ISPA bisa terjadi baik saluran napas atas (hidung dan tenggorokan) atau bawah (paru-paru). Infeksi saluran napas atas yang paling sering terjadi termasuk selesma (commond cold) atau rhinopharyngitis; gejalanya batuk, pilek, sakit tenggorokan, sakit kepala ringan hingga demam. Jika kondisi ini berlanjut, bisa menjalar ke saluran napas bawah, menjadi pneumonia.
Anak-anak, terutama balita merupakan kelompok umur yang paling rentan mengalami ISPA karena sistem imun yang belum berkembang optimal. Jangan anggap sepele ISPA karena anak yang kerap sakit – terutama usia <2 tahun – bisa mempengaruhi tumbuh kembangnya.
Studi di jurnal Influenza and Other Respiratory Viruses menunjukkan, ISPA dan demam pada anak kurang dari satu tahun berhubungan dengan skor kognitif yang lebih rendah pada anak tersebut di usia dua tahun.
Penyebab tersering ISPA adalah virus seperti rhinovirus, virus corona, adenovirus dan influenza. Normalnya ISPA berlangsung kurang dari dua minggu. Ia menimbulkan gejala yang mirip, mulai dari hidung tersumbat, nyeri atau gatal tenggorokan. Kemudian penderita mengalami batuk.
Nyeri tenggorokan bisa berlangsung hingga 8 hari, sakit kepala antara 9-10 hari, hidung tersumbat/pilek dan batuk mungkin berlangsung hingga 14 hari.
Meskipun gejala-gejalanya seringkali terbatas dan tidak berakibat fatal, namun dapat mengganggu kualitas hidup dan produktivitas secara signifikan. Serta menimbulkan beban ekonomi. Thomas M, et al, menjelaskan bahwa sekitar 20 juta anak-anak di seluruh dunia tidak masuk sekolah dan lebih dari 20 juta hari kerja hilang gara-gara ISPA.
Sangat menular
Studi juga menyatakan bahwa pada satu atau dua hari pertama setelah timbulnya gejala, penyakit ini sangat menular dan tetap menular hingga gejalanya hilang. Inilah kenapa kita sering mendengar: “flu didapat dari kantor” atau “ketularan flu dari teman di kelas”.
Data menyatakan, selesma (common cold) setidaknya terjadi dua sampai tiga kali dalam setahun pada orang dewasa, bahkan hingga delapan kali pada anak-anak.
Theodore J. Witek, dkk, di jurnal Rhinology menjelaskan 82% pasien mengeluhkan sakit tenggorokan pada hari pertama, dan puncaknya pada hari kedua timbul gejala. Selain itu menimbulkan efek ‘lemas dan lemah’ pada pasien sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Antiseptik PVP-I
Masih banyak kepercayaan di masyarakat bahwa antibiotik adalah “obat dewa” untuk segala penyakit, termasuk ISPA. Ini ditunjukkan oleh studi Rano K, dkk, di Indonesia pada tahun 2019 – 2020, di jurnal Infection and Drug Resistance.
Padahal, antibiotik tidak mempercepat penyembuhan infeksi virus atau mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi bakteri sekunder. Antibiotik hanya diberikan pada kasus ISPA dengan infeksi bakteri sekunder, seperti sinusitis dan otitis media. Pemberian antibiotik tanpa ada infeksi bakteri sekunder berkontribusi meningkatkan resistensi bakteri.
Lantas bagaimana mengobati gejala ISPA? Selain menggunakan obat-obatanya untuk mengurangi gejala, seperti obat batuk atau obat demam. Penggunaan antiseptik povidone iodine (PVP-I) terbukti secara klinis membantu baik pencegahan atau pengobatan ISPA.
Povidone iodine adalah antiseptik yang memiliki spektrum antimikroba luas, efektif pada 300 jenis mikroba (bakteri, virus, protozoa, jamur, dll). Ia mampu menembus lapisan biofilm yang melindungi kuman. Sekaligus memiliki efek anti-inflamasi.
Studi di International Wound Journal menunjukkan mekanisme kerja PVP-I antara lain menembus cepat dinding sel mikro-organisme (kuman). Juga dengan mempengaruhi struktur dan fungsi enzim dan protein sel, merusak fungsi sel bakteri dengan memblokir ikatan hidrogen dan mengubah struktur membran.
Selain itu, PVP-I terbukti efektif mengurangi kemungkinan munculnya resistensi dari mutasi virus, baik pada enveloped virus maupun non-enveloped virus yang menyebabkan ISPA, termasuk coronavirus dan influenza.
Antiseptik PVP-I yang beredar di pasaran antara lain tersedia dalam bentuk obat kumur atau semprot tenggorokan. Ber-gargle (berkumur dengan menengadahkan kepala 45 derajat, mengeluarkan napas melalui mulut hingga menimbulkan suara ‘rrrrr’, tapi tidak ditelan) dengan larutan antiseptik PVP-I terbukti efektif membersihkan kuman di saluran pernapasan atas dan yang bersarang di tenggorok.
Ber-gargle terbukti dengan cepat mengurangi nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan hingga 94%. Sementara menyemprotkan antiseptik PVP-I ke tenggorokan efektif mengurangi radang hingga 87% dan tenggorokan kering sampai 58%.
Povidone iodine terbukti klinis efektif (99,9%) pada virus penyebab ISPA, dibandingkan antiseptik lainnya. Dan, terbukti klinis cepat (hanya dalam 30 detik) dan potent dalam mengatasi mikroba dibanding jenis antiseptik lain. (jie)
____________________________________________
Ilustrasi: benzoix on Freepik