sinovac kirimkan sampel vaksin untuk diuji klinis di indonesia

Update Vaksin COVID-19 : Dari Didatangkan Dari China Untuk Indonesia Sampai Bukti Vaksin Memicu Sistem Imun

Dunia masih berlomba dengan waktu untuk memroduksi vaksin khusus SARS-CoV-2. Yang terbaru, Sinovac Biotech Ltd, dari China mengirimkan sampel vaksin COVID-19 ke Indonesia untuk diuji klinis. Selain itu calon vaksin dari Oxford, Inggris terbukti bisa memicu sistem imun pada manusia.

Perusahaan pembuat vaksin asal Tiongkok Sinovac Biotech Ltd, mengirimkan 2.400 sampel calon vaksin untuk diuji klinis di laboratorium milik PT Bio Farma. Rencananya uji klinis akan berlangsung selama enam bulan.

Ini memberi ‘angin segar’ bahwa vaksin bisa didapatkan lebih cepat. Bila semuanya berjalan lancar, Indonesia diharapkan mulai bisa memproduksi vaksin khusus SARS-CoV-2 di awal tahun depan.

Dalam keterangan pers, Direktur Utama PT Bio Farma, Honesti Basyir menjelaskan bila calon vaksin tersebut telah menjalani uji klinis fase I dan II (dari 3 fase uji klinis yang harus dilakukan). Uji klinis fase III akan segera dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

“Saat ini PT Bio Farma sedang menyiapkan uji klinis fase III bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran Bandung dan Balitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) di Jakarta. Berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” katanya.

Uji klinis dilakukan di Pusat Uji Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Rencananya akan melibatkan 1.620 orang berusia 18-59 tahun.

“Hasil awal uji klinis, bila disetujui BPOM, bisa digunakan dalam kondisi darurat pada kuartal pertama 2021,” imbuh Honesti.

Sebagai informasi, calon vaksin dari Sinovac ini adalah satu dari tiga kandidat vaksin yang akan diuji klinis di Indonesia. Selain itu masih ada vaksin ‘lokal’ yang dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Terbukti memicu imunitas

Kabar baik lainnya datang dari Inggris. Walau masih dalam tahap eksperimen, kandidat vaksin dari Universitas Oxford mampu menghasilkan respons kekebalan tubuh di tubuh para relawan.

Hasil awal ini dipublikasikan dalam jurnal Lancet, melibatkan lebih dari 1000 relawan sehat (separuhnya mendapatkan kandidat vaksin, dan sisanya disuntik dengan vaksin meningitis).

Reaksi vaksin diukur dari jumlah antibodi dan sel-T (disebut juga limfosit T yang adalah kelompok sel darah putih yang berperan utama pada kekebalan tubuh) di dalam darah partisipan.

Prof. Andrew Pollard, penulis utama penelitian mengatakan calon vaksin tersebut bisa ditolelir tubuh dengan baik. “Kami melihat respons imun persis seperti yang kami harapkan, termasuk menetralkan antibodi dan respon sel-T, yang setidaknya kami lihat dalam penelitian pada hewan. Tampaknya ini terkait dengan efek perlindungan.”

Masalahnya peneliti belum mengetahui berapa banyak yang dibutuhkan untuk cukup memberikan perlindungan terhadap virus COVID-19 secara langsung dalam populasi yang lebih besar. Dibutuhkan pengujian yang lebih besar.

“Kami mendapat respons imun yang bisa kami ukur, kami melihat virus dinetralkan ketika antibodi diuji di laboratorium, tetapi kami tidak tahu berapa banyak yang dibutuhkan,” katanya dilansir dari The Guardian.

Sejauh ini para relawan telah dipantau selama 8 minggu setelah imunisasi. Pertanyaan selanjutnya adalah berapa lama respons imun mampu bertahan – enam bulan atau satu tahun, atau mungkin perlu suntikan booster (penguat) secara teratur.

Tiga tahapan uji klinis yang harus dilalui

Setiap pembuatan vaksin atau obat perlu melalui serangkaian pengujian, meliputi uji pra klinis dan tiga tahap uji klinis, sebelum dinyatakan aman dipakai secara luas.

Pada uji pra klinis, peneliti memberikan calon vaksin pada binatang untuk melihat apakah bisa memicu respons imun.

Uji klinis fase I kandidat vaksin diberikan pada sekelompok orang untuk mengetahui keamanannya, dan mempelajari lebih jauh respon kekebalan tubuh yang dipicunya.

Dalam uji klinis fase II vaksin disuntikkan pada beberapa ratus orang sehingga peneliti bisa mengetahui lebih banyak tentang keamanan vaksin dan dosis yang tepat.

Akhirnya di uji klinis fase III vaksin diberikan ke beberapa ribu subyek untuk mengonfirmasi keamanannya – termasuk efek samping yang mungkin muncul – dan efektivitas vaksin. Uji coba ini melibatkan kelompok kontrol yang diberikan placebo (obat/vaksin kosong sebagai pembanding). (jie)