Diperkirakan, 70 – 80% masalah hati (lever) di Indonesia disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV) dan hepatitis C (HCV). “Kalau ditotal, berarti 28 juta orang terinfeksi HBV dan HCV; jumlah ini akan memenuhi kota yang besarnya 3x lipat Jakarta,” ungkap Prof. Dr. dr. Rino Alvani, Sp.PD, KGEH, FINASIM dari FKUI/RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Hepatitis (peradangan hati) banyak penyebabnya, salah satunya infeksi virus. Virus hepatitis pun banyak, yang diurutkan sesuai alfabet: A, B, C, D, E. Hepatitis A jarang menimbulkan masalah kronis; umumnya bersifat akut dan akan sembuh sempurna.
“Yang jadi masalah besar di Indonesia dan dunia yakni HBV dan HCV. Ini yang bisa menyebabkan penyakit menahun (kronis), hingga menimbulkan komplikasi seperti sirosis atau kanker hati,” tutur Prof. dr. Laurentius A. Lesmana, Ph.D, Sp.PD-KGEH, FACP, FACG dari FKUI/RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kedua penyakit ini utamanya ditularkan melalui darah, dan tidak menular lewat makanan/minuman, pengunaan alat makan bersama, ASI, pelukan, ciuman, batuk, bersin, atau gandengan tangan.
Baca juga: Vaksinasi Hepatitis B bisa Dilakukan saat Hamil
HBV ada di darah, semen (air mani), dan air liur. Namun, penularannya membutuhkan kontak dengan luka terbuka pada kulit atau membran mukosa (lapisan kulit dalam misalnya mulut). Penularan bisa terjadi melalui proses persalinan (dari ibu ke bayi); hubungan seksual; segala jenis jarum/peralatan tajam yang dipakai bersama dengan penyandang hepatitis B; sikat gigi dan pisau cukur yang digunakan bersama dengan penyandang hepatitis B; kontak langsung dengan darah atau luka terbuka penyandang hepatitis B.
Adapun HCV ada di darah dan plasma tubuh. Cara penularan utamanya melalui jarum suntik/infus yang digunakan bersama dengan penyandang hepatitis C. Janin juga bisa tertular dari ibu saat dalam kandungan. Bisa terjadi penularan dari penggunaan barang pribadi (sikat gigi, pisau cukur), hubungan seksual, serta jarum tato dan tindik, tapi relatif jarang.
Baca juga: Mengenal Hepatitis C, Salah Satu Penyebab Kanker Hati
Hepatitis B dan C bisa berjalan hingga puluhan tahun, tanpa menimbulkan gejala dan keluhan apapun. “Tiba-tiba kaki bengkak, mata kuning, perut buncit, muntah darah. Ini berarti penyakit sudah lanjut,” ujar Prof. Rino. Perut membuncit karena terjadi penumpukan cairan di rongga perut (asites). Ini terjadi karena hati mengeras, sehingga diperlukan tekanan tinggi pada pembuluh darah untuk memasukkan darah ke hati, “Tekanan pembuluh darah hati meningkat dan cairan keluar hingga menumpuk di rongga perut.”
Hati yang tadinya mulus mulai mengalami radang. Peradangan kronis menimbulkan luka pada jaringan hati, hingga terbentuk luka parut; inilah fibrosis. Luka parut membuat darah tidak bisa mengalir ke hati. Makin banyak luka parut yang terbentuk, kinerja lever pun berkurang. Jaringan lever yang sehat harus bekerja lebih keras untuk mengimbanginya.
Baca juga: Hubungan Hepatitis C dengan Gangguan Ginjal
Fibrosis bisa berlanjut menjadi sirosis. Pada fase ini, hati sudah sangat rusak dan berbenjol-benjol. Mulailah timbul gejala, sebagaimana telah disebutkan oleh Prof. Rino. Gejala lain misalnya mudah berdarah, gatal-gatal di kulit, hingga terganggunya konsentrasi, memori, dan pola tidur akibat menumpukan racun di otak.
“Kalau sirosis sudah lanjut, sel-sel hati yang sudah rusak sulit untuk kembali lagi menjadi normal, dan bisa berujung pada kanker hati,” ucap Prof. Lesmana. Sangat disayangkan, umumnya pasien baru datang ke dokter kalau sudah muncul gejala sirosis. Padahal bila kerusakan masih minimal, hati masih bisa kembali sehat dengan pengobatan yang benar.
Lalu, bagaimana pengobatan hepatitis B dan C? Berikut artikelnya. (nid)