Jangan ikuti program bayi tabung untuk mendapat anak kembar, Kenapa? | OTC Digest

Jangan ikuti program bayi tabung untuk mendapat anak kembar, Kenapa?

Bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) biasanya diperuntukkan bagi pasangan yang kesulitan mendapatkan anak. Tidak hanya bisa mendapat momongan, lewat bayi tabung memungkinkan untuk ‘memesan’ bayi kembar.

Bayi tabung merupakan rekayasa medis untuk memilih sel telur terbaik, kemudian dilakukan pembuahan di luar rahim (menjadi embrio) yang kemudian dimasukkan kembali ke dalam rahim untuk menjadi bayi.

Menurut Prof. Arief Boediono Phd, embriologis sekaligus Scientific Director Morula IVF Indonesia, bayi kembar dimungkinkan bila embrio yang dimasukkan ke dalam rahim lebih dari satu. “Tetapi sebaiknya jangan. Karena bayi kembar itu tidak sehat, risiko kelahiran prematur, bahkan meninggal tinggi. Rahim diciptakan untuk menampung satu embrio/bayi,” ujarnya.

Beberapa pasangan suami istri menginginkan memiliki anak kembar laki-laki dan wanita sekaligus. Dalam kasus tersebut dua embrio dimasukkan ke dalam rahim. Lain hal pada kembar identik, satu embrio membelah menjadi dua di dalam rahim.

“Kalau rahimnya dalam kondisi optimal, ada kemungkinan kedua embrio bisa menempel dan terjadilah kembar. Hamil kembar 2 bisa saja dikatakan normal, tetapi ada ibu yang hamil satu pun berat, apalagi isi dua.

“Kami selalu ngomong ke pasien bahwa yang sehat itu hanya satu bayi. Karena nutrisi yang diberikan ke bayi lebih terjamin, kasih sayangnya berlebih, dan kehamilannyapun cukup bulan,” terang Prof. Arief.

Pada beberapa kasus, terjadi kembar lebih dari 2. Prof. Arief menjelaskan kondisi tersebut menyebabkan bayi dilahirkan tidak cukup bulan, misalnya lahir pada bulan ke 6. Membuatnya harus dirawat di NICU (neonatal intensive care unit), karena perkembangan jantung atau organ parunya belum optimal.

“Dulu ada kasus kembar 5, harus lahir prematur dan masuk NICU. Tetapi 4 bayinya meninggal, bertahan satu bayi dengan kelainan jantung, karena ia lahir terlalu muda,” terang Prof. Arief dalam acara bertajuk Ultimate Service, Tingkatkan Kepercayaan Pejuang Buah Hati di Morula IVF Indonesia, di Jakarta (8/10/2019).

Sebagai tambahan informasi, dalam satu siklus proses bayi tabung bisa didapatkan lebih dari satu embrio yang siap ditanamkan ke dalam rahim. Sisa embrio yang tidak ditanamkan ke dalam rahim bisa disimpan, dan digunakan sebagai cadangan bila proses bayi tabung gagal.

“Kami memiliki fasilitas Egg Banking, di mana tidak hanya bisa menyimpan sel telur, tetapi juga sperma dan embrio,” tukas Prof. Arief. “Kalau mau dapat healthy baby sebaiknya satu embrio saja yang ditransfer, sisanya disimpan sehingga kalau gagal bisa jadi cadangan. Atau bisa jadi adiknya nanti beberapa tahun kemudian kalau sudah ingin hamil lagi.”

Proses bayi tabung

Secara garis besar, prosedur bayi tabung dimulai dari tahap stimulasi ovarium, tahap supresi, pengambilan sel telur, pembuahan dan transfer embrio.

Stimulasi dilakukan untuk merangsang ovarium agar menghasilkan banyak sel telur. Dilakukan dengan menyuntikkan obat hormonal (bisa sampai 8x suntikan), untuk mendapatkan 8-10 folikel telur yang berkembang.

Pada tahap supresi, sel telur yang matang disedot dari ovarium dengan jarum, melalui vagina di bawah pengawasan USG.

Pada tahap pembuahan, sperma dipertemukan dengan sel telur di media yang telah disiapkan. Sel telur yang telah dibuahi akan membelah menjadi embrio. Embrio hasil pembuahan dimasukkan ke rahim, dengan harapan berkembang menjadi bayi.

Pada beberapa kasus, walau sudah mendapatkan embrio tetapi gagal menempel ke dinding Rahim. Biasanya berhubungan dengan faktor usia (>38 tahun) karena jumlah dan kualitas sel telur yang berkurang, serta adanya kelainan kromosom; kenaikan usia berbanding lurus dengan kelainan kromosom.

Dengan menggunakan teknologi PGTA (Preimplantation Genetic Testing for Aneuploidy), menurut dr. Ivan Sini, SpOG, CEO Morula IVF Indonesia, kemungkinan keberhasilan menempelnya embrio ke dinding rahim semakin besar.

Teknologi ini merupakan tindakan pemeriksaan kromosom pada embrio dengan teknologi Next Generation Sequencing (NGS) yang dilakukan sebelum transfer embrio ke dalam rahim. Akan dipilih embrio yang paling bagus sehingga memiliki kemungkinan menempel paling besar.

“Ini merupakan teknik untuk membiopsi kromosom embrio. NGS bisa memberikan angka koreksi embrio sampai 93%. Memang perlu dipahami dalam teknologi bayi tabung tidak ada yang keberhasilannya bisa 100%,” pungkas dr. Ivan. (jie)

Baca juga : Kapan Harus Memilih Opsi Bayi Tabung