Penelitian awal menyarankan bila plasma darah dari penyintas COVID-19 bisa membantu mengurangi keparahan infeksi pada orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan kondisi-kondisi tertentu yang tidak mudah.
Konsep di balik terapi plasma darah adalah bahwa darah pasien yang baru pulih dari infeksi virus kaya akan antibodi yang bisa menetralkan patogen, dalam hal ini SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19.
Banyak laporan dari dua epidemi penyakit menular (SARS-CoV dan MERS-CoV), atau bahkan ketika flu Spanyol tahun 1918, bahwa terapi plasma darah dapat meningkatkan kekebalan tubuh pasien, serta memberikan imunisasi kepada mereka yang belum terinfeksi.
Di akhir Januari 2020, rumah sakit di seluruh China mulai menggunakan plasma darah untuk pengobatan pasien COVID-19, dan dalam beberapa pekan terakhir negara-negara lain mengikuti setelah publikasi awal dikeluarkan dari Wuhan dan Shanghai.
Walau uji coba ini hanya melibatkan segelintir pasien, mereka mendapatkan perhatian global karena menunjukkan bahwa plasma darah dapat membantu pemulihan, bahkan pada pasien yang paling kritis sekalipun.
Baca : Bisakah Darah Dari Penyintas Virus Corona Membantu Penyembuhan Penyakit?
“Ini luar biasa karena sebagian besar orang berpikir bahwa terapi plasma hanya bisa efektif jika diberikan pada awal munculnya penyakit,” kata Daniele Focosi, spesialis transfusi di Pisa University Hospital, Italia. “Tetapi serangkaian kasus di China membuktikan manfaat klinis, bahkan di tahap akhir penyakit. Ini menarik karena bisa menjadi pengobatan yang menyelamatkan jiwa.”
Setidaknya sejak 6 April 2020 lalu sudah dilakukan 19 studi klinis di China, AS, Italia, Iran, Mexico dan Kolombia. Di Italia, Focosi dan tim dari Pisa University Hospital akan menggunakan terapi plasma darah di 20 wilayah negara itu, melengkapi uji coba yang sedang berlangsung di Lombardy, pusat penyebaran wabah di Italia.
Sarat dan ketentuan berlaku
Walau terapi plasma tampak memberikan secercah titik terang, tetapi tampaknya tidak semudah itu. Mencari doror yang tepat tidaklah gampang. Sementara ada lebih dari 400.000 orang yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 di seluruh dunia, tingkat mutasi yang cepat dari virus yang telah melintasi antarnegara berarti donor harus bersumber secara lokal.
Dilaporkan ketika wabah di Italia memburuk bulan lalu, China menawarkan untuk mengirim 90 ton plasma darah ke rumah sakit di Italia untuk penggunaan darurat. Tetapi tes segera menunjukkan bahwa itu tidak bisa dilakukan.
“Kami memiliki bukti bila protein paku yang berada di permukaan virus bermutasi,” kata Focosi dilansir dari wired.co.uk. “Jadi plasma yang berasal dari China tidak dapat melindungi pasien COVID-19 di Eropa atau AS. Perlu antibodi yang berasal dari infeksi pada jenis yang sama yang beredar di daerah Anda.”
Tidak hanya itu, donor harus tidak memiliki kondisi sekunder, seperti diabetes, penyakit jantung atau menjadi hiperimun – yang berarti mereka memiliki konsentrasi antibodi yang sangat tinggi dalam darah mereka.
Kondisi tersebut membuat ini semakin rumit, karena cenderung hanya pasien yang parah yang menghasilkan sejumlah besar antibodi, dan hanya dalam waktu yang singkat.
“Menjadi sembuh saja tidak cukup berguna,” imbuh Focosi. “Anda perlu menemukan pasien yang tepat, pada waktu yang tepat. Telah dibuktikan pada kasus lain, pasien dengan gejala ringan hingga sedang, tanpa pneumonia atau setidaknya yang harus dirawat di rumah sakit, biasanya mengembangkan antibodi yang rendah yang tidak berguna untuk perawatan ini.”
Dengan kata lain, agar terapi ini berhasil dibutuhkan pasien dengan kondisi parah, setidaknya demam tinggi, dan plasma harus dikumpulkan sangat awal di periode pemulihan. Tetapi menemukan orang yang cocok tidak gampang, karena yang di rawat di rumah sakit biasanya adalah orang lanjut usia dengan penyakit penyerta.
Diproduksi dibeberapa farmasi
Dengan perkiraan bahwa pandemi COVID-19 belum akan segera berakhir dalam waktu dekat, perusahaan-perusahaan farmasi besar juga mulai beralih ke plasma darah untuk memberikan perlindungan terhadap virus SARS-CoV-2, dan memungkinkan tindakan karantina (lockdown) untuk dilonggarkan.
Produk-produk ini diprediksi akan tersedia jauh lebih cepat daripada vaksin. Berpotensi tersedia dalam tiga bulan ke depan. Takeda, farmasi besar di Jepang, mulai mengerjakan produk TAK-888 pada bulan Februari, sementara CSL Behring di Amerika Serikat dan perusahaan lain memroduksi produk sendiri. (jie)