Risiko Penyebaran Coronavirus Level Kelurahan dan Pasar
risiko_coronavirus_COVID_kelurahan

Riset Spasial Ungkap Risiko Penyebaran Coronavirus Level Kelurahan dan Pasar Tradisional di Jakarta

Miya Irawati, National University of Singapore

Pemerintah DKI Jakarta memperpanjang pembatasan sosial skala besar hingga 22 Mei, dua hari sebelum Hari Raya Idul Fitri, setelah pembatasan sejak 10 April lalu tidak menunjukkan tanda-tanda kasus penularan baru coronavirus berkurang drastis.

Memang pekan lalu sempat ada penurunan kasus baru harian selama tiga hari di Ibu Kota menjadi di bawah 100 kasus, tapi setelah itu melompat lagi di atas 100 kasus per hari.

Secara keseluruhan kasus baru harian cenderung fluktuatif. Dari perspektif epidemiologi, belum jelas apakah penurunan itu karena lambatnya deteksi dini kasus positif atau efek dari pembatasan tersebut.

Tampaknya pengendalian virus ini butuh waktu lebih lama karena pada pertengahan April lalu mayoritas kelurahan di Jakarta (233 dari 267 kelurahan) telah masuk zona merah. Di ratusan kelurahan itu ditemukan kasus positif COVID-19 antara 1-60 kasus dan terjadi perpindahan orang dari titik zona merah ke zona yang belum banyak kasus.

Riset saya bersama kolega menunjukkan, lebih dari sebulan sejak kasus positif pertama diumumkan, pemerintah maupun institusi di luar pemerintah belum memanfaatkan secara optimal pendekatan spasial atau ruang di level kelurahan sebagai metode analisis dan media interpretasi.

Sebagai peneliti tata kota dan geografi, saya tahu bahwa analisis spasial di level kelurahan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kerentanan suatu kelurahan serta risiko penularan virus di setiap kelurahan. Data ini bisa digunakan untuk menentukan intervensi yang efektif di lapangan, baik dari aspek teknis maupun institusional.

Peta penyebaran kasus COVID di Jakarta hingga 29 April. Warna merah menunjukan area yang telah terinfeksi virus. Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta

Kelurahan rentan COVID

Dengan menggunakan data kasus positif COVID per 31 Maret di Jakarta, kami memetakan kelurahan-kelurahan di Ibu Kota yang berpotensi rentan penyebaran COVID-19 berdasarkan parameter umum terkait COVID:

  1. jumlah penduduk berusia lanjut,

  2. penduduk yang berpenyakit kronis (terutama berusia di atas 45 tahun),) dan

  3. persebaran di titik vital (seperti pasar tradisional dan minimarket) yang berpotensi sebagai titik “super spreader” alias penyebar virus ke orang banyak.

Dalam mitigasi pandemi global COVID-19 saat ini, kemampuan memahami risiko penyebarannya secara spasial sangat penting. Mengetahui di mana risiko tertinggi penyebaran bisa dipakai untuk pendataan kasus baru, memberlakukan kebijakan pembatasan sosial dan jarak sosial yang lebih ketat atau sebaliknya di level lingkungan terkecil di kelurahan dan rukun tetangga/warga.

Untuk analisis spasial risiko penyebarannya, data terkait COVID-19 dan data statistik lainnya saat riset digelar baru tersedia di tingkat kelurahan atau kecamatan. Idealnya data tersedia di tingkat rukun warga (RW) agar rencana aksi dapat dilakukan untuk memperlambat persebaran dan penanganan pasien yang cepat di lapangan.

Jumlah penduduk usia lanjut dan penyakit kronis

Kami mengasumsikan suatu kelurahan masuk kategori rentan dengan melihat distribusi jumlah orang di atas umur 60 tahun dan orang yang berpenyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung, terutama di atas 45 tahun.

Kelurahan rentan berdasarkan jumlah kasus positif COVID-19 terhadap orang lanjut usia. Miya Irawati et.al at The Conversation

Dari distribusi kasus positif COVID-19 per 31 Maret, kasus positif terbanyak (skala 2: 11-20 kasus) ada di kelurahan Pegadungan, Kalideres, Tomang, dan Kebun Jeruk (Jakarta Barat); Kelapa Gading (Jakarta Timur); dan Senayan (Jakarta Selayan).

Pemerintah DKI Jakarta dapat memprioritaskan perhatian pada kelurahan-kelurahan tersebut, karena jumlah lansia yang tinggi (4.000-8.000 jiwa) per kelurahan, kecuali kelurahan Senayan.

Sebagai perbandingan di Amerika Serikat, jumlah anak muda yang terinfeksi COVID-19 lebih banyak dari pada lansia. Untuk itu, pemerintah tetap memperhatikan kelurahan dengan karakter seperti Senayan.

Kelurahan rentan COVID berdasarkan jumlah penduduk memiliki penyakit kronis. Miya Irawati et.al at The Conversation

Adapun kelurahan yang rentan berdasarkan jumlah kasus positif COVID-19 dengan populasi penduduk memiliki penyakit kronis di atas 45 tahun adalah Kalideres (di atas 500 jiwa) dan Pegadungan (101-200 jiwa). Sedangkan kelurahan Tomang, Kebun Jeruk, Kelapa Gading Timur, dan Senayan hanya memiliki penduduk dengan penyakit kronis di bawah 100 jiwa.

Kelurahan-kelurahan yang memiliki penduduk dengan jumlah penyakit kronis di atas 400 jiwa, per 31 Maret tidak memiliki kasus positif lebih dari 10.

Meski pun demikian, pencegahan penyebaran virus corona lebih baik dilakukan oleh semua orang di tiap kelurahan, terutama dengan populasi lansia dan penduduk memiliki penyakit kronis yang tinggi.

Masalahnya, walau pemerintah DKI telah menerbitkan pedoman RT/RW siaga pandemi COVID-19, sampai pekan pertama April lalu gugus tugas COVID belum dibentuk di level kecamatan dan kelurahan. Sampai sejauh ini, baru di Jakarta Barat dua pekan lalu dibentuk gugus tugas di level RW.

Pemerintah Jakarta dan masyarakat mesti segera membentuk gugus tugas di tingkat kelurahan (Kelurahan Tanggap) sebagai representasi pemerintah dan lingkungan (RW Siaga) sebagai representasi komunitas yang anggotanya diambil dari tiap Rukun Tetangga (RT).

Keduanya memiliki tugas khusus selama masa pandemi ini untuk pendataan orang dalam pengawasan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan korban meninggal di tiap RT. Mereka juga bertugas memantau implementasi pembatasan sosial di level komunitas, dan distribusi kebutuhan pokok untuk rumah tangga termiskin yang terdampak pembatasan sosial berskala besar.

Gugus Tugas tingkat kelurahan dan RW ini juga perlu mencarikan tempat khusus bagi PDP dan ODP yang tidak memiliki ruang khusus untuk mengisolasi mandiri di rumahnya.

Koordinasi intensif antara kelurahan tanggap dan RW Siaga menjadi salah satu faktor utama dalam penanganan penyebaran COVID-19 yang begitu cepat.

Titik penyebaran massal: pasar tradisional dan minimarket

Kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi dan memiliki sejumlah pasar tradisional dan minimarket juga rentan penyebaran COVID. Kedua tempat bisa menjadi super spreader (sumber penyebaran yang sangat cepat) karena kedua tempat ini menjadi tempat berkumpul banyak orang tiap hari selama berjam-jam.

Meskipun pembatasan sosial besar diterapkan sejak 10 April lalu, pemerintah DKI Jakarta tidak dapat menutup pusat-pusat aktifitas yang vital untuk penyediaan bahan makanan dan kebutuhan dasar bagi warganya, seperti pasar tradisional dan minimarket.

Pasar tradisional menjadi salah satu tempat yang tidak bisa dihindari, baik oleh pedagang eceran maupun pembeli individu, meski pelayanan pembelian online sudah mulai diberikan oleh beberapa pasar yang dikelola PD Pasar Jaya.

Saat ini minimarket menjadi alternatif mudah bagi warga memperoleh kebutuhan dasar di permukiman.

Dengan data kepadatan penduduk yang dianalisis terhadap area pelayanan persebaran pasar tradisional mencapai 1 kilometer dan minimarket mencapai 200 meter, maka persebaran pasar bisa diketahui.

Persebaran pasar tradisional terkonsentrasi di wilayah dengan kepadatan penduduk di atas 14.500 jiwa per kilometer persegi terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan beberapa wilayah di Jakarta Timur.

Potensi super spreader berdasarkan persebaran pasar tradisional di wilayah kepadatan penduduk tinggi. Worldpop.org | Openstreetmap.org | Miya Irawati et.al at The Conversation

Adapun persebaran minimarket cukup merata, baik di wilayah yang memiliki kepadatan penduduk 14.000-14.500 jiwa per kilometer persegi dan di atas 14.000 jiwa per kilometer persegi.

Potensi super spreader berdasarkan persebaran minimarket di wilayah kepadatan penduduk tinggi. Worldpop.org | Openstreetmap.org | Miya Irawati et.al at The Conversation

Lalu bagaimana mencegah kedua tempat itu menjadi sumber penyebaran cepat? Sampai 7 April belum ada kebijakan khusus terkait pencegahan COVID-19 di dua tempat ini.

Dalam pasar tradisional bisa diterapkan strategi teknis dalam pengaturan pergerakan barang dan manusia di pasar dan sekitarnya oleh kelurahan tanggap dan RW siaga berdasarkan konteks dan karakteristik pasar dan wilayahnya.

Langkah ini butuh berkoordinasi dengan pihak asosiasi pedagang untuk membuat pelayanan pengantaran barang ke masyarakat melalui sistem online atau telepon di semua pasar.

Sedangkan di minimarket bisa menerapkan aturan social distancing dengan pengaturan display, pemberian marka berjarak setiap 1 meter pada jalur antrean kasir, pemberian hand sanitizer di kasir, dan pengawasan minimarket secara mandiri oleh RW Siaga.

Perlu sinergi dan gotong-royong yang kuat dan cepat antara pemerintah dan masyarakat, serta koordinasi intensif antarkelurahan agar DKI Jakarta dapat mengurangi persebaran COVID-19 di level kelurahan.

Jika hal itu dilakukan ada potensi besar kita mampu melalui puncak kasus baru harian yang diprediksi pada pertengahan Mei.


Dzimar Akbarur Rokhim Prakoso, spesialis sistem informasi geografi dan penginderaan jauh di The Nature Conservancy, Indonesia Program dan dan Fajar Dewangga, spesialis sistem informasi geografi di Badan Restorasi Gambut, berkontribusi dalam riset ini.

The Conversation

Miya Irawati, PhD Student in Geography, National University of Singapore

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

_________________________________________

Foto: Hanida Syafriani / OTC Digest