Penyakit Langka Ancam Anak-anak | OTC Digest

Penyakit Langka Ancam Anak-anak

Urin (air seni) anak berbau manis seperti sirup maple; wajah anak bengkak dan tulangnya pendek bengkok-bengkok; anak tiba-tiba tidak sadarkan diri saat berusia beberapa hari dan akhirnya tidak tertolong. Ini semua penyakit langka (rare disease) yang bisa timbul pada anak-anak.

“Begitu banyak rare disease, lebih dari 7.000 penyakit, 80% karena kelainan genetik,” ujar Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) /RSCM, dalam peringatan Rare Disease Day 2017 di RSCM Kiara, beberapa waktu lalu.

Rare disease menjadi penyebab penyakit nomor 3 di dunia, dengan 350 juta penderita tersebar di berbagai negara. Dampak penyakit ini lebih berat dibanding kanker ditambah AIDS. Sekitar 50% kelainan ini mengenai anak-anak, dan 30% kematian anak disebabkan berbagai penyakit langka.

Tidak mudah didiagnosis. “Rata-rata di dunia, anak baru terdiagnosis setelah mengunjungi 8 dokter,” ungkap Dr. dr. Damayanti. Menyedihkan  karena hanya 5% yang bisa diobati. Pengobatan sangat mahal dan sulit didapat di Indonesia.

Penyakit rare disease berbeda di tiap negara. Indonesia belum memiliki fasilitas diagnostik dan belum ada pencatatan data. Definisi penyakit langka di Indonesia diadopsi dari definisi di Australia dan Taiwan, yakni: penyakit yang jumlah penderitanya <2.000 orang. “Sebenarnya belum tentu penyakit langka. Karena tidak ada fasilitas diagnostic, kelihatannya sedikit. Padahal mungkin saja banyak,” tutur Dr. dr. Damayanti.

Rare disease merupakan penyakit genetic recessive, diturunkan secara genetik dari pihak ayah dan ibu. Penyakit bisa ada dalam gen tapi tidak muncul, sehingga kita tidak menyadari keluarga memiliki gen penyakit tersebut. Ketika terjadi perkawinan dengan orang yang memiliki gen penyakit yang sama, anak yang dilahirkan bisa mengalami penyakit tersebut.

Yang bisa diupayakan yakni menghindari pernikahan dengan saudara sepupu dari kakek/nenek yang sama. Tapi, pernikahan yang sama sekali tidak bertalian darah belum tentu lebih aman. Penyakit sulit dicegah bila tidak pernah muncul dalam keluarga, karena tidak ada kewaspadaan. Lebih mudah dicegah bila pernah ada riwayat dalam keluarga; calon pengantin akan lebih waspada dan memeriksakan diri dulu, apakah punya gen penyakit langka. Bila keduanya pembawa sifat, mungkin anak akan sakit. “Tidak harus gagal nikah. Perlu persiapan agar anak yang yang dilahirkan sakit, misal dengan teknologi bayi tabung,” tutur Dr. dr. Damayanti. “Bisa dipilih sel telur dan sperma yang normal.”

 

MPS

MPS (Mucopolysaccharidoses) banyak ditemukan di Indonesia. Ini kelompok penyakit metabolik karena kelainan genetik. Tubuh anak dengan MPS tidak bisa memproduksi enzim-enzim lisosomal, yang diperlukan untuk memecah molekul glikosaminoglikan (GAG). “Satu saja enzim ini yang tidak bekerja, akan timbul gejala,” tegas Dr. dr. Damayanti.

GAG adalah polisakarida rantai panjang tidak bercabang, terdapat di sel. Bila tubuh tidak memiliki enzim lisosomal, GAG tidak bisa dicerna, sehingga menumpuk di sel, dan sel makin membesar. MPS sering tidak bisa terdeteksi karena gejalanya baru terlihat saat anak agak besar. Anak kecil asupan makanan masih sedikit; GAG belum banyak menumpuk. Seiring bertambahnya usia, tumpukan GAG  makin banyak dan muncul gejala.

Ada 9 tipe MPS (I – IX), tergantung jenis enzim lisosomal yang tidak dimiliki. Tak adanya enzim yang bekerja di jantung, otak, otot, sendi dan lain-lain, gejala yang muncul berbeda-beda. Pada MPR tipe II, kekurangan lisosomal yang bekerja di jantung dan otot, sehingga otot lemah. “Saat anak usia empat bulan kepalanya masih terkulai. Seharusnya sudah mulai tegak,” jelas Dr. dr. Damayanti. Pada tipe IV, GAG menumpuk di tulang sehingga bengkok-bengkok dan anak jadi pendek.

Secara umum, anak dengan MPS mudah dikenali. Biasanya wajah dan tenggorokan membesar, tubuh bengkok-bengkok dan pendek. Pada anak MPS ada penumpukan GAG di tenggorokan, sering disangka amandel (tonsil) bengkak. Karena dinding tenggorokan bengkak, jalan nafas menyempit dan nafas sesak. Anak mudah pilek, mulut menganga dan air liur menetes. Makin lama jalan nafas makin tertutup hingga ke paru-paru, hingga anak sulit bernafas.

 

PKU

Lain MPS, lain PKU (phenylketonuria). Pada PKU klasik terjadi kelainan gen yang membantu memproduksi enzim yang perlu untuk memecah phenylalanine. Terjadi penumpukan phenylalanine, yakni asam amino yang terdapat pada berbagai makanan sumber protein. Saat lahir, anak dengan PKU tampak normal. Masalah muncul beberapa bulan kemudian, ketika phenylalanine menumpuk di otak. “Sebanyak 99% anak dengan PKU mengalami retardasi mental; IQ di bawah 70,” ujar Dr. dr. Damayanti.

Anak PKU bisa kejang-kejang, perkembangan terlambat, masalah perilaku dan kelainan psikiatrik. Akibat phenylalanine berlebihan, tubuh anak berbau khas, seperti bau apek. Kulit dan rambutnya cenderung lebih terang dan lebih mungkin mengalami kelainan kulit misalnya eksim.

Pada PKU jenis lain, enzim masih sedikit berfungsi. PKU ini tidak terlalu berat. Risiko kerusakan otak lebih kecil. Pengobatannya berbeda dengan PKU klasik.

 

Isovaleric acidemia

Dr. dr. Damayanti pernah mendapat pasien isovaleric academia. Tubuh bayi cantik ini tidak memiliki enzim isovaleryl CoA dehydrogenase, untuk metabolisme asam amino leucin. Gejala muncul saat bayi banyak minum ASI atau susu. “Leucin menumpuk dan menjadi racun,” ucapnya. Gejala isovaleric academia bisa terlihat beberapa hari setelah bayi lahir. Bayi tidak mau makan, muntah-muntah, kejang dan lemas.

Saat dibawa ke RS, kesadaran pasien sudah menurun, “Amonia dalam darahnya tinggi sekali, hingga keringatnya berbau khas. Ia mendapat transfusi darah.” Pasien dirawat cukup lama di RS, tubuhnya dipasangi banyak kabel. Akhirnya bidadari ini kembali ke surga setelah berjuang selama 20 hari usianya.

MPS, PKU dan isovaleric academia hanya setitik kecil dari lautan penyakit langka. Perlu perjuangan agar anak-anak dengan penyakit langka bisa diselamatkan. (nid)

 

Bersambung ke: Orphan Drug dan Orphan Food