anjuran ikatan dokter anak indonesia tentang belajar di sekolah

5 Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia Tentang Kegiatan Belajar Di Sekolah Menjelang Normal Baru

Rencana pemerintah dalam menyambut tatanan kehidupan normal baru selama pandemi COVID-19 menyasar sektor pendidikan, yakni anak-anak kembali bersekolah. Ini menimbulkan reaksi beragam antara yang pro atau kontra. Salah satu tanggapan dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Sejak bulan Mei 2020 pemerintah telah mencanangkan masa tanggap darurat COVID-19. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan laju pertambahan kasus dan penanganan COVID-19, termasuk ‘menghentikan’ kegiatan belajar dengan cara tatap muka, dan diganti pembelajaran jarak jauh (PJJ / belajar dari rumah).

Dengan segala keterbatasannya, pembelajaran jarak jauh ini dirasa efektif mencegah penularan COVID-19 di sekolah. Selain itu PJJ juga berhasil merombak paradigma belajar mengajar yang selama ini diterapkan. Yakni dengan melibatkan peran aktif guru, orangtua dan siswa dalam proses belajar mengajar.

Namun karena pandemi belum diketahui kapan akan berakhir, WHO dan pemerintah memutuskan – sembari menunggu ditemukannya obat dan vaksin COVID-19 – sektor pendidikan juga harus beradaptasi dengan wabah ini.

Dr. dr. Aman B. Pulungan, SpA(K), FAAP, FRCPI (Hon), Ketua Umum PP IKatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengatakan pendidikan adalah salah satu hak anak yang wajib dipenuhi. Ini merupakan salah satu kebutuhan dasar tumbuh kembang yang dapat mengasah kemampuan dan kecerdasan, agar anak mampu memahami berbagai pengalaman, menambah pengehatuan, serta membentuk perilaku/ kebiasaan yang baik dan bermanfaat untuk masa depannya.

“Dalam masa pandemi ini pembatasan fisik merupakan syarat penting dalam upaya pencegahan penularan penyakit. Dan saat ini pelonggaran PSBB masih sangat berisiko menimbulkan lonjakan kasus baru. Terlebih lagi menerapkan kebiasaan pencegahan infeksi masih sulit pada anak-anak,” terang dr. Aman.

Dengan membuka kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah – walau menerapkan protokol kesehatan - risiko penularan tetap ada. Oleh karena itu IDAI mengeluarkan rekomendasi, berupa :

  1. IDAI mendukung dan mengapresiasi kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjadikan rumah sebagai sekolah, dan melibatkan peran aktif siswa, guru dan orang tua dalam proses belajar mengajar.
  2. IDAI menganjurkan agar kegiatan belajar mengajar tetap dilaksanakan melalui skema pembelajaran jarak jauh (PJJ), baik secara dalam jaringan maupun luar jaringan, menggunakan modul belajar dari rumah yang sudah disediakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  3. Anjuran melanjutkan PJJ ini dievaluasi secara berkala mengikuti perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia. Dengan mempertimbangkan antisipasi lonjakan kasus kedua, sebaiknya sekolah tidak dibuka setidaknya sampai bulan Desember 2020. Pembukaan kembali sekolah-sekolah dapat dipertimbangkan jika jumlah kasus COVID-19 telah turun.
  4. Apabila sudah memenuhi syarat epidemiologi untuk kembali membuka sekolah, maka IDAI menghimbau agar semua pihak dapat bekerja sama dengan cabang-cabang IDAI sesuai dengan area yang sudah memenuhi syarat pembukaan. Perencanaan meliputi kontrol epidemi, kesiapan sistem layanan kesehatan dan sistem surveilans (pengamatan) kesehatan untuk mendeteksi kasus baru dan pelacakan epidemiologi.
  5. Untuk keperluan ekstrapolasi (perluasan) data secara akurat maka IDAI menyarankan agar pemerintah dan pihak swasta melakukan pemeriksaan rt-PCR secara masif (30 kali lipat dari jumlah kasus konfirmasi COVID-19) termasuk juga pada kelompok usia anak.

Petisi penolakan dari orangtua dan guru

Usulan memperpanjang PJJ dan penundaan tahun ajaran baru tampaknya diinginkan pula oleh puluhan ribu orangtua siswa di Indonesia. Ini tergambar melalui petisi "Tunda tahun ajaran baru sekolah selama pandemi corona" di www.change.org.

Petisi itu dibuat oleh seorang ibu bernama Hana Handoko. Hingga Selasa (2 Juni 2020) sudah lebih dari 60 ribu orangtua siswa menandatangai petisi itu.

Dalam petisi itu, Hana menuliskan, pengalaman adalah guru berharga, jika kita bisa belajar dari negara lain, bahwa ternyata tidak aman untuk membuka kembali lingkungan sekolah ditengah pandemi COVID-19.

Petisi itu menulis, meski sekolah dibuka dengan protokol new normal, namun penularan COVID-19 secara masih juga masih menghantui. Pemerintah – khususnya Menteri Pendidikan – diminta mengambil pelajaran dari Perancis atau Finlandia, di mana setelah sekolah dibuka, anak-anak banyak yang terpapar COVID-19.

Hal yang sema juga terjadi di Korea Selatan, ratusan sekolah terpaksa ditutup - setelah beberapa hari dibuka kembali – karena ada lonjakan kasus virus corona. Dilaporkan lebih dari 800 sekolah telah dibuka kembali, namun sehari kemudian ada 79 kasus baru COVID-19, ini adalah penambahan harian terbesar dalam dua bulan.

Selain orangtua siswa, guru-guru yang bernaung di berbagai organisasi guru mengajukan usulan serupa. Salah satunya Forum Aksi Guru Independen (FAGI). Ketua FAGI, Iwan Hermawan mengusulkan memperpanjang PJJ atau menunda tahun ajaran baru hingga Januari 2021. (jie)