasi dari penyakit, dengan cara vaksinasi. Bukan dengan memaparkan penyakit tersebut agar orang sakit. Untuk melindungi suatu populasi, maka ambang cakupan vaksinasi harus tercapai.
Secara umum, vaksinasi dianggap mampu menciptakan herd immunity bisa cakupannya >80%. Makin berbahaya dan menular penyakitnya, maka cakupannya perlu lebih tinggi lagi. Bagaimana agar vaksinasi COVID-19 ciptakan herd immunity? “Ini bisa tercapai bila vaksinasi dilakukan secara masif, dan dalam waktu singkat,” ucap dr. Reisa.
Jangan lengah. Tetap harus disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes), meski sudah mendapat vaksin. Masker tetap harus dipakai saat keluar rumah. Mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas juga tetap perlu dilakukan, selama pandemi belum usai.
Vaksinasi bekerja melatih sistem imun untuk membentuk antibodi. “Kita analogikan ini sebagai tentara. Jumlah tentara kita cukup bila sudah vaksin dua kali. Kalau musuhnya sedikit, beres. Tapi kalau musuhnya banyak, apalagi terpapar terus menerus, lama-lama tentaranya kewalahan,” papar spesialis paru Dr. dr. Erlina Burhan, Sp.P (K), M.Sc, Ph.D. Saat ‘tentara’ tumbang, kita pun akhirnya bisa sakit, meski cenderung ringan dan tidak seberat bila tidak divaksin.
Sejauh ini, ada 2 vaksin yang digunakan dalam program pemerintah: Sinovac dan AstraZeneca. “Tidak perlu pilih-pilih vaksin. Manfaatkan yang ada dan tersedia. Vaksin-vaksin yang beredar sudah sesuai kriteria WHO. Punya efikasi yang baik, dan efek simpangnya pun mirip-mirip. Makin banyak yang divaksin, penularan akan makin ditekan,” tegas Dr. dr. Erlina. Akhirnya, kita harapkan herd immunity tercapai, dan pandemi bisa berlalu. COVID-19 mungkin akan terus ada, tapi tak lagi menjadi pandemi. (nid)
___________________________________________
Foto: Hanida / OTC Digest