Sebagaimana telah diberitakan bila Kalbe Farma akan mulai memasarkan obat remdesivir buatan farmasi India (Hetero) dengan merek dagan Covifor untuk terapi COVID-19. Riset menunjukkan bila remdesivir mampu menghambat replikasi virus corona, tetapi riset lain memperlihatkan hasil tes yang ambigu.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah memberikan otorisasi penggunaan darurat (EUA) remdesivir untuk orang dewasa dan anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 parah, setelah data percobaan menunjukkan bahwa obat tersebut membantu mempersingkat waktu pemulihan rumah sakit.
Tetapi penelitian lanjutan menunjukkan hasil tes yang bervariasi alias ambigu. Christoph D. Spinner, MD, dari Fakultas Kedokteran Technical University of Munich School of Medicine, Jerman, memimpin uji coba terhadap 584 pasien di 105 rumah sakit di Amerika Serikat, Eropa dan Asia.
Dalam pemberian remdesivir (dengan merek Veklury) selama 5 hari dihubungkan dengan perbaikan yang signifikan di antara pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 sedang, dibandingkan dengan terapi standar.
Selain itu, pasien yang secara acak mendapatkan perawatan remdesivir lebih lama 10 hari tidak mengalami perbaikan signifikan, dibanding mereka yang menerima perawatan standar 11 hari setelah pengobatan dimulai.
Di sinilah para ahli menilai manfaat klinis remdesivir untuk pasien ini (infeksi COVID-19 sedang) ambigu, mengingat perbedaan kecil antara kelompok percobaan. Riset tersebut dipublikasikan di Journal of the American Medical Association, Agustus lalu.
Hasil uji coba remdesivir ini dan dalam dua percobaan sebelumnya dilaporkan bervariasi, “Menimbulkan pertanyaan adakah perbedaan pemilihan desain penelitian, termasuk populasi pasien, atau apakah obat tersebut kurang efektif dari yang diharapkan,” tulis Erin K. McCreary dan Derek C Angus, MD, MPH, dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh di Pennsylvania, AS, dilansir dari Medscape.
"Perlu ada evaluasi lebih lanjut dari remdesivir dalam RCT (randomized controlled trial / uji coba terkontrol acak) skala besar yang cukup kuat untuk memahami di mana pasien, pada dosis apa, diberikan pada titik mana dalam perjalanan penyakit yang mengarah pada perbaikan hasil klinis yang nyata," Angus menambahkan.
“Pada titik ini, remdesivir adalah yang paling menjanjikan, tetapi mengingat biaya produksi dan distribusi obat, tampaknya penting untuk mengetahui dengan lebih pasti bagaimana cara terbaik untuk menggunakannya,” katanya.
Sebagai informasi remdesivir (Covifor) yang akan beredar di Indonesia rencananya dipatok seharga Rp 3 juta per vial. Remdesivir diberikan melalui infus. Hari pertama 200 mg, hari berikutnya diberikan sebanyak 100 mg. Lamanya terapi antara 5-10 hari.
Angus juga mencatat bahwa tidak jelas apakah pasien yang sama akan mendapat manfaat dari kortikosteroid murah yang tersedia secara luas (misalnya dexamethasone; sebagai obat antiradang) atau apakah remdesivir dapat memainkan peran pelengkap.
“Pertanyaan-pertanyaan itu belum diuji dalam uji coba remdesivir,” katanya. (jie)