Tahukah Anda satu dari dua orang Indonesia kurang vitamin D. Untuk mereka yang tidak bisa memenuhi asupan vitamin D, baik dari sinar matahari atau makanan, suplementasi sangat disarankan.
Defisiensi vitamin D menjadi epidemi secara global, mempengaruhi lebih dari satu juga anak dan orang dewasa di seluruh dunia. Data di Indonesia mencatat 35,1% lansia terutama perempuan di Jakarta dan Bekasi kurang vitamin D.
“Riset di Yogyakarta juga menyebutkan hampir 100% defisiensi vitamin D terjadi pada usia 15-18 tahun,” terang Dr. apt. Yusransyah, MSc, dari Wakil Sekjen PP Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Vitamin D tidak hanya penting untuk kesehatan tulang, tetapi juga erat kaitannya dengan imunitas, mendukung kesehatan otot, hingga meregulasi tekanan darah sehingga baik untuk kesehatan jantung.
Kebutuhan vitamin D bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin dan gaya hidup. Reseptor vitamin D ada di hampir seluruh tubuh, sehingga tubuh membutuhkannya agar sel, jaringan dan organ bisa berfungsi optimal.
“Dosis umumnya antara 600 - 2000 IU (international unit) per hari, tergantung dengan kondisi masing-masing orang. Bisa lebih tinggi pada kasus defisiensi,” ujar Yusransyah. “Patokannya bukan pada dosis tetapi berapa kadar dalam darah (diketahui lewat pemeriksaan lab). Konversi 1 µg (mikrogram) setara dengan 40 IU. Masyarakat mendengar 1000 IU sepertinya banyak banget, padahal setara dengan 0,025 mg.”
Pagi, siang atau malam hari?
Sumber vitamin D terbaik adalah dari sinar matahari pagi (< pukul 9 pagi) dan sore hari (> pukul 4 sore). Sinar matahari (ultraviolet B/UVB) akan mengaktifkan vitamin D dibawah kulit, untuk kemudian dimetabolisme tubuh. Berjemur antara 10-15 menit sudah cukup.
Sumber vitamin D kedua dari makanan. Sebagian besar berasal dari sumber hewani, seperti ikan berlemak, minyak hati ikan kod, kuning telur dan hati sapi. Selain itu, ada juga makanan yang diperkaya (fortifikasi) dengan vitamin D seperti susu dan produk olahan, sereal, outmeal dan jus jeruk.
Untuk mereka yang tidak cukup terpapar sinar matahari atau konsumsi makanan sumber vitamin D, suplementasi sangat disarankan.
Lantas kapan waktu konsumsi suplemen vitamin D yang tepat? Yusransyah menyarankan sebaiknya suplemen dikonsumsi antara pagi atau siang hari. Hindari konsumsi malam hari, terutama sebelum tidur.
“Konsumsi malam hari bisa mengganggu hormon tidur (melatonin). Baiknya pagi atau siang hari, saat atau segera setelah makan, karena penyerapan vitamin D lebih bagus bersamaan dengan lemak,” tegasnya.
Selain itu ada alasan ritme sirkadian tubuh (siklus bangun tidur yang dipengaruhi oleh terbitnya matahari). Tubuh memroduksi vitamin D secara alami sebagai respon terhadap sinar matahari. Beberapa studi menyarankan konsumsi di pagi hari, selaras dengan ritme alami tubuh.
“Konsumsi rutin sekitar 2-3 bulan, kemudian lakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah (kadar dalam darah) sudah cukup,” imbuh Yusransyah.
Vitamin D2 atau D3?
Suplemen vitamin D tersedia dalam dua bentuk: vitamin D2 (ergocalciferol / pre-vitamin D) dan D3 (cholecalciferol). Vitamin D2 dibuat dari sumber nabati, sementara D3 ditemukan dari sumber hewani – ia juga adalah yang secara alami diproduksi oleh tubuh di bawah kulit.
Imanuel Aryo Dhirgantoro, dari PT Harsen Laboratories menjelaskan, “Vitamin D3 lebih efektif meningkatkan produksi calciferol dalam tubuh.” Vitamin D3 lebih stabil terhadap panas dan cahaya, dibandingkan D2, menjadikannya pilihan yang lebih umum dalam suplemen.
Aryo menambahkan, khusus dalam menjaga kesehatan tulang, D3 akan mempertahankan homeostasis kalsium (proses agar kadar kalsium dalam tubuh seimbang) dan fosfor.
Selanjutnya hormon PTH (hormon yang mengatur keseimbangan kalsium dalam darah) bersama dengan kalsitriol/estrogen, memindahkan kalsium dan fosfor dari tulang untuk menjaga kadar darah.
“Meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfat di ginjal. Akhirnya membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor berada di dalam darah,” imbuhnya.
Kebutuhan vitamin D untuk usia 0-11 bulan adalah 10 µg (400 IU), pada usia 1 – 64 tahun sekitar 15 µg (600 IU), dan usia 65 tahun ke atas sekitar 20 µg (800 IU).
Baca: Antara Vitamin D2 dan D3, Mana Yang Lebih Baik?
Dosis pemeliharaan dan terapi
Yusransyah menjelaskan, “Konsumsi 1000 IU adalah dosis pemeliharaan yang direkomendasikan.” Namun beberapa riset juga mengatakan dosis 2000 IU atau lebih, lebih efektif mempertahankan kadar vitamin D yang cukup dalam darah.
Tiga kategori perbandingan dosis vitamin D:
1. Dosis Rendah (500-1000 IU). Pemeliharaan harian.
2. Dosis Menengah (2000-4000 IU). Sering direkomendasikan untuk risiko defisiensi.
3. Dosis Tinggi (>4000 IU). Hanya untuk defisiensi parah, di bawah pengawasan dokter.
“Risiko toksisitas (keracunan) baru terjadi jika konsumsi >200 ribu IU per hari. Sangat penting untuk konsultasi dokter jika ingin mengonsumsi vitamin D dosis tinggi.” pungkas Yusransyah. (jie)