lansia rentan alami depresi, mengatasi depresi pada lansia
mengatasi depresi pada lansia

Lansia Rentan Alami Depresi, Bagaimana Mengatasi Depresi Pada Lansia

Depresi pada lansia semakin banyak terjadi. Sayangnya sebagian besar lansia tidak tahu gejala depresi dan bahayanya, dan sebagian lagi enggan mencari pertolongan.

Sebuah poling tahun 2020 yang dilakukan oleh GeneSight Mental Health Monitor menemukan bila 61% responden berusia >65 tahun yang khawatir mereka mungkin mengalami depresi tidak mencari pengobatan. Sekitar sepertiganya percaya bahwa depresi bisa hilang sendiri.

Sikap ini dapat menyebabkan banyak lansia mengalami penderitaan yang tidak perlu bila depresi diobati/diterapi.

“Depresi masih membawa stigma, terutama di kalangan orang tua, yang biasanya enggan mengakui bila mereka memiliki masalah,” kata Dr. Caroline Bader, spesialis geriatri di McLean Hospital, AS. “Padahal depresi adalah masalah umum yang bisa diobati, dan para lansia ini perlu tahu bila mereka tidak sendirian atau tidak perlu menderita dalam diam.”

Menghadapi perubahan hidup baru

Lansia sering menolak kenyataan mengalami depresi karena mereka menganggapnya sebagai masalah kesehatan lain yang muncul seiring bertambahnya usia, yang belum tentu benar. “Merasa tertekan bukanlah bagian normal dari proses penuaan,” tegas Dr. Bader, melansir Health Harvard.

Walau depresi bisa dialami baik pria atau wanita, lansia pria bisa menjadi lebih rentan. Pasalnya, saat masih produktif, sebagian besar energi digunakan untuk mencari nafkah atau mengejar impian-impiannya, dan pekerjaannya (karier) menjadi identitasnya.

Tetapi di masa pensiun, banyak lansia yang kehilangan rasa percaya diri itu, menurut Dr. Bader. “Ini adalah perubahan besar bagi banyak pria, dan mereka tidak tahu bagaimana mengisi ruang itu,” katanya.

Ini menyebabkan munculnya rasa tidak memiliki tujuan dan keputusasaan, yang adalah faktor pemicu depresi.

Mencari pertolongan

Langkah pertama menghadapi depresi adalah mengenali gejalanya dan tidak mengabaikannya. Memiliki teman bicara akan sangat membantu mereka yang mengalami depresi. Atau, konsultasikan dengan dokter (psikiater) untuk mendapatkan obat yang diperlukan.

"Membuka diri terhadap teman dan keluarga juga dapat membantu Anda mendapatkan perspektif tentang apakah gejala depresi telah menjadi masalah dalam hidup Anda, dan Anda perlu mencari bantuan lebih lanjut," kata Dr. Bader.

Depresi kerap kali menunjukkan tanda-tanda seperti:

  1. Kehilangan minat terhadap kegiatan favorit
  2. Suasana hati sedih atau “kosong” terus-menerus
  3. Meningkatnya rasa bosan dan sikap apatis
  4. Kelelahan atau kehilangan energi
  5. Kegelisahan atau lekas marah
  6. Insomnia atau menghabiskan terlalu banyak waktu di tempat tidur
  7. Perasaan putus asa atau pesimisme
  8. Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan
  9. Penambahan atau penurunan berat badan yang tidak disengaja

Mengatasi depresi

Selain mencari pertolongan ke dokter, ada beberapa cara lain yang efektif untuk mengatasi atau mengelola gejala depresi.

“Ketika Anda mengenali depresi sebagai sesuatu yang nyata dan dapat diobati, Anda dapat mulai meningkatkan banyak aspek kehidupan Anda,” imbuh Dr. Bader.

1. Lakukan perubahan kecil 

Menambahkan kebiasaan baru secara teratur dapat membantu menangkal, bahkan mengobati banyak gejala umum depresi.

“Tidak perlu perubahan besar-besaran,” tukas Dr. Bader. “Penyesuaian kecil seringkali berdampak signifikan.” Misalnya, jadikan olahraga setiap hari sebagai prioritas (menjadikan alasan untuk beraktivitas), terlibat dalam komunitas agama, atau menjadi sukarelawan dalam organisasi amal.

“Ini membantu menciptakan rasa tujuan yang lebih besar,” kata Dr. Bader.

2. Lakukan meditasi mindfulness.

Meditasi ini akan mengajarkan Anda untuk mengelola stres yang dapat memperburuk atau menyebabkan gejala depresi.

Baca: Meditasi Tidak Harus Diam, Kenali 7 Jenis Meditasi Yang Cocok Untukmu

3. Cobalah psikoterapi online 

Selama pandemi banyak bermunculan layanan telemedicine, termasuk konsultasi psikologi.

“Terapi bicara bisa menjadi hal positif bagi banyak orang dan membantu mengatasi masalah yang memicu depresi,” tutur Dr. Bader. “Pendekatan ini juga bisa menjadi pilihan bagi pria yang enggan melakukan terapi tatap muka.” (jie)