Efek Samping Obat dan Kejadian Tidak Diinginkan, Apa Bedanya?

Efek Samping Obat dan Kejadian Tidak Diinginkan, Apa Bedanya?

Pada label obat, tercantum efek samping obat. Pada obat Pereda gejala flu misalnya, salah satu efek samping yang sering tercantum yakni mengantuk. Ada juga istilah kejadian tidak diinginkan. Sebenarnya, apa bedanya antara efek samping obat dan kejadian tidak diinginkan? Kedua istilah ini mungkin menimbulkan persepsi yang membingungkan.

Pada dasarnya, tiap obat memiliki dua sisi. Tidak hanya manfaat, tapi juga ada risiko yang menyertai. “Faktor risiko terjadinya efek samping sangat individual. Antara lain usia lanjut, genetik, penyakit lain yang diderita, dan lain-lain,” ujar dr. Jarir At Thobari, D. Pharm., PhD, Ketua IsoP (International Society of Pharmacovigilance) Indonesia. Ini diungkapkannya dalam diskusi daring bersama PT Bayer Indonesia, Kamis (17/9/2020). Efek samping bisa pula muncul akibat interaksi dengan obat lain, atau karena makanan tertentu.

Beda efek samping obat dan kejadian tidak diinginkan

Jangan bingung. Efek samping obat dan kejadian tidak diinginkan memang terkesan serupa, tapi sebenarnya cukup mudah dibedakan. Kejadian tidak diinginkan (KTD) adalah adalah segala kejadian medis yang tidak diinginkan yang kita alami ketika mengonsumsi obat, dan efek yang timbul ini tidak harus disebabkan oleh obat. Adapun efek samping adalah semua respons yang tidak diinginkan, yang ditimbulkan oleh obat yang kita konsumsi. Dengan kata lain, efek samping adalah segala gangguan yang mungkin atau pasti berhubungan obat yang kita konsumsi, sedangkan KTD bisa jadi berhubungan dengan obat, bisa jadi tidak berhubungan.

Baca juga: Pasien Kanker bisa Laporkan Efek Samping Obat, Apa Pentingnya dan Bagaimana Caranya?

Ilustrasi KTD misalnya seperti ini. Seseorang mengalami jantung berdebar-debar, 3 jam setelah minum obat tertentu. Namun pada label obat maupun berdasarkan pengalaman dokter lain, tidak ada informasi mengenai kemungkinan efek berdebar-debar akibat obat tersebut. “Ini KTD karena kita belum tahu apakah efek itu berhubungan atau tidak dengan obat,” jelas dr. Jarir.

Bila setelah dianalisis lalu diperkirakan bahwa efek yang muncul mungkin berhubungan dengan obat, maka bisa dikatakan sebagai efek samping obat. “Jadi KTD bisa berhubungan dengan obat nantinya, bisa pula tidak,” tandas dr. Jarir.

Jangan diabaikan

Dampak dari efek samping obat bisa ringan sekali, sampai sangat fatal. Ada obat yang sampai ditarik dari pasaran karena kemudian diketahui menimbulkan efek samping yang membahayakan.

Sebaliknya, ada juga obat yang efek sampingnya justru menguntungkan, bahkan akhirnya menjadi indikasi baru bagi obat tersebut. Misalnya sildenafil, yang juga dikenal sebagai “pil biru”. Awalnya, obat ini diindikasikan untuk mengatasi angina pektoris atau nyeri dada akibat penyakit jantung koroner, yang biasa kita sebut angin duduk. Namun dalam perjalanannya, diketahui bahwa sildenafil membantu proses ereksi, dan mempertahankan ereksi lebih lama. Malah, efek ini lebih menonjol ketimbang indikasi obat. Akhirnya, produsen obat tersebut memasarkannya sebagai obat untuk mengatasi disfungsi ereksi.

Baca juga: Efek Samping Obat Pereda Nyeri pada Janin

Efek samping obat dan kejadian tidak diinginkan sama-sama perlu diperhatikan dan dilaporkan; jangan diabaikan begitu saja. “Baik efek samping maupun kejadian tidak diinginkan harus segera dilaporkan kepada dokter yang memberi obat, atau orang yang ditunjuk dokter untuk memberi obat,” tegas dr. Eko Adhi Pangarsa, Sp.PD-KHOM, Ketua Yayasan Kanker Indonesia Jawa Tengah.

Laporan kita akan menjadi umpan balik untuk tenaga kesehatan. Produsen obat pun bisa mendapat tambahan data mengenai keamanan obat, dan BPOM selaku regulator obat bisa memberi peringatan mengenai efek samping yang baru. (nid)

_____________________________________________

Ilustrasi: Medical photo created by freepik - www.freepik.com