Zat besi (Fe) adalah salah satu mineral penting yang dibutuhkan tubuh. Kekurangan zat besi berisiko menyebabkan anemia, demikian pula kelebihan, risiko penumpukan besi di otak lebih tinggi, yang bisa menyebabkan gangguan kognitif.
Tubuh mayoritas memetabolisme zat besi untuk membuat protein di sel darah merah, disebut hemoglobin, yang bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Selain itu zat besi membantu otot menyimpan oksigen, yang penting untuk produksi hormon dan sumsum tulang, serta menjaga imunitas tubuh bekerja optimal.
Mineral ini juga berperan dalam kesehatan otak. Seiring penuaan, penumpukan zat besi mungkin terjadi di otak. Penelitian di jurnal Annals Neurology menyebutkan adanya hubungan antara kadar besi yang tinggi di otak dengan penyakit penurunan fungsi otak seperti demensia dan alzheimer.
Kenapa terjadi penumpukan zat besi di otak seiring penuaan
Valentinos Zachariou, PhD, assistant professor di Departemen Ilmu Perilaku, Fakultas Kedokteran Universitas Kentucky (AS) menjelaskan, zat besi sangat penting bagi kesehatan otak, krusial untuk fungsi-fungsi sel otak penting.
“Namun, zat besi juga adalah antioksidan, yang saat tidak diatur, bisa mengganggu proses selular dan merusak sel otak, sel glial dan mielin. Untuk mengurangi risiko ini, sel-sel otak biasanya menyimpan zat besi dalam kompleks pelindung (ferritin). Saat disimpan dalam kompleks ini, zat besi tetap aman dan tidak beracun bagi sel,” jelasnya melansir Medical News Today.
“Tetapi, agar Fe dapat menjalankan perannya dalam fungsi seluler, ia harus dilepaskan terlebih dulu dari kompleks pelindung tersebut,” lanjutnya.
Zat besi yang tidak terikat ini diatur oleh sel-sel otak yang sehat untuk menyeimbangkan manfaat fungsional sekaligus meminimalkan potensi bahaya. Seiring penuaan, sistem yang rumit ini terganggu, menyebabkan akumulasi zat besi tak terikat di luar kompleks pelindung.
Ketidakseimbangan ini dikaitkan dengan hasil kognitif yang lebih buruk. Penelitian Zacharious dan tim tahun 2021 membuktikan bahwa partisipan (72 lansia yang dipantau selama 3 tahun) dengan akumulasi besi di kedua wilayah otak – kortikal dan subkortikal – dikaitkan dengan memburuknya emori episodik (kemampuan untuk mengingat kejadian masa lalu) dan fungsi eksekutif (seperti perhatian dan pemecahan masalah).
Nutrisi yang membantu mengurangi akumulasi zat besi
Riset Zacharious yang paling baru di jurnal Neurobiology of Aging menjelaskan partisipan yang di awal penelitian (baseline) mengonsumsi lebih banyak antioksidan, vitamin E, lisin, asam lemak tak jenuh ganda (omega 3 dan 6) memiliki akumulasi zat besi di otak yang signifikan lebih sedikit.
Zacharious mengatakan, walau akumulasi zat besi di otak seiring penuaan tidak bisa dihindari, tapi prosesnya bisa diganggu dengan pilihan diet kita.
Monique Richard, MS, RDN, dietisien dan pendiri Nutrition-In-Sight menjelaskan penting untuk memasukkan produk-produk (antioksidan, vitamin, asam lemak tak jenuh ganda) segar ke dalam pola makan kita sesering mungkin, setiap hari jika memungkinkan.
“Untuk dewasa, tiga porsi sayuran dan dua porsi buah sehari dari berbagai sumber akan memberikan nutrisi dan antioksidan yang dibutuhkan,” jelasnya. “Pertimbangkan juga untuk memantau asupan zat besi heme (hewani) dan non-heme (nabati) untuk memastikan bila asupan sumber hewani tidak berlebihan, sesuai dan dari berbagai macam sumber.”
Menerapkan konsep diet mediterania (tinggi antiokidan, kacang-kacangan dan lemak sehat), diet khusus untuk hipertensi (DASH diet), atau diet nabati dengan lemak sehat juga dapat membantu menurunkan risiko penumpukan zat besi di otak, “karena kepadatan nutrisinya yang tinggi, manfaat antiradang dan kualitas perlindungannya,” Monique menambahkan.
Selain memodifikasi pola makan, penting juga menilai asupan suplemen secara berkala untuk memastikan tidak ada jumlah mineral yang berlebihan/tidak perlu yang mempengaruhi penumpukan zat besi. (jie)