vaksin covid-19 berkejaran dengan waktu

Pembuatan Vaksin COVID-19 Berkejaran Dengan Waktu

Para ilmuwan di beberapa negara saat ini sedang berkejaran dengan waktu untuk memproduksi vaksin COVID-19. Israel sebagai salah satu negara yang tengah melakukan penelitian mengatakan dalam waktu yang tidak lama lagi telah merampungkan vaksin tersebut.

Ilmuwan Israel dalam beberapa hari ke depan diharapkan segera menyelesaikan pembuatan vaksin untuk virus corona baru ini.

Mengutip media lokal Israel Ha’aretz, peneliti dari Institute for Biological Research, yang disupervisi oleh kantor Perdana Menteri telah melakukan terobosan dalam memahami mekanisme biologis dan kualitas virus, termasuk kemampuan diagnosa yang lebih baik, produksi antibodi untuk mereka yang dinyatakan positif COVID-19, perkembangan ‘calon’ vaksin.

Secara umum proses pembuatan vaksin membutuhkan serangkaian tes dan percobaan yang bisa memakan waktu berbulan-bulan sebelum vaksin dinyatakan efektif untuk digunakan.

Namun, Kementerian Pertahanan Israel tidak mengonfirmasi hal yang sama seperti yang diklaim oleh peneliti. “Tidak ada terobosan tertentu yang dilakukan oleh peneliti untuk memroduksi vaksin atau alat tes. Mereka bekerja menurut metode yang sudah disusun, dan itu membutuhkan waktu. Dan bila ada yang harus dilaporkan, itu akan dilakukan sesuai prosedur yang seharusnya,” kata Menteri Pertahanan Israel.

“Institut biologi ini telah diakui dunia yang memiliki peneliti dan ilmuwan yang berpengalaman serta infrastruktur yang berkualitas. Saat ini ada lebih dari 50 ilmuwan berpengalaman yang bekerja mencari dan mengembangkan obat untuk virus ini,” tambahnya.

Sebagai informasi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan lembaga tersebut untuk mengembangkan / membuat vaksin untuk COVID-19 pada 1 Februari 2020 lalu.

Proses normal pembuatan vaksin membutuhkan waktu lama yang melibatkan penelitian praklinis pada binatang, diikuti dengan studi klinis pada manusia. Waktu yang lama dibutuhkan untuk memahami karakteristik efek samping dan bagaimana pengaruhnya pada populasi yang berbeda.

Dikabarkan pula pada tiga minggu lalu sampel virus datang dari Jepang, Itali dan beberapa negara lain. Sampel tersebut dikirim dengan pengawalan ketat oleh Kementerian Pertahanan Israel ke Institute for Biological Research dalam suhu – 80 °C.

Negara lain yang juga memproduksi vaksin

Tercatat ada 35 perusahaan dan institusi akademik yang mencoba memroduksi vaksin untuk COVID-19. Setidaknya empat lembaga riset telah memiliki ‘calon’ vaksin yang telah diujicobakan pada binatang.

Saat ini banyak peneliti masih fokus pada bagaimana virus ini berdampak pada binatang, dengan tantangan terbesarnya bagaimana virus tersebut berubah ketika menginfeksi dari binatang ke manusia.

Peneliti dari China mempublikasi urutan genetik virus di database yang bisa diakses secara terbuka, segera setelah terjadi wabah pada Januari 2020, sehingga lembaga riset lain atau perusahaan farmasi bisa mencoba mengembangkan obat atau vaksin tanpa menggunakan sampel virus.

Sekitar satu setengah bulan berikutnya – setelah urutan genetik virus dipublikasikan – perusahaan bioteknologi Moderna, Inc, di Boston, Amerika Serikat, mengumumkan telah selesai mengembangkan vaksin yang diharapkan efektif untuk COVID-19.

Vaksin tersebut dikirim ke Institut Alergi Nasional dan Penyakit Infeksi pemerintah Amerika Serikat, dan akan dilakukan percobaan klinis pada 25 partisipan (manusia) sehat pada April mendatang.

Bagamana vaksin dibuat

COVID-19 memiliki 80-90% materi genetik yang mirip dengan virus yang menyebabkan SARS. Keduanya terdiri dari strip asam ribonukleat (RNA) di dalam kapsul protein bulat yang ditutupi paku.

Paku-paku tersebut mengunci reseptor pada permukaan sel yang melapisi paru-paru manusia dan memungkinkan virus tersebut masuk ke dalam sel. Setelah masuk, ia membajak mesin reproduksi sel untuk menghasilkan lebih banyak salinan dirinya, sebelum ia keluar dari sel dan membunuh sel tersebut dalam prosesnya.

Semua vaksin bekerja sesuai prinsip dasar yang sama. Mereka berisi sebagian atau seluruh bagian patogen, biasanya dalam bentuk injeksi dan dalam dosis rendah untuk mendorong tubuh untuk menghasilkan antibodi terhadap patogen.

Umumnya vaksinasi/imunisasi adalah menggunakan virus hidup yang sudah dilemahkan, atau sebagian/seluruh virus yang sudah dibuat tidak aktif menggunakan kimiawi atau panas. Sayangnya metode ini memiliki kekurangan.

Vaksin virus hidup dapat bermutasi di dalam tubuh inangnya, misalnya berpotensi membuat si penerimanya sakit. Sementara itu, butuh dosis yang lebih tinggi atau berulang bila memakai vaksin dari virus yang tidak aktif.

Beberapa proyek vaksin COVID-19 menggunakan pendekatan yang telah dicoba dan diuji ini, tetapi yang lain menggunakan teknologi yang lebih baru. Salah satunya memakai vaksin rekombinan.

Ini melibatkan pengekstraksian kode genetik untuk lonjakan pada permukaan virus (COVID-19), yang merupakan bagian dari virus yang paling mungkin memicu reaksi kekebalan pada manusia, dan menempelkannya ke dalam genom bakteri atau ragi (yeast), memaksa mikroorganisme ini menghasilkan protein dalam jumlah besar.

Pendekatan lain yang lebih baru dengan memotong protein dan membangun vaksin dari instruksi genetik (RNA messenger) itu sendiri. Ini dilakukan oleh vaksin yang diproduksi Moderna Covid-19. (jie)

Baca juga : COVID-19 jadi Pandemi: Bagaimana Virus Ini Bekerja Melumpuhkan Penderita?