Delapan tahun menanti, Cynthia Lamusu dan suami, Surya Saputra, akhirnya dikaruniai momongan. Berbagai upaya telah dilakukan, hingga ke banyak dokter. Akhirnya Cynthia hamil melalui program bayi tabung (IVF). “Alhamdulillah. Tuhan berbaik hati sekali, langsung dijawab dengan hamil anak kembar,” ujar penyanyi, komposer, dan aktris yang memulai karirnya melalui kejuaraan menyanyi Asia Bagus.
Namun, kehamilan kembar bukannya tanpa risiko. Tentu lebih berisiko ketimbang kehamilan tunggal. Terlebih Cynthia hamil di usia yang cukup berisiko, 37 tahun. Kehamilan dijaga ekstra hati-hati. “Saya baru keluar rumah setelah usia kehamilan 4 bulan, itu pun jalannya pelan-pelan. Asupan makan dijaga betul, stres juga sebisa mungkin dihindari. Pokoknya saya jadi ratu, dimanja-manja,” ia tertawa.
Selama trimester 1 dan 2, kehamilan berjalan lancar. Janin kembar yang dikandungnya pun terpantau sehat. namun masuk trimester 3, mulai tampak perubahan yang mencurigakan. Wajah, dan kakinya mulai bengkak tidak normal. Ternyata kehamilannya mulai bermasalah. “Pertumbuhan janin laki-laki tidak sebaik yang perempuan. Masuk 30 minggu, pertumbuhannya lambat sekali,” kenang Cynthia Lamusu, dalam diskusi daring bersama Nutriclub, Kamis (27/8/20).
Dokter menyarankan agar Cynthia memeriksakan kandungannya lebih intens, “Seminggu sekali tes CTG untuk menilai kondisi janin.” CTG (cardiotocography) adalah pemeriksaan detak jantung janin, untuk menilai apakah janin mendapat cukup oksigen dari plasenta. Cynthia juga harus mengonsumsi makanan yang lebih bergizi lagi agar berat badan janin bisa terkejar.
Dokter mewanti-wanti bila tidak ada perbaikan, Cynthia harus bersiap untuk melahirkan lebih awal. “Dan setelah ditelaah lebih dalam, ternyata plasenta janin laki-laki bermasalah sehingga ia tidak mendapat nutrisi dengan baik. akhirnya pertumbuhannya tidak sebaik yang perempuan,” ucap pendiri butik Lamusch.
Persalinan darurat
Tanggal 19 November 2016 menjadi hari yang sangat dikenang oleh Cynthia Lamusu. Hari itu, ia kembali menjalani pemeriksaan CTG. Ia menyadari kakinya bengkak tak karuan. Saat diperiksa, ternyata tensinya sangat tinggi (sistolik 170 mm/Hg), dan kandungan protein di urinnya pun tinggi. Ketiganya adalah tanda-tanda pre/eklamsia. Hari itu juga Cynthia dirawat di RS.
“Besoknya, saya dioperasi Caesar,” ungkap Cynthia. Lahirlah kedua buah hatinya, Ataya Tatjana Aisyah Putri dan Atharva Bimasena Saputra. Pupus sudah angan-angannya untuk melahirkan secara normal. Namun Cynthia dan Surya tak berkecil hati. Sejak awal mereka sudah mencari informasi sebanyak-banyaknya. “Aku tahu persalinan caesar punya risiko terhadap imunitas anak. Tapi aku sudah mempersiapkan diri, dan kuncinya ada di ASI. Dari awal, aku dan suami berkomitmen untuk memberi ASI, bagaimanapun kondisinya,” tuturnya.
Cynthia bersyukur, Tatjana dan Bima bisa mendapat kolostrum atau ASI pertama. Setelahnya, si Kembar sempat mendapat susu formula beberapa saat, untuk mempercepat penambahan berat badan karena mereka lahir prematur, dan produksi ASI Cynthia kala itu belum optimal. Si Kembar sempat pula mendapat ASI donor, karena ingin kembali ke niat awal memberi ASI saja.
Lanjut memasuki masa MPASI (makanan pendamping ASI), Cynthia bertekad untuk membuat sendiri MPASI untuk si Kembar. “Saya rajin browsing manfaat macam-macam bahan makanan, konsultasi juga ke dokter anak. Semua makanan bergizi saya masukkan ke MPASI,” lanjut Cynthia. Hingga sekarang, ibu dua anak ini masih menjalankan komitmennya menyiapkan makanan sendiri untuk anak-anak.
Tiap orang tua pasti ingin yang terbaik bagi buah hatinya. Namun dari pengalamannya, Cynthia sadar, kenyataan tidak selalu berjalan sesuai ekspektasi; harus menyesuaikan dengan segala kondisi yang ada. “Maunya lahiran normal, tapi harus terima apa yang sudah ditakdirkan. Bersyukur, lalu cari jalan keluar,” pungkasnya. (nid)
____________________________________________________
Foto: Instagam Cynthia Lamusu (@cynthia_lamusu)