Dalam penelitian terbaru dijelaskan bila sekitar 5% orang Indonesia menderita gagal jantung. Jumlah itu setara dengan 13 juta orang dari total populasi. Mereka yang memiliki risiko tinggi gagal gantung perlu pemeriksaan rutin ke dokter.
Gagal jantung adalah penyakit yang mengancam jiwa. Data dari Heart Disease and Stroke Statistics (2020) menyatakan, jika tidak ditangani dengan baik atau dicegah, bisa menyebabkan kematian hingga lebih dari 23.3 juta setiap tahun secara global pada tahun 2030.
Penyakit kardiovaskular (jantung dan stroke) masih menjadi penyakit penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Berdasarkan hasil penelitian berjudul Heart failure across Asia: Same healthcare burden but differences in organization of care yang dipublikasikan pada International Journal of Cardiology, jumlah penderita gagal jantung di Indonesia adalah sebesar 5% dari total jumlah penduduk. Ini berarti lebih dari 13 juta orang Indonesia menderita gagal jantung.
Angka kematian karena gagal jantung di Indonesia juga tergolong tinggi. Dari jumlah tersebut 17,2% pasien gagal jantung di Indonesia meninggal saat perawatan rumah sakit, 11,3% meninggal dalam satu tahun perawatan, dan 17% mengalami rawat inap berulang akibat perburukan kondisi gagal jantung.
Dr. Siti Elkana Nauli, SpJP(K), Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengatakan gagal jantung terjadi saat otot jantung tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan darah dan oksigen pada tubuh.
“Penyakit ini bersifat kronis dan progresif. Gagal jantung ditandai dengan rawat inap berulang di rumah sakit karena perburukan penyakitnya,” katanya dalam webinar Cara Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kardiovaskular Demi Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Gagal Jantung, Sabtu (29/1/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Dr. dr. Isman Firdaus, SpJP(K), Ketua PP PERKI menambahkan, melihat prevalensi gagal jantung di Indonesia hingga lebih dari 13 ribu orang dan juga kematian yang tinggi, sangat penting upaya pencegahan gagal jantung.
“Mulai dari hidup sehat dengan mengonsumsi makanan sehat, olahraga teratur dan berkonsultasi dengan dokter tentang tatalaksana faktor risiko gagal jantung yang tepat. Hal berikutnya adalah memeriksakan kesehatan jantung kita sejak dini terutama jika ada keluhan nyeri dada, berdebar, mudah capek, kaki bengkak atau sesak nafas,” imbuhnya.
Faktor risiko
Data registri gagal jantung PERKI menunjukkan penyebab terbanyak gagal jantung di Indonesia adalah penyakit jantung coroner, hipertensi dan diabetes.
Selain itu ada faktor risiko tambahan berupa obesitas, dislipidemia (kadar kolesterol tidak normal), gangguan fungsi ginjal, gaya hidup sedentari (kurang gerak) dan obstructive sleep apnea (henti napas sesaat ketika tidur).
Para ahli sependapat bila sleep apnea bisa menyebabkan aritmia (gangguan irama jantung) dan gagal jantung. Sleep apnea cenderung akan memicu kenaikan tekanan darah. Fakta juga menyatakan, sleep apnea terjadi pada lebih dari 50% mereka yang menderita gagal jantung.
Baca: Bagaimana Gangguan Tidur Sleep Apnea Picu Gagal Jantung
3 pilar pengobatan
PERKI mengeluarkan panduan terapi pengobatan gagal jantung, yaitu penghambat RAS (renin angiotensin aldosteron), obat betablocker dan MRA (mineraloreceptor antagonist) sebagai lini pertama pengobatan gagal jantung selama tidak ada kontrindikasi.
Di akhir tahun 2021, PERKI merekomendasikan SGLT2-I sebagai tambahan terapi pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVKi) ≤ 40% yang telah menerima terapi standar untuk menurunkan risiko perburukan gagal jantung dan kematian.
“Setiap pasien gagal jantung harus menjalani pengobatan yang optimal sesuai dengan bukti ilmiah dengan melihat profil dari masing-masing pasien. SGLT2-I merupakan salah satu regimen terapi terbaru pada gagal jantung yang sudah tersedia di Indonesia. Bukti penelitian global menunjukkan efektivitas obat ini untuk menurunkan angka kematian dan rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung,” pungkas dr. Siti. (jie)