obat diabetes membantu turunkan berat badan

Dosis Mikro Obat Diabetes Membantu Turunkan Berat Badan, Ini Pro dan Kontranya

Sebagian besar pasien diabetes juga dengan berat badan berlebih, bahkan obesitas. Penggunaan obat diabetes golongan GLP-1 (glucagon-like peptide 1) memiliki manfaat tambahan, menjaga berat badan. 

Saat ini di luar negeri mulai ramai pemakaian obat diabetes GLP-1 dosis mikro tidak hanya untuk menjaga gula darah, tetapi juga untuk berbagai kondisi, seperti menjaga berat badan, memperbaiki kesehatan metabolik, anti peradangan hingga sebagai anti-autoimun. 

Obat diabetes glucagon-like peptide 1 adalah jenis obat yang digunakan terutama untuk mengelola diabetes tipe 2, dan dalam beberapa kasus, obesitas. 

Obat ini bekerja dengan meniru hormon alami GLP-1 yang diproduksi di usus. Hormon ini berperan penting dalam mengatur gula darah, dengan meningkatkan pengeluaran insulin, hingga memperlambat pengosongan lambung. Obat ini harus dikonsumsi sesuai resep dokter dan disesuaikan dengan kondisi pasien. 

Salah satu cara kerja GLP-1 adalah mengurangi nafsu makan, dengan mempengaruhi otak untuk mengurangi rasa lapar. Efek ini lah yang membantu dalam penurunan berat badan. 

GLP-1 dosis mikro: ‘low and slow’

Melansir Medscape, Craig Koniver, MD, dokter keluarga di Charleston, Carolina Selatan, mengatakan ia meresepkan GLP-1 dosis mikro ke dalam program penurunan berat badan, bersama-sama dengan menjaga pola makan dan aktivitas fisik.

Lantas seberapa rendah dosis mikro itu? “Secara teknis itu adalah 10% dari dosis makro,” katanya, tetapi dosis untuk setiap pasien bersifat individual. Misalnya, dosis maksimum tirzepatide adalah 15 mg, dosis terendah 2,5 mg. Dr. Koniver mengatakan ia biasanya memulai untuk wanita dengan 1,5 mg dan pria sekitar 1,8 – 2 mg. 

Ia menekankan pemakaian yang low and slow (rendah dan lambat). Katanya, “Tujuannya adalah penurunan berat badan 2 pon (sekitar 0,9 kg) seminggu atau kurang. Beberapa pasien tetap menggunakan dosis yang lebih rendah dan berhasil menurunkan berat badan, lainnya beralih ke dosis lebih tinggi.”

Dokter akan menyesuaikan dosisnya untuk masing-masing pasien, “Ada banyak variasinya. Banyak yang akan kembali ke dosis mikro sebagai pemeliharaan,” ujar dr. Koniver.  

Seiring meningkatnya penggunaan obat GLP-1, dokter mulai berpikir secara berbeda tentang mengelola pasien diabetes, obesitas dan kondisi komorbiditas lainnya. 

“Selama dua tahun terakhir ada perubahan, dengan riset yang menunjukan efektivitas GLP-1 tidak hanya pada obesitas, tetapi juga pendekatan yang lebih luas untuk kesehatan metabolik,” terang Rekha Kumar, MD, endokrinolog dan spesialis pengobatan obesitas di Weill Cornell Medicine, New York. 

Dalam praktik sehari-hari, dr. Kumar melihat bagaimana intervensi dini obat diabetes ini membantu mencegah serangkaian masalah yang berkaitan dengan kondisi metabolik. Pendekatan intervensi dini, imbuhnya, mengubah pengobatan metabolik menjadi pencegahan proaktif. 

Pemberian dosis mikro obat GLP-1, menawarkan perbaikan kesehatan metabolis secara perlahan namun stabil, sebelum kondisi yang lebih serius muncul, sekaligus meminimalkan risiko efek samping. 

“Diskusi seputar pemberian GLP-1 dosis mikro mencerminkan semakin meningkatnya kesadaran bahwa pengobatan kondisi metabolik tidak cocok untuk semua orang,” katanya. “Kami melihat adanya pergeseran ke arah intervensi dini, rencana perawatan yang lebih disesuaikan.” 

Perlu kehati-hatian ekstra

Meski penggunaan obat diabetes dosis mikro ini memberikan manfaat tambahan, terutama pada managemen berat badan, dokter tetap menyarankan kehati-hatian, sehubungan dengan dosis, waktu dan mekanisme tindakan untuk saat ini. 

“Masih belum jelas di luar sana, dan saya tertarik melihat bagaimana datanya. Pada titik ini, saya tidak merekomendasikan atau melarang pemberian dosis mikro,” terang Michael Snyder, MD, direktur medis Bariatric Surgery Center, di Rose Medical Center, Denver. 

Dalam beberapa tahun mendatang, penelitian jangka panjang mungkin menunjukkan manfaat GLP-1 dan obat berbasis peptida lainnya bagi organ yang terdampak oleh obesitas, termasuk hati, pankreas dan ginjal, dr. Snyder menambahkan. 

Sementara itu Priya Jaisinghani, MD, endokrinolog di NYU Langone Health, New York, berpendapat berbeda. “Praktik ini tidak didukung oleh pedoman klinis dan menimbulkan risiko, terutama dengan formulasi (dosis) yang tidak disetujui FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS),” katanya. 

Hingga lebih banyak data ilmiah muncul tentang pemberian dosis mikro atau aturan dosis rendah, banyak dokter berencana untuk tetap menggunakan dosis anjuran yang dipelajari dalam uji klinis. (jie)