Kenali gejala nyeri leher akibat saraf terjepit | OTC Digest

Kenali gejala nyeri leher akibat saraf terjepit

Nyeri leher memiliki banyak sebab, misalnya karena salah posisi tidur, terlalu lama bermain gawai atau tegangnya otot-otot leher akibat fokus merampungkan deadline pekerjaan. Nyeri leher karena hal-hal tersebut biasanya akan segera membaik.

Nyeri leher akibat saraf terjepit (herniated nucleus pulposus / HNP) lain cerita. Menurut dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, dari Lamina Pain and Spine Center, Jakarta, saraf terjepit di area leher akan menimbulkan gejala nyeri yang menjalar ke lengan.

“Jika nyerinya hanya di leher saja, berarti bukan saraf terjepit. Mungkin akibat kaku otot,” terang dr. Mahdian pada Selasa (19/2/2018) lalu.

Sejatinya saraf terjepit  atau HNP bisa terjadi di sepanjang tulang belakang; mulai dari area lumbal (5 ruas tulang punggung bawah), thoraks (12 ruas tulang punggung atas) hingga servikal (7 ruas tulang leher).

HNP adalah suatu kondisi di mana isi bantalan (diskus) antar-ruas tulang belakang bocor sehingga menekan saraf. Diskus di tulang belakang terdiri atas 2 bagian; annulus fibrosa (bagian luar yang keras) dan nucleus pulposus (bagian dalam sendi yang berbentuk seperti gel).

Diskus berperan sebagai peredam kejut (shock absorber). Bersamaan dengan dua sendi kecil di belakang leher, diskus akan membantu manusia untuk menggerakkan lehernya. Bagian dalam inilah yang oleh berbagai sebab mengalami kebocoran.

Dr. Madian menjelaskan, beberapa faktor seperti trauma atau cedera tulang leher, misalnya pada atlet olahraga ekstrim atau bela diri, dapat menyebabkan saraf terjepit.

Gejala

Ukuran diskus di area tulang leher tidak terlalu besar, sehingga ruang untuk saraf juga tidak terlalu besar. Bila diskus bagian ini terjepit – walau sedikit saja – dapat bergesekan dengan saraf dan menimbulkan rasa nyeri.

Nyeri leher karena saraf terjepit memiliki gejala seperti nyeri yang menjalar hingga lengan, ada rasa kebas dan kesemutan pada lengan bawah sampai jari. Pada beberapa orang ditunjukkan dengan kelemahan otot; tidak kuat mengangkat / memegang benda.   

Penyebaran nyeri

1. Bila diskus menekan saraf C4-C5 (akar saraf C5) akan menyebabkan nyeri bahu dan kelemahan otot deltoid di bagian lengan atas, dan biasanya tidak menyebabkan baal/kesemutan.

2. Bila menekan saraf C5-C6 (akar saraf C6) menyebabkan kelemahan otot bisep dan ekstensor pergelangan tangan. Rasa baal dan kesemutan disertai rasa sakit dapat menjalar ke sisi ibu jari tangan. Ini adalah salah satu gejala paling umum untuk saraf terjepit di tulang leher.

3. Jika menekan saraf C6-C7 (akar saraf C7) menyebabkan kelehan otot trisep dan ekstensor jari. Rasa baal dan kesemutan disertai rasa sakit akan menjalar ke area trisep (lengan atas belakang) dan jari tengah.

4. Saat menekan saraf C-T1 (akar saraf C8) yang terletak di bagian paling bawah leher (tempat bertemunya tulang belakan leher dengan dada, atau punggung atas) menyebabkan kelemahan fungsi menggenggam, bersamaan dengan rasa baal dan kesemutan yang menjalar di lengan ke sisi jari kelingking.

Tatalaksana

Dokter akan melakukan proses diagnosis dengan melakukan pemeriksaan fisik, neurologis (saraf) dan radiologi menggunakan CT scan atau MRI.

Setelah diketahui lokasi saraf terjepit, “Biasanya selama satu minggu akan diberikan obat antiradang dan pasien diminta untuk bed rest (tirah baring). Kemudian dievaluasi,” ujar dr. Mahdian.

Jika nyeri tidak membaik, dilakukan tindakan bedah. Salah satu teknik bedah terbaru dengan sayatan kecil adalah percutaneous endoscopic cervical discectomy (PECD); disebut juga endoskopi servikal.

Dibandingkan dengan metode konvensional (anterior cervical discectomy and fusion / ACDF), teknik PECD dipandu kamera endoskopi yang menampilkan gambar pada layar.

“Keuntungan PECD antara lain luka sayatan kecil hanya 4 mm, bisa dilakukan dengan bius lokal. Tindakan dilakukan sekitar 40-50 menit, kemudian pasien diobservasi sekitar 2 jam dan diperbolehkan pulang beraktivitas normal,” kata dr. Mahdian.

Angka keberhasilan teknik PECD sekitar 90%, dengan risiko minimal dibanding ACDF. Teknik ACDF dilakukan dengan membuat sayatan di tenggorokan untuk mengeluarkan isi diskus. Kemudian memasukkan cangkok untuk menyatukan tulang-tulang di atas dan bawah diskus.

ACDF memiliki risiko komplikasi pasien menjadi seperti susah menelan, mengalami memar, kebocoran cairan serebrospinal, perburukan gejala kram atau baal, hingga kegagalan pemasangan implan.(jie)