penanganan covid-19 di bali, kasus covid-19 di bali rendah

Kasus COVID-19 di Bali Rendah : Belajar Dari Bali Bagaimana Menekan Penyebaran Corona

Kasus COVID-19 di Indonesia terus bertambah hingga Rabu (13/5/2020) lalu tercatat 15.438 terkonfirmasi positif, sembuh 3.287, dan meninggal 1.028. Namun di balik penambahan kasus, ada ‘keanehan’ terjadi di Bali, hanya ada sedikit kasus positif COVID-19 dan kematian yang minimal.  

Keheranan ini bahkan membuat dunia bertanya-tanya : Bagaimana Bali bisa melakukan itu? Media asing (Asian Times) bahkan menurunkan tulisan berjudul Bali’s mysterious immunity to Covid-19 (imunitas misterius Bali terhadap COVID-19).

John McBeth dalam artikelnya tersebut menulis dalam tiga bulan pandemi COVID-19 hanya terdapat sedikit sekali kasus positif corona. Tidak ada cerita tentang rumah sakit yang kebanjiran pasien atau peningkatan tajam orang yang kremasi di pulau yang dihuni sekitar 4,2 juta orang, di antaranya termasuk ribuan penduduk asing.

Sebagai contoh di Desa Pererenan, Kabupaten Badung, yang terletak di pinggir pantai yang juga adalah destinasi favorit untuk selancar tidak tercatat ada kasus positif COVID-19.

Hingga Rabu (13/5/2020) tercatat 332 kasus positif corona, dengan 220 orang sembuh dan 4 meninggal di Bali. Ini berarti CFR (Case Fatality Rate) -nya sebesar 1,2%, jauh dari angka nasional yang menyentuh 6,6%. Tingkat kesembuhan sementara ada dikisaran 66,2%, juga di atas angka nasional 21,3%.

Hingga kini Bali merupakan salah satu provinsi yang tidak menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Lantas bagaimana Bali bisa menekan penyebaran COVID-19?

Berpegang pada adat lokal

Dikutip dari historia.id, menurut I Gede Wiratmaja Karang, dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, masyarakat Bali memiliki konsep local wisdom (kearifan lokal) yang dipegang kuat. Ini ternyata efektif untuk mencegah menyebaran virus SARS-CoV-2.

Masyarakat Bali memiliki empat guru utama (catur guru) yang harus dipatuhi, yakni pendeta sebagai guru pengajian, pemerintah sebagai guru wisesa, ajaran di dalam kitab sebagai guru swadhyaya, dan orangtua sebagai guru rupaka.

“Itu (catur guru) patuhi saja. Kita tetap waspada, tidak usah dibesar-besarkan, hadapi dengan tenang, ikuti aturan yang ditetapkan pemerintah, pasti berhasil,” kata I Gede Wiratmaja.

Artinya, masyarakat Bali dari ‘sono’-nya sudah taat dan berpengang erat pada adat istiadat. Peranan desa adat juga berperan penting untuk mengatur masyarakat Bali. Tercatat ada 1.493 desa adat di Bali yang menjadi ujung tombak pencegahan penyebaran COVID-19.

Gubernur Bali I Wayan Koster dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Selasa (12/5/2020) mengatakan, “Desa adat sebagai andalan utama mengendalikan pergerakan masyarakat di wilayah masing-masing agar tidak keluar atau kedatangan orang luar masuk ke wilayahnya dengan kontrol ketat. Karena desa adat punya hukum adat, warga jadi tertib dan disiplin, selama ini baik.”

Elemen-elemen tradisi / adat terbukti bermanfaat sebagai garda depan pencegahan virus corona. Bali memiliki pola jagabaya yang antara lain bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat untuk melaksanakan isolasi mandiri selama 14 hari pada mereka dengan status Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pemantauan (ODP), dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP), serta yang berstatus Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Jagabaya – misalnya Jagabaya Dulang Mangap (JDM) di Buleleng -  juga melakukan penyemprotan disinfektan di griya dan pura sebagai tempat berkumpulnya umat dalam melaksanakan ritual keagamaan yang berpotensi sebagai tempat penyebaran virus corona.

Karantina wilayah

Pemerintah daerah Bali juga memiliki kesigapan untuk menerapkan karantina wilayah.

Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan (GTPP) COVID-19 Bali menyepakati melakukan karantina wilayah di Banjar Serokadan, Desa Abuan, Kabupaten Bangli. Kebijakan ini muncul setelah 443 orang dinyatakan reaktif hasil rapid test yang dilakukan di tiga banjar di Desa Abuan.  

Dewa Made Indra, Ketua Harian GTPP COVID-19 Bali saat itu mengatakan, “Dalam lingkup kecil dilakukan karantina wilayah, sementara hanya satu banjar, yang lain mengikuti.” Saat ini –setelah dilakukan tes swab - sebagian besar orang yang positif sudah sembuh, dan pemerintah daerah setempat memutuskan untuk tidak memperpanjang isolasi.

Penyediaan prasarana kesehatan

Pemerintah Provinsi Bali dilaporkan telah menyiapkan sejumlah prasaranan kesehatan. Mulai dari 13 rumah sakit rujukan (dengan 392 tempat tidur dan ruang isolasi), tenaga medis, alat rapid test, APD (alat perlindung diri), hingga ventilator.

Pemprov Bali juga memiliki laboratorium berbasis PCR yang terletak di RSUD Sanglah dengan kapasitas 490 spesimen per hari.

Dari paparan di atas sudah sepantasnya pemerintah daerah lain juga mencontoh apa yang Bali lakukan. Mulai menggali kearifan lokal masing-masing daerah, karena pendekatan budaya jauh lebih mengena dibanding pendekatan struktural.

Dan, sediakan alat prasanara kesehatan yang memadai sehingga masyarakat / tenaga medis merasa aman dan bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. (jie)