Tahukah Anda bila bakteri di dalam rumah turut membentuk komposisi bakteri di saluran cerna. Itu sebabnya menjaga kebersihan rumah sama pentingnya dengan menjaga kebersihan diri, sebagai upaya untuk melindungi keluarga dari berbagai jenis kuman.
Sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Dr. Jack Gilbert, profesor mikrobial ekologis dari University of California San Diego, bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bakteri yang ada di tubuh (kulit, saluran cerna) dan di lingkungan rumah.
Studi Home Microbiome Project tersebut dilakukan pada keluarga-keluarga dari etnis dan lokasi berbeda di AS. Peneliti mendapati masing-masing keluarga itu memiliki mikrobiom yang berbeda (unik) yang ada di rumahnya. Mikrobiom merupakan kumpulan mikroba yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Saat mereka berpindah tempat, komposisi bakteri di rumah baru berubah menyesuaikan dengan bakteri yang dibawa (menempel) oleh keluarga tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bakteri di dalam rumah dan yang menempel di tubuh kita saling mempengaruhi.
“Rumah membentuk mikrobiota saluran cerna manusia. Jadi home microbiome berkorelasi dengan human microbiome,” ujar Prof. Ingrid S. Surono, MSc, PhD, President of Indonesian Scientific Society for Probiotics and Prebiotics (ISSPP).
Sebagai informasi, walau ruangan tampak bersih, tetapi sebetulnya dipenuhi kuman (bakteri, jamur, spora hingga virus). Permukaan meja, dinding, lemari es, sudut-sudut ruangan, lantai kamar mandi, tempat cucian dan spons cuci piring merupakan rumah ideal bagi bakteri.
Ini menjawab pembenaran ‘belum 5 menit’ makanan yang jatuh masih aman dikonsumsi. Prof. Inggrid menjelaskan berdasarkan riset tahun 2006 diketahui 99% kuman salmonella Typhimurium menempel pada makanan yang dijatuhkan ke lantai selama 5 detik.
“Apa lagi sampai 5 menit, sudah berkembang biak. Karena makanan juga adalah zat gizi untuk mikroba tersebut,” katanya dalam Indonesia Hygiene Forum (IHF), Rabu (20/4/2022).
Ia menambahkan kita perlu bijak, karena hidup berdampingan dengan mikrobiota. Penting untuk bisa meminimalkan paparan bakteri jahat dan memaksimalkan bakteri baik (probiotik).
Pembersih berbasis probiotik
Sebagaimana diketahui probiotik secara alamiah hidup di saluran cerna. Sehingga banyak produk pangan yang diperkaya probiotik untuk mendapatkan manfaatnya, misalnya untuk imunitas, kesehatan saluran cerna, mengurangi alergi, dll.
Probiotik juga dikembangkan dalam produk pembersih ruangan, bahkan diklaim sebagai ‘the future of clean’. Menggunakan konsorsium (kumpulan) spora bakteri Bacillus sp.
“Spora ini akan langsung menempel di permukaan. Begitu ada kotoran ia akan aktif mengeluarkan enzim yang melahap kotoran tadi. Ini memberikan efek deep cleaning,” Prof. Inggrid menjelaskan.
Dibandingkan dengan pembersih konvensional, Prof Inggrid mengatakan sulit untuk mendapatkan pembersihan secara mikroskopis (deep cleaning), karena selalu ada sisa mikroba yang menempel di permukaan.
“Kalau ia (mikroba) sudah menempel akan membentuk lapisan biofilm, yang dengan disinfektan biasa tidak bisa hancur, butuh dosis yang lebih besar (konsekuensinya menjadi lebih berbahaya). Dengan pembersih berbasis probiotik ini sporanya akan aktif membunuh mikroba yang tersisa. Tidak hanya menghambat pertumbuhan biofilm, tetapi juga menghancurkannya,” terang Prof. Inggrid.
Hasil penelitian menunjukkan pembersih berbasis probiotik ini mampu menghambat pertumbuhan jamur, menghilangkan bau tidak sedap, memberi efek bersih hingga 72 jam, efektif terhadap lapisan biofilm dan bisa melakukan deep cleaning.
Pembersih berbasis probiotik bisa menjadi alternatif produk yang sudah lebih dulu beredar di pasaran. Terutama bagi mereka yang sensitif terhadap bahan kimia dalam produk pembersih.
Kementerian Kesehatan mencatat selama pandemi COVID-19 terjadi terjadi peningkatan penggunaan produk pembersih (hand sanitizer, sabun, disinfektan dan pemutih). Dan sekitar 46,9% dari pengguna produk tersebut mempunyai sekurangnya 1 pengalaman tak mengenakkan, seperti iritasi kulit, asma, gangguan pernapasan dan keracunan ringan. (jie)