3 Tips Menjaga Kesehatan Mental di Era Normal Baru bagi Milenial
menjaga_kesehatan_mental_milenial_pandemi

3 Tips Menjaga Kesehatan Mental di Era Normal Baru bagi Milenial

Bukan rahasia lagi, pandemi COVID-19 membuat banyak orang rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Terlebih bagi milenals, yang berada di usia angkatan kerja sekaligus menjadi orang tua, dan tak jarang berperan sebagai generasi sandwich – menanggung beban untuk diri sendiri, orang tua, dan anak. Menjaga kesehatan mental di era normal baru ini amatlah krusial, sayangnya tak selalu mudah dilakukan.

Psikolog klinis Jennyfer, M.Psi mengungkapkan, situasi pandemi memang membawa berbagai perubahan dalam hidup kita. Mulai dari kebiasaan, finansial, dan aturan baru. “Pada sebagian orang, hal ini bisa menimbulkan perasaan insecure, perilaku overthinking, pengulangan pola setiap hari, atau hilangnya jadwal bekerja bagi yang kena PHK. Akhirnya kondisi psikologis terganggu; bisa muncul deresi atau ansietas,” tuturnya.

Tentu saja, selalu ada jalan keluar. Jennyfer mengingatkan, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menguatkan mental di era normal baru ini yaitu mengubah cara pandang. “Lihat rasa cemas sebagai alat bantu untuk mengambil tindakan agar tetap bisa berkembang dalam situasi sulit,” tegasnya dalam diskusi daring dalam peluncuran program edukasi Good Knowledge, Good Health, hasil kolaborasi antara Good Doctor Technology Indonesia dan The London School of Public Relation, Jumat (29/10/2021).

Ia mengungkapkan tiga tips untuk menjaga kesehatan mental yang bisa dilakukan oleh milenial, di era normal baru ini.

 

Tips Menjaga Kesehatan Mental

Pertama, harus disadari dulu bahwa semua perubahan yang terjadi harus kita terima, dan kita perlu belajar beradaptasi. “Yang bisa dilakukan adalah menyadari dulu perasaan diri sendiri, dan mencoba menerimanya,” ujar Jennyfer. Setelah itu kita bisa beradaptasi, belajar bagaimana mengatasi kondisi bari akibat pandemi. Setelah itu implementasikan dengan membuat rencana hidup baru.

Tentu, ada hal-hal yang perlu dilakukan agar rencana kita bisa berjalan. Berikut ini tiga langkah yang bisa kita terapkan sehari-hari.

1. Ciptakan lingkungan yang kondusif

Penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, baik untuk bekerja atau belajar. “Jangan, misalnya, bekerja sambil memangku laptop di kasur. Pisahkanlah ruang untuk bekerja dengan ruang untuk beristirahat,” saran Jennyfer. Lingkungan kerja yang kondusif akan meningkatkan atensi kita terhadap pekerjaan, mengurangi kecemasan, meminculkan emosi yang lebih mendukung, dan perilaku yang lebih teratur.

2. Lakukan manajemen waktu dan tugas

Seperti halnya penting untuk memisahkan ruang untuk bekerja dan beristirahat, penting pula untuk memisahkan waktu untuk bekerja dan beristirahat. Fokuslah bekerja di pagi-sore hari, dan selesaikan pekerjaan di jam kerja, meski bekerja dari rumah. Ketika tiba waktunya untuk istirahat, jangan lagi memikirkan pekerjaan atau tetap meneruskan bekerja. Berikan batasan yang jelas, seperti halnya ketika WFO dulu.

3. Self-care

Jangan lupakan hal yang satu ini. “Self-care penting untuk menjaga hubungan yang sehat dengan diri sendiri karena dapat meningkatkan perasaan yang positif, kepercayaan diri, dan penghargaan terhadap diri sendiri,” tutur Jennyfer.

 

Manfaatkan Telemedis

Jangan ragu atau malu berkonsultasi ke psikolog atau psikiater, bila merasa perlu pertolongan untuk memulihkan gangguan kesehatan mental. Namun harus diakui, layanan kesehatan mental di Indonesia masih sangat terbatas. Dari sekitar 10 ribu Puskesmas, baru 60% yang menyediakan layanan kesehatan mental.

Tenaga professional yang menangani kesehatan mental pun masih minim. Menurut Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK), jumlah psikolog klinis yang tersebar di Indonesia saat ini hanya 2.782 orang. Artinya, hanya ada 1 psikolog untuk 90 ribu orang di Indonesia. Masih jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 1 psikolog untuk 30 ribu orang. Belum lagi, penyebaran psikolog belum merata. Sebanyak 70% berada di pulau Jawa, dengan 20% terkonsentrasi di Jakarta.

Bagaimana dengan psikiater? Jauh lebih minim lagi. Jumlah psikiater di Indonesia saat ini hanya 1.053 orang. Artinya, seorang psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurut Jennyfer, “Telemedis juga menjadi   solusi atas keterbatasan penanganan kesehatan mental di Indonesia. Terutama untuk milenial yang akrab dengan dunia digital, akses pengobatan kesehatan mental jadi lebih riil dan terjangkau.”

Sejak April 2020, aplikasi kesehatan digital Good Doctor menyediakan layanan telekonsultasi psikolog. Hal ini akan memudahkan milenial mengakses layananan kesehatan mental dengan lebih mudah. “Kebanyakan anak muda tidak nyaman menceritakan masalah emosional dan mental mereka kepada orang tua karena adanya stigma, maka telemedis menjadi solusi terbaik bagi milenial untuk berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog tanpa takut dicap negatif,” ujar dr. Adhiatma Gunawan, Head of Medical Management. 

Berkonsultasi kepada tenaga kesehatan profesional akan menghindarkan swadiagnosis berbahaya, akibat informasi generik yang didapat secara daring dari sumber yang tidak terpercaya. “Di masa peningkatan kasus COVID-19 di antara bulan Mei dan Agustus, kami mencatat peningkatan jumlah konsultasi harian terkait kesehatan mental hingga 80%, yang menjadi indikator bahwa semakin banyak kaum milenial yang mau berbicara terbuka tentang kondisi kesehatan mental yang dihadapi,” papar dr. Adhi.

Menjaga kesehatan mental tidak selalu mudah, khususnya di era normal baru ini. Memanfaatkan telemedis untuk mengakses layanan kesehatan mental, adalah salah satu solusi yang bisa dilakukan, saat membutuhkan pertolongan. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Woman photo created by rawpixel.com - www.freepik.com