anjuran IDAI bila orangtua membolehkan anak sekolah tatap muka

Ini Anjuran IDAI Jika Orangtua Membolehkan Anak Mengikuti Sekolah Tatap Muka

Kita sudah masuk di akhir tahun 2020 tetapi situasi pandemi COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Angka positif harian terus naik, pada 3 Desember lalu tercatat ada penambahan 8.369 kasus dalam sehari, dengan total kasus tembus 550.000. Di satu sisi pemerintah mewacanakan akan membuka kembali sekolah tatap muka di awal tahun 2021.

Menanggapi hal tersebut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengakui bila proses belajar di rumah yang selama ini dilakukan merupakan hal yang sulit, namun sangat perlu dilakukan mengingat jumlah kasus konfirmasi COVID-19 masih terus meningkat.

Ada berbagai laporan selama pandemi berlangsung terjadi peningkatan stres pada anak dan keluarga. Perlakuan yang salah, pernikahan dini, ancaman putus sekolah, serta berbagai hal yang juga mengancam kesehatan dan kesejahteraan anak yang secara umum dialami negera-negara berkembang.

Tetapi data menunjukkan peningkatan jumlah kasus yang signifikan pascapembukaan sekolah di banyak negara, seperti Korea Selatan, Prancis, Amerika Serikat dan Israel. Sementara penundaan sekolah tatap muka dapat menurunkan transmisi.

“Kami mengajak orangtua dan anggota dewasa dalam keluarga sebagai lingkungan terdekat anak untuk membuat keputusan terbaik untuk kesehatan dan kesejahteraan anak secara bijak,” kata Dr. dr. Aman B. Pulungan, SpA(K), FAAP, FRCPI (Hon), Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam keterangan pers virtual yang diterima OTC DIGEST, Jumat (4/12/2020).

Bila orangtua memandang bahwa manfaat pembelajaran tatap muka lebih besar dari risiko yang ada, imbuh dr. Aman, “mohon mempertimbangkan matang-matang dengan fokus pada kesehatan dan keselamatan kita semua.”

Antara lain mempertimbangkan apakah anak sudah mampu melaksanakan kebiasaan 3M dengan memadai. Ataukah anak masih sangat memerlukan pendampingan orangtua saat sekolah? Bila masih, sebaiknya anak belajar di rumah.

Juga mempertimbangkan apakah anak memiliki penyakit bawaan yang dapat meningkatkan risiko sakit parah bila tertular COVID-19. Atau, adakah lansia dan kelompok berisiko tinggi di rumah yang mungkin tertular apabila banyak anggota keluarga yang beraktivitas di luar rumah.

Semua warga sekolah, termasuk guru, staf, murid dan masyarakat di sekitarnya memiliki risiko yang sama tertular dan menularkan COVID-19.

IDAI menyarankan orangtua perlu untuk menyiapkan kebutuhan penunjang bila anak diperbolehkan sekolah tatap muka. Termasuk rencana transportasi, bekal makan/minum, masker, pembersih tangan, serta persiapan tindak lanjut bila mendapat kabar dari sekolah bahwa anak sakit (di antaranya fasilitas kesehatan yang dituju untuk perawatan selanjutnya).

Kesempatan untuk tanamkan perilaku sehat

Selain bahaya yang mengancam, IDAI memandang pandemi ini juga sebagai kesempatan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini pada anak.

“Kami mengingatkan bahwa pendidikan perilaku hidup bersih sehat dan 3M dimulai dari rumah. Mulailah berulang-ulang mengajari anak untuk cuci tangan, pakai masker dan menjaga jarak sejak dini, semampunya dulu, tidak dengan dimarahi, namun dengan contoh, bimbingan dan penghargaan ketika ia berhasil,” terang dr. Aman.

Pengenalan kebiasaan cuci tangan dapat dimulai dari kebiasaan membersihkan tangan bayi sejak usia MPASI, lalu ditingkatkan secara bertahap. Pemakaian masker dengan benar mulai dikenalkan sejak usia 2 tahun, dengan durasi semampu anak, kemudian ditingkatkan secara bertahap.  

Pagebluk COVID-19 ini akan membentuk perilaku anak di kemudian hari. “Mari bekerjasama membentuk perilaku sehat yang konsisten sejak dini agar anak memiliki kebiasaan rutin yang baik di kemudian hari,” ajak dr. Aman.

Kondisi penularan pada anak-anak

Menurut data dari IDAI satu dari sembilan kasus konfirmasi COVID-19 di Indonesia adalah anak usia 0-18 tahun. Data per tanggal 29 November 2020 menunjukkan proporsi kematian anak akibat pandemi ini sebesar 3,2%. Ini merupakan yang tertinggi di Asia Pasifik.

“Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak juga dapat mengalami gejala COVID-19 yang berat dan mengalami suatu kondisi peradangan hebat yang diakibatkan infeksi COVID-19 ringan yang dialami sebelumnya,” tulis IDAI dalam keterangan persnya. (jie)