otak depan dan belakang tidak terkoordinasi saat depresi

Otak Depan dan Belakang Tidak Terkoordinasi saat Depresi, dan Ini Cara Mengatasinya

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang banyak dialami. Depresi tidak hanya mengganggu penderitanya tetapi juga orang-orang disekitarnya. Ternyata penelitian menunjukkan area otak depan dan belakang tidak teroordinasi saat Anda depresi.

Saat seseorang depresi kerap kali dibarengi dengan munculnya rasa rendah diri yang mengakibatkan si penderita membenci dirinya sendiri. Orang depresi kerap berpikir bila dirinya tidak berguna, tidak mampu mencapai prestasi apa pun, dan secara moral tercela. Mengapa orang depresi memiliki penilaian diri yang negatif dan apa yang terjadi di otak mereka?

Pada tahun 2017, Christopher Davey, profesor psikiatri di lembaga penelitian Orygen membandingkan aliran darah 86 orang depresi yang tidak melakukan perawatan medis, dengan 95 orang sehat (kelompok kontrol).

Aktivitas otak mereka dimonitor menggunakan MRI (magnetic resonance imaging). Pasien depresi berada di fase awal penyakit mereka, tetapi dua per tiga dari mereka juga mengalami gangguan kecemasan.

Prof. Davey dan tim meminta partisipan menyelesaikan serangkaian tugas sambil berbaring di mesin MRI, dan mesin MRI merekam aliran darah otak mereka. Tugas pertama mencakup penilaian diri sendiri. Selama tugas ini, peserta harus menunjukkan apakah diskriptor yang digambarkan cocok dengan mereka.

Kemudian mereka ditanya apakah kata-kata (yang diajukan) memiliki empat vokal atau lebih, tugas ini untuk menguji perhatian eksternal mereka yang membutuhkan pemusatan pikiran. Ketika mereka menjawab pertanyaan tersebut, para peneliti mengamati apakah hubungan antararea otak yang berbeda ikut terpengaruh.

Apa yang dipelajari dari riset tersebut?

Tidak ada perbedaan waktu reaksi pada tugas deskriptor diri antara dua kelompok partisipan tersebut, dan mereka juga akurat pada tes vokal. Namun peserta yang depresi lebih kerap menggabarkan sifat negatif tentang diri mereka, dibanding kelompok kontrol. Mereka juga lebih kerap menunjukkan jika tidak menyukai diri mereka sendiri.

Memilih deskriptor diri berarti peserta harus mencocokkan kata dengan kesan yang sudah dimiliki tentang diri mereka. Proses pencocokan ini melibatkan area depan dan belakang otak. Seperti sebuah tim dayung yang terkoordinasi baik, kedua area otak ini harus fleksibel dan terkoordinasi agar pencocokan dapat terjadi.

Dalam kasus penilaian diri, aktivitas otak bagian depan (medial prefrontal cortex) sering menjadi perantara aktivitas otak bagian belakang (posterior cingulate cortex).

Seperti yang peneliti perkirakan, ketika pasien yang depresi merefleksikan diri mereka sendiri – seperti tim dayung yang kacau – area otak bagian depan dan belakang tidak terkoordinasi. Saat otak bagian belakang aktif dalam tugas mendeskriptor diri, otak bagian depan bereaksi berlebihan ketika mencoba mengendalikannya. Semakin besar reaksi berlebih tersebut, semakin buruk orang depresi merasa tentang dirinya sendiri dibandingkan subyek kontrol.

Peneliti juga mendapati otak penderita depresi juga harus bekerja lebih keras untuk membangun keteraturan, ini sebabnya mereka kerap merasa sering lelah, sulit konsentrasi dan merasakan ketegangan perasaan.

Apa yang bisa Anda lakukan?

Menurut Srini Pillay, profesor psikiatri di Harvard Medical School, bila Anda merasa depresi, ketahuilah bahwa terjadi hubungan yang tidak stabil antara otak depan dengan belakang. “Ini membuat Anda tidak menyukai diri sendiri dan mengganggu kontrol emosi. Otak Anda kehilangan fleksibilitas dan akurasinya,” katanya dilansir dari health.harvard.edu.

Pengobatan yang disebut terapi sistem diri (self-system therapy / SST) dianggap lebih efektif untuk depresi. Dengan terapi ini, orang yang mengalami depresi dapat mencapai kontrol yang lebih baik terhadap emosi mereka.

Mereka belajar untuk menangkal kesan negatif diri mereka. “Tidak seperti terapi kognitif yang berfokus pada membingkai ulang ide-ide negatif ini, SST sama sekali tidak fokus pada ide-ide negatif ini.

“Sebaliknya, SST membantu pasien merasa lebih baik dengan mengajar mereka untuk fokus pada membuat hal-hal baik terjadi dengan mengejar tujuan yang melibatkan kemajuan, pertumbuhan, dan pencapaian. Ini bahkan jauh lebih efektif daripada terapi kognitif,” terang Prof. Pillay.

Jadi, menyadari bila otak mengubah kesan diri Anda adalah langkah pertama terapi ini. Setelah Anda memahami hal tersebut, Anda bisa mempelajari cara pengalihan perhatian ke tujuan positif, sehingga Anda dapat merasa lebih baik. (jie)

Baca juga : 300 Juta Orang di Dunia Alami Depresi, Bagaimana Memutus Ancaman Bunuh Diri Akibat Depresi