kerusakan saraf tepi neuropati berisiko impotensi

Awas Kerusakan Saraf Tepi Neuropati Berisiko Impotensi

Kerusakan saraf tepi alias neuropati diawali dengan gejala kesemutan. Jika tidak ditangani bisa berujung pada impotensi.

Neuropati merupakan gangguan / kerusakan saraf tepi atau saraf yang menjulur dari tulang belakang ke organ tubuh. Secara umum penyebab neuropati adalah karena faktor usia, penyakit sistemik -diabetes mellitus yang tidak terkontrol- atau karena kekurangan vitamin neurotropik (vitamin B1, B6, B12).

Kabar buruk bagi kaum Adam, neuropati dapat menyebabkan disfungsi ereksi, alias impotensi. Dr. Manfaluthy Hakim, SpS(K),dari Departemen Neurologi FKUI-RSCM, menjelaskan jika ini terjadi tidak ada jalan mundur, artinya tidak bisa kembali seperti keadaan semula. 

Sebagai gambaran, sistem saraf seperti halnya kabel listrik di mana serat kawat dilindungi oleh beberapa lapis karet. Demikian pula sistem saraf, dalam satu ‘kabel’ saraf terbagi menjadi tiga. Bagian terluar adalah saraf sensorik, lapisan kedua saraf motorik dan terdalam adalah saraf otonom. Kerusakan saraf tepi dapat mengenai salah satu saraf atau campuran.  

Dr. Manfaluthy menjabarkan, kerusakan saraf terjadi secara gradual, tidak mendadak menjadi parah. Neuropati awalnya mengganggu saraf sensorik yang mengatur penerimaan rangsang dari luar seperti panas, dingin, nyeri atau kesemutan.

Jika dibiarkan dapat mengganggu fungsi motorik. Ditunjukkan dengan mati rasa (baal), kaku-kaku atau kram. Ini karena perintah yang disampaikan dari otak ke organ hanya sampai sebagian, akibat kerusakan saraf penghantar pesan.

Saat semakin parah, mengganggu fungsi otonom atau yang mengatur kerja organ secara otomatis. Akibatnya seperti kehilangan kontrol kandung kencing, kulit hipersensitif dan mengkilap, kelemahan anggota gerak, bahkan penyusutan masa otot. Impotensi termasuk di dalamnya.

“Impotensi biasanya terjadi pada mereka yang menderita neuropati berat atau bertahun-tahun. Juga banyak terjadi pada penderita diabetes,” ujar dokter yang juga  Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi Perhimpudan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) Pusat itu.

Ini sejalan dengan riset tahun 2011 yang dilakukan di the Hospital Universitario Central de Asturias, Spanyol. Responden adalah 90 pria, usia 40-70 tahun yang memiliki masalah disfungsi ereksi (DE). Dari total subyek, 30%-nya adalah penderita penyakit kardiovaskular, 16% memiliki faktor risiko neurogenik (berhubungan dengan sistem saraf), 16% diabetes dan 11% tanpa faktor risiko apa pun.

Studi mendapati bahwa 69% partisipan memiliki masalah pada sistem saraf. Dari jumlah ini 61%-nya disebabkan oleh neuropati.

Selanjutnya, sekitar 38% responden memiliki polineuropati (sejumlah saraf tepi tidak berfungsi optimal secara terus-menerus). Dari angka itu, 9%-nya terjadi kerusakan pada saraf yang tidak termielinasi (memiliki fungsi sensori; kerusakan di bagian ini menyebabkan rasa terbakar spontan). Dan 14% mengalami pudendal neuropati yang mempengaruhi persarafan di daerah panggul.

Hasil riset menyimpulkan neuropati erat hubungannya dengan disfungsi ereksi/impotensi. Penelitian ini dimuat dalam jurnal urologi BJUI.   

Bila petaka itu terjadi, dr. Manfaluthy menjelaskan, yang bisa dilakukan adalah mempertahankan sisa kemampuan ereksi. “Kalau sudah kena fungsi otonom berarti semua sarafnya sudah rusak, sudah tidak bisa diperbaiki. Walau menggunakan obat kuat tidak ada manfaatnya,” katanya.

Ia menyarankan terutama pada penderita diabetes yang baru terdeteksi, untuk segera melakukan pencegahan. Data menyatakan 50-70% penderita diabetes juga menderita neuropati.

Pencegahan neuropati dengan mengontrol kadar gula dan mengonsumsi makanan sumber vitamin B, seperti kacang-kacangan, serelia, daging merah, kuning telur dan susu. (jie)