ancaman TB di masa pandemi covid-19

Ancaman TB Di Masa Pandemi, dan 5 Kebiasaan Hidup Sehat Cegah TB

Efek berantai dari pandemi COVID-19 dirasakan pada penanganan penyakit tuberkulosis (TB). Ahli menyatakan penanganan TB terhambat selama pandemi. TB merupakan pandemi yang belum berhasil ditangani hingga sekarang.

Penyakit yang juga menyerang paru-paru ini diketahui diidap oleh lebih dari 1,2 juta orang di seluruh dunia, dengan kematian hingga 67 ribu orang (per 7 April 2020). Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019 menyatakan Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia penderita TB dengan 845 ribu kasus, di bawah India (2,7 juta kasus) dan Cina (867 ribu kasus).

Seperti COVID-19, TB rentan menyerang orang-orang yang sistem imunitas tubuhnya rendah seperti penderita HIV dan penyakit autoimun, serta orang-orang yang punya penyakit menahun seperti diabetes melitus, hipertensi, dan jantung.

Dr. Pandu Riono, PhD, MPH, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menjelaskan sistem kesehatan publik yang lemah, faktor sosial dan juga orang dengan HIV, diabetes, hingga malnutrisi semuanya berkelindan menyebabkan TB menjadi laten.

Ia menekankan perlu multiple intervensi untuk mengakhiri TB. “Tidak ada intervensi tunggal yang dapat mengeliminasi wabah penyakit, baik COVID-19, termasuk tuberkulosis yang belum diakhiri sebagai masalah kesehatan publik.”

“Tuberkulosis merupakan contoh pandemi yang belum berhasil diatasi sepenuhnya. Jangan bermimpi bisa mencapai herd immunity (kekebalan kawanan) untuk perangi pandemi, tapi kita bisa kendalikan pandemi bila punya rencana strategis untuk mengendalikan pandemi secepatnya,” cuit dr. Pandu dalam akun Twitternya.

Belum ada vaksin selain BCG

Vaksin BCG (Bacillus Calmette–Guérin) merupakan satu-satunya vaksin yang digunakan untuk mencegah TB. Menurut Suwarti, dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), vaksin ini memiliki daya lindung yang bervariasi, hingga 80% pada populasi berbeda (bayi baru lahir atau remaja).

“Di Indonesia, BCG merupakan vaksin wajib yang harus diberikan pada bayi. Namun, dengan intervensi pemberian vaksin pun, angka penderita TB hanya turun sedikit setiap tahunnya,” katanya.

Para peneliti dunia saat ini sedang mengembangkan vaksin yang memiliki daya lindung lebih baik dari BCG. Namun, hingga kini belum ada satu vaksin pun dapat mengalahkan daya lindung BCG terhadap TB.

“Di tengah pandemi COVID-19, agenda pemberantasan TB tak boleh kendor. Kerja sama pemerintah dan masyarakat memegang peranan penting mengakhiri sejarah TB di Indonesia,” imbuh Suwarti.

5 kebiasaan pola hidup sehat

Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang jatuh tiap tanggal 24 Maret, berikut adalah hal yang dapat kita lakukan untuk menciptakan kebiasaan sehat :

Melakukan aktivitas fisik

Meskipun di rumah saja, aktivitas fisik sebaiknya tetap dilakukan secara rutin agar dapat meningkatkan daya tahan dan sistem kekebalan tubuh.

Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, seperti jalan kaki atau sembari membersihkan rumah. Tidak hanya untuk kesehatan fisik, olahraga juga dapat membantu mengurangi stres dan mengendalikan kecemasan.

Mengonsumsi sayur dan buah

Sayur dan buah penting untuk menjaga metabolisme di dalam tubuh. Setiap orang disarankan mengonsumsi buah dan sayur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Ahli gizi menganjurkan untuk mengonsumsi 5-10 porsi buah dan sayur setiap hari, dengan berbagai jenis dan warna.

Tidak merokok

Rokok juga bisa memperparah penyakit yang sudah ada, atau meningkatkan risiko terkena penyakit (terutama penyakit saluran napas). Terdapat juga hubungan merokok dengan penyakit tuberkulosis paru, di antaranya sebagai berikut:

  1. Merokok meningkatkan risiko terinfeksi TB paru (riset Boon, S.D, et al., 2005)
  2. Merokok > 15 bungkus per tahun, berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi TB paru (Zhang, H, et al., 2017)
  3. Rokok juga dapat memperparah infeksi paru akibat bakteri TB
  4. Tidak hanya perokok aktif, perokok pasif juga berisiko lebih tinggi terinfeksi bakteri TB (Leung, C.C. et al., 2010)

Tidak mengonsumsi minuman beralkohol

Banyak risiko yang mungkin terjadi jika mengonsumsi alkohol secara berlebihan. Beberapa penyakit yang mungkin terjadi adalah hepatitis, perlemakan hati, kanker, anemia dan tuberkulosis.

Menjaga kebersihan lingkungan

Faktor eksternal yang memengaruhi kesehatan tubuh adalah lingkungan kita. Jika lingkungan sehat, maka berbagai macam sumber penyakit tidak akan mudah datang ke dalam tubuh. Membersihkan lingkungan juga dapat menjadi salah satu cara untuk tetap aktif bergerak. (jie)