gangguan irama jantung fibrilasi atrium

Lansia Waspadai Gangguan Irama Jantung Fibrilasi Atrium

Semakin tua usia seseorang semakin rentan ia mengalami penyakit, salah satunya gangguan irama jantung, khususnya firbrilasi atrium. Serambi (atrium) jantung berdenyut terlalu cepat karena aliran listrik jantung yang terlalu banyak.

Fibrilasi atrium (FA) tidak bisa dianggap sebelah mata, walau FA merupakan kelainan jantung paling umum.

Jantung berdenyut karena ada aliran listrik yang bersumber dari satu organ yang disebut sinus (SA) node di serambi. Tapi ada kalanya sumber listrik di serambi menjadi banyak (dari sel-sel otot jantung), bisa mencapai 450-600 sumber. Ini memicu keluarnya impuls listrik yang tidak beraturan.

Keadaan tersebut menyebabkan gangguan irama jantung, bisa lebih cepat (>100 kali per menit), lambat (< 60 kali per menit) atau tidak teratur. Banyaknya sumber listrik menyebabkan darah serambi kiri jantung mengalami stasis (berputar-putar), menyebabkan terjadinya gumpalan darah di kuping jantung (left atrial appendage).

Jika gumpalan darah tersebut lepas, masuk ke bilik (ventrikel) jantung, kemudian dipompa bersama aliran darah sampai ke otak, berisiko menyumbat pembuluh darah di otak. Menyebabkan stroke.

Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), Ketua Indonesia Heart Rhtyhm Society (InaHRS), menjelaskan sebagian besar FA adalah aging disease (penyakit karena penuaan), walau bisa menyerang pada usia muda.

“Prevalensi penderita FA semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Di umur 40-60 tahun sekitar 0,2% dari total populasi, sedangkan > 80 tahun mencapai 15-40%,” ujarnya.

Framingham Heart Study yang melibatkan 5209 subyek sehat (tanpa penyakit kardiovaskular) menunjukkan, bahwa dalam periode 20 tahun, angka kejadian FA adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan.

Penderita FA berisiko 5 kali lebih tinggi mengalami stroke dibanding orang tanpa FA. Selain stroke, ungkap Prof. Yoga, FA juga dapat mengakibatkan gagal jantung.

Irama jantung yang tidak normal menyebabkan kontraksi otot-otot jantung tidak beraturan. Dalam jangka panjang berpotensi melemahkan pompa jantung dan memicu terjadinya gagal jantung.

Fakta lain adalah FA juga menyebabkan terjadinya serangan jantung (infark miokard). Irama jantung yang tidak teratur menyebabkan status pembekuan darah di seluruh tubuh meningkat. Jika penyempitan terjadi di pembuluh koroner, terjadi serangan jantung.

Gejala dan penyebab

FA memiliki gejala berupa cepat lelah, irama jantung tidak teratur, sesak nafas, berdebar, hingga kesulitan mengerjakan pekerjaan sehari-hari.

Dapat pula disertai rasa nyeri, dada tertekan dan seperti diikat. Pusing, rasa mengambang dan berputar hingga pingsan (bila jeda antardetakan jantung terlalu lama). Buang air kecil semakin sering.

Perlu waspada bila kita merasakan jantung kita berdenyut tanpa sebab. “Kalau diraba detak jantungnya, penderita merasakan jantung denyutnya terasa ada yang hilang, atau terasa timbul lebih dulu dari yang diharapkan. Bisa juga, denyutnya cepat seperti orang memukul drum terus normal lagi. Itu gejala FA,” urai Prof. Yoga.

Penyebab fibrilasi atrium dikelompokkan menjadi dua. Pertama, FA sorangan (lone atrial fibrillation) yang sebabnya tidak jelas. Kerap kali terjadi pada usia muda (usia <20 tahun) dan terdapat faktor genetik, misalnya penyakit jantung bawaan sejak lahir. Berdasarkan studi pada populasi, kejadian FA sorangan berkisar antara 12 -30% dari seluruh kasus FA.

Kedua, FA yang berkaitan dengan penyakit hipertensi (30-50 % penderita hipertensi mengalami serangan FA 3-5 kali), diabetes, hipertiroid, obesitas, usia tua, kebiasaan merokok dan stres berat. Ini yang lebih banyak terjadi.

“Stres berat dapat memicu keluarnya hormon-homon yang memicu impuls listrik di sel-sel otot jantung. Ini memicu terjadinya FA,” tukas dr. Yoga. 

Selain faktor di atas terdapat kelompok yang dianggap lebih berisiko mengalami FA seperti usia > 60 tahun, memiliki gangguan tidur, penyakit paru kronik, komsumsi alkohol atau memiliki pekerjaan dengan tingkat stres tinggi (mis: tenaga kesehatan, petugas pengatur lalu-lintas bandara, dll).

Menetap dan tidak menetap

FA sifatnya bisa belum menetap (FA paroksismal), persisten atau menetap (FA permanen). FA paroksimal bila kejadiannya hanya sesekali. Kadang pemantauan dengan EKG tidak bisa menangkap abnormalitas irama jantung, namun penderita mengeluhkan pernah merasakan gejala AF.

Dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan dengan memasang holter monitoringi, alat perekam detak jantung jangka panjang (bisa sampai 1 bulan). Atau, dengan implantable loope recorder, di mana alat dimasukkan ke bawah kulit. Mampu merekam detak jantung sampai 3 tahun.

Jenis kedua adalah FA persisten. Muncul dan menetap selama 7 hari, kemudian hilang sendiri. Atau, muncul, kemudian menetap, hilang karena pengobatan.

“Jenis ketiga adalah FA permanen. Ini jika pasien dan dokter sepakat untuk tetap memiliki FA tidak dirubah menjadi irama normal, tapi dikontrol supaya tidak terjadi stroke dan denyut jantung tidak cepat,” papar dr. Yoga.

Pencegahan

Sebagaimana halnya pada penyakit jantung pada umumnya, pencegahan primer FA dimulai dari merubah gaya hidup, seperti mengonsumsi makanan tinggi serat, menghindari lemak, berhenti merokok dan berolahraga.

Namun jika mendapati gejala-gejala di atas, sebaiknya Anda segera konsultasi ke dokter. Dokter biasanya akan menghitung risiko FA dengan metode skoring.

Yakni dengan memasukkan faktor  congestive heart pulse (detak jantung kongestif), usia, riwayat hipertensi, diabetes, stroke dan jenis kelamin. Obat berupa pengencer darah (antikoagulan) diberikan jika skor FA > 2.

“Pengobatan FA sebenarnya murah jika cepat ditangani. Menjadi mahal jika sudah kena stroke atau serangan jantung,” tegas dr. Yoga. (jie)