bipolar pada perempuan lebih berat dan lebih sering terjadi

Bipolar pada Perempuan Lebih Berat dan Sering Terjadi

Bipolar memiliki gejala khas yaitu mood swing dengan dua kutub berlawanan berupa mania (gembira berlebihan) dan depresi; sesuai namanya, bi (dua), polar (kutub). Ada dua tipe bipolar; tipe I yang ditandai dengan mania-depresi, dan tipe II ‘hanya’ hipomania; gembira berlebihan tapi tidak terlalu meledak-ledak. Perempuan lebih banyak mengalami tipe II, karenanya sering tak disadari.  “Depresi pada bipolar II jauh lebih berat daripada bipolar I,” ujar Dr. dr. Nurmiati Amir, Sp.KJ (K) dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Bipolar terjadi karena ada gangguan pada zat kimia otak (neurotransmitter). Zat-zat ini terkait erat dengan kondisi hormonal, sementara kadar hormon perempuan selalu berfluktuasi. Karena itu, pada perempuan gejala bipolar biasanya lebih berat dan frekuensinya lebih sering.

Menjelang menstruasi, setelah melahirkan dan menjelang menopause adalah fase-fase yang rawan. Penelitian yang dilakukan oleh dr. Rodrigo S. Dias, dkk (2011) dan melibatkan hampir 300 perempuan bipolar, menemukan mereka yang mengalami gangguan mood kala PMS (pre menstrual syndrome) akan mengalami episode dan gejala depresi yang lebih buruk. Menurut Dr. dr. Nurmiati, “Penderita bipolar perlu meningkatkan dosis obat pada 3 hari sebelum haid sampai 3 hari setelah haid. Dosis dinaikkan sehingga bila ada stresor, bisa diredam dengan obat. Setelah itu obat kembali ke dosis biasa,” terangnya.

Penderita bipolar perlu berdiskusi dengan dokter, bila sedang merencanakan kehamilan, karena  obat mungkin perlu diganti; ada obat yang bisa merusak janin, terutama di trimester I dan II. Kontrol selama hamil juga perlu diperketat.

Paska melahirkan, harus ekstra hati-hati. Penderita bipolar rentan mengalami depresi paska partum dan sebaliknya; mereka yang mengalami depresi paska partum, kemungkinan besar menderita bipolar tapi belum terdeteksi. “Bila ada obat yang dihentikan selama hamil, setelah melahirkan obat harus kembali diminum untuk mencegah depresi paska partum,” tutur Dr. dr. Nurmiati. Bagaimana dengan penggunaan pil kontrasepsi? “Pil kontrasepsi membuat hormon menjadi lebih stabil, sehingga lebih melindungi,” imbuhnya.

Penderita bipolar bisa hidup normal seperti orang lain, selama ia berada dalam episode eutimik (kondisi normal). Namun sewaktu-waktu, episode depresi, hipomania dan mania bisa muncul. Untuk itu, pasien perlu minum obat sepanjang hidupnya, seperti halnya penyandang diabetes atau hipertensi. Obat diperlukan untuk mengontrol kondisi pasien. Bipolar bisa terkontrol dengan obat, tapi tidak berarti sembuh. Episode mania-depresinya yang sembuh, bukan bipolarnya. (nid)


Ilustrasi: Gerd Altmann from Pixabay