Penyebab kebutaan bukan hanya katarak. Jangan lupakan faktor degeneratif akibat usia, dan penyakit kronis seperti diabetes. Kedua kondisi ini juga memunculkan risiko gangguan mata yang menyebabkan kebutaan yaitu age-related macular degeneration (AMD) dan diabetic macular edema (DME).
Di Indonesia, sekitar 8 juta orang usia 50 tahun ke atas mengalami gangguan penglihatan. “Dua puluh persen dari gangguan penglihatan adalah kebutaan. Dampaknya terhadap kualitas hidup dan produktivitas individu maupun keluarganya, tidak dapat dianggap enteng,” ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti.
AMD dan DME, Penyebab Kebutaan selain Katarak
AMD dan DME merupakan gangguan yang mengenai retina. Retina adalah lapisan tipis di belakang bola mata, yang berfungsi menangkap cahaya. “Pada retina, terdapat sel-sel yang menangkap sinar lalu diteruskan ke otak melalui saraf optik,” jelas spesialis mata Dr. dr. Elvioza, Sp.M(K), dalam media edukasi Inovasi Baru untuk Menyelamatkan Penglihatan yang diselenggarakan Roche Indonesia di Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Tepat di tengah retina terdapat bagian yang lebih gelap yang disebut makula, dan di tengah makula terdapat fovea. Area inilah yang menghasilkan penglihatan paling tajam. Penglihatan akan terganggu bahkan bisa hilang bila terjadi gangguan pada area ini, misalnya akibat AMD dan DME.
AMD tipe basah
Secara garis besar, AMD dibagi menjadi dua, yaitu nAMD (neovascular AMD) atau AMD tipe basah, dan AMD tipe kering. “Yang berbahaya adalah nAMD. Sekitar 80% akan terjadi kebutaan bila tidak diobati dengan benar,” ujar Dr. dr. Elvioza.
Pada AMD tipe basah, terbentuk pembuluh darah baru (neovaskularisasi) yang tidak normal di bawah makula. Pembuluh darah ini rapuh sehingga mudah bocor, membuat darah dan cairan rembes ke retina dan terkumpul di sana. Ketika kondisi makin berat, mulailah muncul gejala seperti: garis lurus tampak bengkok/bergelombang, pandangan kabur/berbayang, tidak bisa melihat detail yang kecil, butuh waktu lama untuk menyesuaikan penglihatan dari tempat terang ke gelap, dan ada titik buta di tengah lapang pandang. Titik buta ini bisa berwarna abu, merah, atau hitam.
DME
DME adalah pembengkakan pada makula, yang terjadi karena pembuluh darah mata rusak. Sebagaimana kita ketahui, kadar gula darah yang tidak terkontrol bisa membuat pembuluh darah rapuh. Bila ini terjadi pada mata, bisa terjadi perdarahan sehingga darah menekan makula. Juga bisa terbentuk pembuluh darah baru yang rapuh di tempat yang tidak seharusnya mereka tumbuh.
Gejala DME mirip dengan AMD. “Sulit membedakan warna, warna agak pudar atau belang-belang, ada area gelap dan kosong di tengah penglihatan, penglihatan kabur, dan garis lurus jadi tampak bergelombang,” papar Dr. dr. Elvioza.
Obat Inovasi Baru yang Lebih Nyaman
Hingga kini, AMD maupun DME belum bisa disembuhkan. Namun obat-obatan bisa mencegah penyakit memburuk atau memperlambat perkembangan penyakit. Kedua penyakit ini terjadi akibat terbentuknya pembuluh darah baru yang rapuh. Karenanya, pengobatan dilakukan dengan menyuntikkan obat anti-VEGF ke mata.
VEGF (vascular endothelial growth factor) adalah protein yang mendukung pertumbuhan pembuluh darah baru, serta membuat pembuluh darah lebih rapuh mudah bocor. Obat-obatan anti-VEGF menghentikan pertumbuhan pembuluh darah baru yang abnormal tersebut. “Sekitar 90% pasien bisa diselamatkan penglihatannya, bahkan 30% pasien penglihatannya membaik dengan injeksi anti-VEGF,” ujar Dr. dr. Elvioza.
Sayangnya, menurut Dr. dr. Elvioza, suntikan ke mata rutin sebulan sekali dengan anti-VEGF, lama-lama membuat pasien bosan dan capek, sehingga kepatuhannya makin lama makin berkurang. “Kita ingin obat yang bisa bertahan lebih lama sehingga interval penyuntikan lebih lama,” ucapnya.
Obat inovasi baru faricimab mengombinasikan Anti-VEGF dan anti Ang-2. Selain VEGF, ada faktor lain yang berperan dalam nAMD dan DME. Yaitu Ang-2, yang memproduksi sitokin yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga lebih mudah bocor. “Dengan obat yang bisa menghambat respons Ang-2, diharapka pembuluh darah jadi stabil dan tidak bocor lagi,” imbuh Dr. dr. Elvioza.
Kombinasi anti-VEGF dan anti-Ang-2 dalam satu suntikan memberikan memberikan daya tahan yang lebih lama, yang berarti lebih sedikit suntikan bagi pasien. “Terobosan ini memungkinkan pasien mendapatkan suntikan dengan selang waktu 4 bulan setelah tahun pertama, dibandingkan suntikan yang harus diberikan setiap sebulan sekali pada terapi yang sudah ada,” tutur Dr. dr. Elvioza.
Gangguan retina termasuk penyebab kebutaan yang banyak terjadi di Indonesia, di samping katarak dan glukoma. Pengobatan AMD basah dan DME yang dilakukan lebih jarang, tentu terasa lebih nyaman karena cukup sekali disuntik dalam 4 bulan. (nid)