Surat keterangan sehat (SKS) kini cukup sering diminta oleh perusahaan saat seleksi calon karyawan, atau kepada karyawan yang hendak dipromosikan. “SKS juga diperlukan untuk keperluan masuk sekolah atau perguruan tinggi,” ujar dr. Khomimah, Sp.PD-KEMD, FINASIM dari RS Islam Pondok Kopi, Jakarta.
Pemeriksaan skrining seleksi pegawai, biasanya lebih lengkap dibanding SKS. SKS mencakup pemeriksaan: fisik, rontgent toraks (dada) untuk anatomi paru, serta tes laboratorium untuk darah rutin dan urin. Untuk skrining seleksi pegawai, ditambah pemeriksaan spirometri (fungsi paru) dan audiogram (tes pendengaran). “Bisa juga ditambah pemeriksaan lanjutan. Misalnya fungsi jantung dan sebagainya, tergantung permintaan perusahaan,” ujar dr. Khomimah.
(Baca juga: Bukan hanya Calon Kepala Daerah, Kita pun Perlu Periksa Kesehatan)
Audiogram dilakukan dengan cara: peserta check up masuk ke sebuah ruang kedap suara, lalu diperdengarkan bunyi dengan berbagai frekuensi yang berbeda. Juga dilakukan pemeriksaan pendengaran melalui gelombang; diletakkan alat di belakang daun telinga dan diberikan gelombang frekuensi. “Jika mendengar bunyi/gelombang yang diberikan, peserta menekan tombol respon,” ujar dr. Khomimah. Hasil audiogram dinilai berdasarkan banyaknya respon. Tes ini berguna terutama untuk calon pekerja di tempat bising, misalnya di pabrik atau kilang minyak.
Adapun spirometri dilakukan untuk menilai kapasitas atau fungsi paru. Utamanya ditujukan bagi calon karyawan di lingkungan berpolusi, seperti pabrik. Ada beberapa cara melakukan pemeriksaan ini, tergantung jenis peralatan. Umumnya, kita akan diminta untuk menarik napas sedalam-dalamnya, lalu mengembuskannya ke corong mesin spirometer dalam waktu enam detik. Ini untuk mengukur volume udara yang dihirup dan diembuskan. Selanjutnya, kita diminta menghirup udara dengan cepat, untuk menilai obstruksi/gangguan saluran nafas atas.
(Baca juga: Pentingnya “Medical Check Up” bagi Pekerja)
Seluruh proses pemeriksaan memakan waktu 1-2 jam. Jika peserta banyak, pengambilan sampel darah/urin bisa dilakukan di kantor oleh petugas rumah sakit. Sehingga saat ke RS nanti prosesnya lebih singkat; tinggal melakukan pemeriksaan yang lain. Hasil tes bisa diterima paling lambat 2x24 jam. Jika pemeriksaan melibatkan tes khusus, seperti kadar gula darah puasa dan/atau kolesterol, peserta harus puasa 10-12 jam, dan 8-10 jam untuk USG. “Tapi boleh minum air putih,” tambah dr. Khomimah.
Apa persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan check up? “Minum air putih dan cukup istirahat/tidur,” terang dr. Khomimah. Ini agar hasil yang didapat optimal. Kondisi tubuh yang tidak fit, bisa memengaruhi hasil tes. Hasil ini tentu berpengaruh terhadap penilaian perusahaan kepada seseorang.
(Baca juga: Mendeteksi Stroke)
Pemeriksaan juga bisa ditambah dengan skrining bebas narkoba. Tes cukup dengan sampel urin, yang kemudian diuji menggunakan 4 strip (strip amfetamin, opiat/morfin/ enzodiazepin dan THC/mariyuana). Bagi pasien depresi yang mengonsumsi antidepresan, hasilnya tentu positif untuk golongan benzodiazepin. “Bisa minta surat keterangan dari psikiater bahwa dirinya mengonsumsi antidepresan berdasarkan resep,” ujar dr. Khomimah.
Tidak ada pedoman yang mengatur masa berlaku semua hasil tes. “Sebaiknya, kembali lakukan tes saat diperlukan. Perusahaan jangan menggunakan hasil tes yang lama,” tegas dr. Khomimah. (nid)