jokowi optimis vaksin covid-19 bisa diproduksi awal tahun depan

Jokowi Optimis Vaksin COVID-19 Bisa Diproduksi Awal Tahun Depan, Apa Kabar dengan Vaksin Merah Putih?

Dalam peninjauan uji klinis vaksin COVID-19 fase III Presiden Joko Widodo mengatakan keoptimisannya bila pengembangan vaksin bisa berjalan baik. Selanjutnya diharapkan vaksin sudah bisa diproduksi awal tahun depan.

Sebagaimana diketahui kandidat vaksin COVID-19 yang sedang diuji coba ini merupakan kerjasama antara Bio Farma dan Sinovac. Secara keseluruhan, sebanyak 1.620 relawan akan dilibatkan dalam uji klinis ini.

Presiden Jokowi berharap pengujian tahap III ini dapat selesai dalam enam bulan. Sehingga, vaksin dapat segera diproduksi dan dibagikan ke masyarakat pada Januari 2021.

Relawan akan mendapatkan dua kali suntikan selama uji klinis tahap III ini. Bila dinyatakan lolos uji, Bio Farma menyatakan sudah mampu memproduksi sebanyak 250 juta vaksin.

"Kita harapkan nanti insya Allah di bulan Januari kita sudah bisa memproduksi. Kalau produksinya sudah siap langsung diberikan vaksinasinya kepada seluruh masyarakat di Tanah Air," kata Presiden Jokowi setelah meninjau pelaksanaan uji coba yang digelar di Gedung Eijkman, Fakulatas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung, Selasa (11/8/2020).

Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ketua Tim Peneliti Uji Klinis dari FK Unpad, Prof. Kusnandi Rusmil menjelaskan setelah uji klinis fase III berhasil, vaksin harus mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk bisa dijual. Sementara untuk bisa menjual vaksin ke negara lain, Bio Farma harus mendapat izin dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Vaksin ini tetap melalui fase pertama, kedua, dan ketiga. Jadi tidak dipercepat. Setelah lolos fase tiga, mesti masuk multicenter. Kalau multicenter bagus, ya dengan izin Badan POM dan WHO, vaksinnya bisa dijual," kata Kusnandi.

Uji klinis tahap ketiga ini bermaksud melihat keamaan dan respons imun tubuh terhadap vaksin yang diberikan. Selain itu, juga dilihat efikasi atau manfaat bagi individu yang diimunisasi.

Prof. Kusnandi mengatakan, jika dilihat dari uji klinis fase I dan II yang dilakukan di Wuhan, kadar zat anti COVID-19 sudah menunjukkan hasil yang bagus, yakni mencapai 97 dan 96 %.

Vaksin Merah Putih

Indonesia secara mandiri juga sedang mengembangkan vaksin COVID-19 yang diolah dari isolat virus SARS-CoV-2 di Indonesia; dinamai vaksin Merah Putih.

Vaksin tersebut merupakan kerjasama antara Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, PT Bio Farma, BPPT, LIPI, BPOM dan sejumlah universitas.

Dilansir dari Liputan6, Prof. Amin Soebandrio, Direktur LBM Eijkman, menjelaskan bakal calon vaksin ini akan segera diujikan pada hewan dalam 2-3 bulan ke depan.

“Target kita awal tahun depan, Februari atau Maret, sudah memberikan kepada industri untuk dilanjutkan dengan uji klinis (pada manusia),” katanya.

Kenapa harus memiliki vaksin sendiri?

Dalam kesempatan berbeda, Prof Amin menjelaskan Indonesia harus memiliki kedaulatan vaksin untuk dapat menangkal pandemi COVID-19.

Pasalnya jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak, yakni mencapai 260 juta jiwa. Untuk mendapatkan perlindungan yang memadai, setidaknya sekitar 70 % atau 170 juta jiwa masyarakat harus memiliki kekebalan terhadap COVID-19. Sementara itu, satu orang membutuhkan dua dosis, sehingga minimal Indonesia memerlukan 350 juta dosis vaksin.

Ia menambahkan jika Indonesia tidak memiliki kedaulatan vaksin COVID-19, maka negara harus bersiap menanggung biaya sekitar Rp 52 triliun – dengan asumsi harga 1 dosis vaksin adalah US$ 10 - untuk mengimpor vaksin dari luar negeri.

Selain itu, suplai vaksin juga akan menjadi kendala, karena produsen di luar negeri belum tentu sanggup memasok vaksin dengan jumlah sangat banyak ke Indonesia dalam waktu singkat.

Prof. Amin memprediksi dibutuhkan waktu sekitar 7 tahun untuk menyelesaikan vaksinasi bagi 70 % masyarakat Indonesia jika hanya mengandalkan vaksin import dari negara lain.

“Pabrik di luar negeri pasti harus menyuplai ke negara lainnya juga. Kalau Indonesia mendapat jatah, misalnya satu juta dosis per minggu, maka kita butuh 350 minggu untuk menyelesaikan vaksinasi berarti tujuh tahun baru selesai.” (jie)