kasus kematian akibat kanker paru di indonesia meningkat

Kasus Kanker Paru Di Indonesia Meningkat: Sebabkan Kematian 71 Orang Per Hari

Selama lima tahun terakhir kasus kanker paru di Indonesia meningkat sebesar 10,85%. Ini menempatkan Indonesia pada kondisi serius. Sebagian besar kematian karena kanker paru disebabkan oleh asap rokok.

Data Globocan (Global Cancer Observatory) 2018 menyatakan kanker ini menempati peringkat pertama sebagai kanker paling mematikan di Indonesia, yang merenggut sebanyak 26.095 jiwa dari 30.023 kasus yang terdiagnosa di 2018. Jumlah tersebut setara dengan 71 orang Indonesia meninggal setiap hari akibat kanker paru.  

Meningkatnya kasus kanker paru bukan tanpa sebab, peningkatan jumlah perokok ditengarai berpengaruh. Penelitian menyatakan sedikitnya 80-90% kematian akibat kanker paru di dunia disebabkan oleh asap rokok; mengenai perokok aktif dan perokok pasif.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat prevalensi perokok di atas usia 15 tahun mencapai 33,8 % dan penduduk usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 % (2013) menjadi 9,1 % (2018).

Prof. dr. Elisna Syahruddin, PhD, Sp­P(K), Ketua Pokja Kanker Paru Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mengatakan, asap rokok mengandung berbagai zat karsinogen dan mengotori udara, sedangkan udara juga banyak mengandung zat karsinogen. Udara dengan zat polusi itu tersebar di lingkungan.

“Akibatnya, orang yang tidak merokok berpotensi menghirup zat-zat karsinogen itu dan dapat menimbulkan berbagai penyakit paru, salah satunya kanker paru,” terangnya dalam rangkaian kegiatan Bulan Peduli Kanker Paru Sedunia yang berlangsung secara virtual, Senin (23/11/2020).

Peningkatan kasus kanker paru telah masuk ke tahap memrihatinkan. Selain akibat merokok, lingkungan kerja juga bisa menjadi penyebab timbulnya kanker ini. Seperti pabrik tambang, semen dan keramik yang cenderung terpapar radiasi, serta bahan kimia karsinogenik.

Gejala kanker paru sulit dibedakan dengan gejala berbagai penyakit paru lainnya, terutama gejala saluran napas karena tidak khas. Prof. Elisna menguraikan, gejala bisa berupa batuk lama, batuk darah, sesak napas atau nyeri dada.

Namun kadang muncul gejala lain, seperti menurunnya berat badan, demam tidak terlalu tinggi tetapi tidak merespon pada obat penurun panas. Karena gejalanya tidak khas, maka sering terabaikan sehingga kanker tersebut telah berada di stadium lanjut.  

Baca : Balon Karet untuk Deteksi Dini Kanker Paru

Imunoterapi di Indonesia

Saat ini pengobatan kanker paru di Indonesia telah tersedia dalam beberapa pilihan pengobatan seperti operasi, kemoterapi, terapi radiasi, terapi target, dan yang paling terbaru ialah imunoterapi.

Dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, SpP(K), spesialis paru dari RSUP Persahabatan, Jakarta menyampaikan, “Indonesia telah mengenal imunoterapi untuk kanker paru sejak 2016, yang cara kerjanya menstimulasi sistem imun tubuh untuk memberikan respons imunitas antitumor, sehingga meningkatkan harapan hidup pasien kanker paru stadium lanjut dan meningkatkan kualitas hidup pasien.”

Sistem kerja dari imunoterapi ini dengan langsung menghambat pertemuan sel imun yang kerap dimanfaatkan oleh sel kanker untuk menghindari serangan dari sistem imun atau daya tahan tubuh.

“Dengan begitu, sistem kekebalan pada penderita kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut,” tambah dr. Sita.

Terdapat beberapa jenis imunoterapi untuk pasien kanker paru yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien kanker, antara lain imunoterapi penghambat ‘checkpoint’ sistem imun, vaksin kanker berupa vaksin terapeutik untuk membunuh sel kanker, dan terapi sel T adoptive yang mengubah salah satu jenis sel darah putih pada penderita kanker untuk dapat kembali menyerang sel kanker. (jie)