Hipertensi disebut sebagai pembunuh diam-diam atau silent killer bukan tanpa sebab. Penyakit ini sebagian besar tidak bergejala, hingga menimbulkan komplikasi berupa serangan jantung, stroke atau gangguan ginjal. Sehingga sangat penting mengelola tekanan darah, salah satunya dengan menakar asupan garam.
Fakta memrihatkan terkait hipertensi adalah angka hipertensi di Indonesia selama 3 dekade terakhir tidak pernah turun. Survei Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 yaitu sekitar 34%, tidak berubah dari angka survei tahun 2007.
Itu berarti sekitar 63.309.620 orang di Indonesia terkena hipertensi. Hipertensi terjadi pada kelompok usia produktif yaitu 31-44 tahun sebesar 31,6%, usia 45-54 tahun sebesar 45,3%, dan usia 55-64 tahun sebesar 55,2%.
Tingginya kasus baru hipertensi antara lain akibat tingginya faktor risiko hipertensi seperti diabetes mellitus, kegemukan, konsumsi garam yang tinggi dan merokok.
Prof. dr. Rully M.A. Roesli, SpPD-KGH, PhD, Advisory Board Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menjelaskan, hipertensi bisa dicegah dengan beberapa cara seperti menjalani pola makan sehat seperti pembatasan asupan garam, serta rutin melakukan pengecekan tekanan darah.
Faktanya, Riskesdas 2018 mencatat 29,7% orang Indonesia mengonsumsi makanan tinggi garam ≥1 kali per hari. Tingginya asupan garam sudah terbukti berkaitan dengan peningkatan tekanan darah dan risiko terkena hipertensi.
Anjuran batas asupan garam harian dari Kementerian Kesehatan RI adalah maksimal 5 gram/hari (1 sendok teh). Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan label makanan sebelum membeli produk makanan serta hindari produk dengan kandungan garam atau sodium tinggi.
“Selain memperhatikan label makanan, memasak sendiri juga merupakan salah satu alternatif untuk mendukung pola makan sehat, termasuk pengendalian asupan garam. Namun, hal ini tentunya bergantung pada jumlah dan jenis bahan yang digunakan, terutama penggunaan saus dan kecap,” terang Prof. Rully, dalam peringatan Hari Hipertensi Sedunia, Selasa (17/5/2022).
Penderita hipertensi wajib memperhatikan adanya garam tersembunyi dalam makanan olahan / kemasan, seperti pada makanan kaleng, daging olahan dan mie instan. Selain itu garam tersembunyi juga ada di produk saus dan kecap.
“Kalau beli sesuau (makanan olahan/saus/kecap) baca kandungan NaCl-nya. NaCl (natrium klorida) itu garam. Mie instan itu tinggi garamnya, hampir 2 gram, makannya enak. Kalau masak sendiri lebih baik sebagai penyedap rasa perbanyak mericanya (atau rempah lainnya), garam dikurangi,” Prof. Rully menyarankan.
Data Wiley Online Library menunjukkan bahwa sumber utama konsumsi garam di negara-negara Asia adalah dari penambahan saat memasak dan makan, yaitu mencapai 72-76% total asupan garam harian, dimana salah satunya berasal dari kecap asin.
Tentang kandungan garam tersembunyi, Dr. dr. Amanda Tiksnandi, SpS, selaku pengurus InaSH, mengakui tidak mudah mengukur garam yang masuk ke dalam tubuh.
“Tapi yang biasa kita anjurkan adalah kurangi jajanan pinggir jalan seperti keripik, potato chip atau makanan kemasan. Itu kalau dihitung kandungan garamnya sangat tinggi,” katanya. “Mengurangi garam bukan benar-benar membuat makanan hambar, karena pada dasarnya kita tetap butuh garam. Yang harus diperhitungkan / dikurangi adalah jajanan.”
Mewaspadai garam tersembunyi dalam makanan kemasan, saus/kecap, bersama-sama dengan meningkatkan asupan serat, olahraga teratur 30 menit per hari (3 - 5 kali seminggu), turunkan berat badan dan lingkar pinggang (<90 cm untuk pria dan <80 cm pada wanita), adalah intervensi perubahan gaya hidup untuk mengatur tekanan darah. (jie)
Baca juga: Cegah Hipertensi, Bagaimana Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Di Rumah yang Benar