bayi prematur dan bblr berisiko tinggi stunting

Bayi Prematur dan BBLR Berisiko Tinggi Stunting, Lakukan Deteksi Dini

Bayi prematur dan BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) berisiko tinggi untuk stunting. Penting untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini agar bayi prematur dan BBLR tidak mengalami stunting. 

Laporan Humanitarian Response Plan – salah satu organisasi WHO - tahun 2020 menyebutkan Indonesia menempati peringkat ke-5 negara dengan angka kelahiran prematur dan BBLR tertinggi. Dari 100 bayi lahir, terdapat 10 bayi lahir prematur dan 7 bayi dengan kondisi BBLR. 

Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatno, SpA(K), menjelaskan bayi prematur dan BBLR merupakan dua kondisi yang berbeda. Bayi prematur bila ia dilahirkan kurang dari 37 minggu. Kelahiran kurang bulan ini menyebabkan organ-organ dalam bayi belum optimal, dan biasanya lahir dengan berat badan rendah (bayinya kecil). 

Sementara BBLR, bila berat bayi kurang dari 2500 gram, tanpa memandang usia gestasi. Artinya bayi yang cukup bulan (lahir >37 minggu) dengan berat badan rendah tetap bisa dianggap BBLR. 

“Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 35% kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur, dan 20% kasus stunting di Indonesia oleh BBLR,” terang Prof. Rina, dalam konferensi pers yang diadakan oleh Fresenius Kabi Indonesia, Senin (25/7/2022).

Stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh pada balita. Salah satunya disebabkan oleh kurangnya gizi kronis (jangka panjang). Stunting diawali dengan penurunan berat badan, bila kurang gizi terus berlanjut diikuti penurunan panjang badan. Terakhir adalah penurunan IQ. 

“Proses ini lama, minimal 6 bulan hingga satu tahun. Makanya kalau punya anak, datang ke posyandu untuk diukur berat badan, panjang dan lingkar kepala. Jangan yang diributin kepalanya peang, tapi otaknya,” tegas Prof. Rina. 

Stunting 80% terjadi di luar kandungan (pasca melahirkan). Tindakan koreksi dengan pemberian nutrisi yang sesuai, imbuh Prof. Rina, sebaiknya dilakukan sebelum 2 tahun (1000 hari kehidupan) karena dalam periode ini otak berkembang pesat hingga 83%. 

“Kalau lebih dari 2 tahun baru dikejar, nanti nambahnya cuma sedikit,” lanjutnya.  

Pencegahan dan deteksi dini

Intervensi gizi terhadap anak yang memiliki risiko stunting, seperti bayi prematur dan BBLR sangat penting dilakukan. 

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, dr. Erna Mulati, MSc, CMFM, menjelaskan pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif. 

“Intervensi spesifik utamanya pada 1000 Hari Pertama Kehidupan, bahkan juga jauh sebelum ibu hamil. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang mendukung penurunan stunting dan dikoordinasikan oleh BKKBN,” ujarnya. 

Terdapat beberapa intervensi spesifik untuk mencegah stunting, antara lain: 

  1. Tablet tambah darah bagi remaja putri (rematri) 12-17 tahun. 
  2. Pemeriksaan Hb bagi rematri kelas 7 dan 10. 
  3. Pemeriksaan kehamilan sesuai standar menjadi 6x. 
  4. Tablet tambah darah bagi ibu hamil minimal 90 tablet selama kehamilan. 
  5. Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dengan kurang energi kronis. 
  6. ASI eksklusif. 
  7. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita. 
  8. Pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang. 
  9. Tatalaksana balita gizi buruk. 
  10. Imunisasi dasar lengkap bagi seluruh balita.  

Penting dipahami, pencegahan dan deteksi dini stunting dilakukan sebelum menimbulkan gejala. “Stunting bisa dicegah, dengan ukur terus (berat badan, panjang tubuh dan lingkar kepala). Ada buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan datang ke dokter,” Prof. Rina menambahkan.

“Kalau mau anaknya pitar, mulailah persiapkan kehamilan, minta dokter kandungan pantau pertumbuhan kandungan. Kalau ke dokter anak, minta diukur dan diplot (dipasang ke grafik tumbuh kembang anak).”

Pemahaman ibu terhadap grafik pertumbuhan anak sangat penting. Karena begitu pertumbuhan anak tidak sesuai grafik, melengkung (turun) atau ada perlambatan pertumbuhan bisa langsung terdeteksi dan dikoreksi. 

Sebagai sarana pemantauan tumbuh kembang anak, selain menggunakan buku KIA, Kementerian Kesehatan RI juga menyediakan aplikasi PRADINI untuk bayi prematur dan BBLR, dan aplikasi PRIMAKU untuk bayi cukup bulan yang bisa diunduh di ponsel android atau IOS. (jie)