Anda sulit jongkok? Jangan-jangan Anda sudah tergolong ke dalam obesitas. Kegemukan dan obesitas adalah muara dari banyak penyakit tidak menular. Membaca dan mencermati informasi nilai gizi makanan kemasan bisa menjadi langkah awal mencegah obesitas, atau mengurangi bobot badan Anda.
Jika Anda merasa kesulitan untuk jongkok, Anda tidak sendiri. Riskesdas 2018 menyatakan kasus obesitas pada orang dewasa meningkat menjadi 21,8%, dan berat badan berlebih naik dari 11,5% (tahun 2013) menjadi 13,6% pada 2018.
Mereka dengan obesitas sentral (buncit) pun angkanya tinggi, yakni 31,00% dari total populasi Indonesia. Dr. Elvieda Sariwati, M.Epid, Plt. Direktur P2PTM Kemenkes RI, menjelaskan data global memperkirakan angka obesitas pada anak akan naik hingga 60%, mencapai 250 juta pada 2030.
“Data di Indonesia sekitar 20% orang obes kena hipertensi, 90% orang obes dengan diabetes. 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia obesitas dan 1 dari 5 (20%) balita obes,” terangnya dalam pemaparan Festival Komunitas ‘Beat Obesity’ 2021, Kamis (4/11/2021).
Cermati informasi nilai gizi makanan kemasan dapat membantu kita lebih bijak mengonsumsi pangan kemasan – biasanya tinggi garam, gula dan lemak – untuk mencegah obesitas, diabetes atau hipertensi.
Kita perlu selalu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (seperti lemak, lemak jenuh, protein, garam/natrium, dan karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.
Idealnya, dalam sehari, masyarakat dapat mengonsumsi tidak lebih dari, gula sebanyak 50 gram (4 sendok makan), garam sebanyak 5 gram (1 sendok teh), dan lemak total sebanyak 67 gram (5 sendok makan).
Yusra Egayanti, SSi, Apt, MP, Koordinator Standarisasi Pangan Olahan Keperluan Gizi Khusus, BPOM RI menyatakan, “Jangan salahkan makanannya, misalnya gudek memang harus tinggi gula, rendang tinggi lemak, karena nature-nya memang begitu. Gula, garam dan lemak tetap dibutuhkan, tetapi bagaimana kita mengonsumsinya, batasi jumlahnya.”
Berbagai studi menyatakan pangan olahan menyumbang asupan energi harian yang signifikan. Riset Weaver et al, menulis makanan kemasan menyumbang hingga 57% asupan energi orang AS. Penelitan di Eropa menunjukkan 78-79% energi harian berasal dari makanan kemasan, sementara Monteiro, dkk, menyatakan di Kanada hingga 54,9%.
“Data di Indonesia menurut BPS tahun 2018 menyatakan makanan kemasan berkontribusi hingga 24,6% asupan energi harian,” imbuh Yusra.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, menimpali bila membaca label kemasan merupakan salah satu cara sederhana untuk mencegah obesitas atau diabetes. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penambahan gula, garam dan lemak (minyak) dalam jajanan atau makanan rumahan.
“Salah satu faktor obesitas adalah gula berlebih,” tukas dr. Marya. “Masih banyak yang bingung dengan batasan konsumsi gula, hanya identik dengan gula pasir. Padahal yang dimaksud adalah (kelompok) gula sederhana, seperti gula merah, gula batu, gula dalam biscuit, kental manis dan gula dalam masakan.”
“Batasan yang direkomendasikan adalah sekitar 4 sendok makan gula per hari, ini termasuk yang ngumpet (hidden sugar) di makanan/minuman.” (jie)