Tanpa disadari, kebiasaan dan perilaku saat hamil bisa memicu stunting. “Bicara stunting bukanlah bicara soal genetik, melainkan pintar generasi,” tegas pakar nutrisi Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes. Ya, stunting bukan kondisi yang diturunkan secara genetik. Namun, orang tua yang stunting bisa menurunkan pola makan, pola hidup, dan pola asuh yang meningkatkan risiko stunting kepada anak-anaknya.
Perjalanan stunting terjadi selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak. Yakni sejak terjadinya konsepsi atau pertemuan antara sperma dengan sel telur. Inilah ketika tombol start untuk HPK dimulai, hingga si Kecil berusia 2 tahun. Sangat disayangkan, masih banyak perilaku saat hamil dan melahirkan yang bisa memicu stunting.
Masa kehamilan
“Gizi ibu hamil harus seimbang, dan pencapaian kenaikan berat badannya sesuai target,” ucap Rita. Apa saja perilaku saat hamil yang bisa memicu stunting? Berikut pemaparannya.
Ibu tidak paham soal stunting
Rita menyayangkan, masih banyak ibu hamil yang tidak paham soal stunting. Atau ibu tidak meyakini bahwa stunting bisa terjadi akibat pola makan yang salah, “Sehingga tidak melakukan pencegahan sejak awal.”
Menganggap kehamilan hal yang biasa
Karena kehamilan dianggap sebagai hal yang biasa, lantas ibu tidak memperbaiki pola makannya. Alhasil, ibu dan janin bisa mengalami kekurangan energi dan berbagai nutrisi.
Makan untuk dua orang
Bagi mayoritas orang Indonesia, belum makan kalau belum makan nasi. “Anggapan makan untuk dua orang akhirnya membuat ibu hanya menambah porsi nasi agar kenyang,” sesal Rita. Nutrisi penting lain seperti protein, tidak diperhatikan.
Menghindari protein
Ada mitos agar ibu hamil menghindari daging merah, makanan laut, dan kacang-kacangan. Padahal, protein sangat dibutuhkan janin untuk tumbuh dan berkembang. Yang penting, semua makanan dimasak hingga benar-benar matang agar segala kuman, parasit, dan virus dalam bahan makanan tersebut mati.
Menganggap tablet penambah darah tidak penting
Tablet zat besi (penambah darah) sangat penting untuk mencegah dan mengatasi anemia selama kehamilan. Anemia saat hamil meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) dan/atau prematur, ibu pun berisiko mengalami perdarahan saat melahirkan.
Saat melahirkan
Jangan remehkan pentingnya saat melahirkan. Perilaku yang sudah baik selama hamil, harus ditunjang dengan momen persalinan yang tepat. Di bawah ini 3 perilaku berisiko stunting, yang masih kerap terjadi.
Tidak melakukan IMD
Rita menyayangkan, masih banyak ibu yang tidak melakukan inisiasi menyusui dini (IMD). Padahal, IMD adalah tonggak penting untuk keberhasilan menyusui kelak. Ibu perlu mempersiapkan diri untuk IMD sejak hamil. Pastikan bahwa klinik/RS tempat ibu akan bersalin, mendukung IMD dan pemberian ASI (air susu ibu) eksklusif.
Cara IMD salah
Pelajari betul bagaimana cara melakukan IMD yang benar. “Kadang, bayi hanya diletakkan di area puting ibu, dan dianggap selesai. Bukan itu yang kita inginkan,” tandas Rita. Cara IMD yang betul yakni bayi diletakkan di perut ibu, lalu bergerak sendiri mencari puting susu ibu. “Selama proses ini, banyak sekali manfaat yang terjadi: ikatan emosional antara ibu dan bayi, perpindahan bakteri baik dari kulit ibu ke saluran cerna bayi, hingga perjuangan bayi untuk mendapat sumber makanan,” imbuhnya.
Bayi pisah kamar dengan ibu
Ada persepsi, ibu pasti capek setelah melahirkan, sehingga bayi dirawat di ruang terpisah dengan ibu, agar ibu bisa beristirahat. Sayangnya, persepsi ini kurang tepat. Betul bahwa ibu capek, tapi merawat bayi satu akmar dengan ibu jauh lebih banyak manfaatnya. Ikatan antara ibu dan bayi akan makin kuat, dan keberhasilan menyusui pun meningkat.
Penting menghindari perilaku saat hamil dan melahirkan yang bisa memicu stunting. PR belum selesai. Setelah ini, orang tua harus menghindari berbagai perilaku setelah si Kecil lahir hingga ia berusia 2 tahun, untuk mencegah stunting. (nid)
____________________________________________