Muhammad Arham Januar Mata Buram, Prestasi No. 1 | OTC Digest

Muhammad Arham Januar Mata Buram, Prestasi No. 1

“Aku tidak mau sekolah!” Itu diucapkan Muh. Arham Januar Mubarok (kini 14 tahun). Arham bukan remaja nakal, pemalas atau pembuat ulah. Kata-kata itu terlontar lantaran ia malu dan sangat terganggu dengan masalah penglihatannya.  “Burem kalau lihat tulisan,” imbuhnya.

Kedua mata Arham katarak. Bisa jadi sejak bayi, tapi tak terdeteksi. Di dunia medis, ini disebut katarak kongenital/infantil.  Beberapa tahun belakangan, ABG (anak baru gede) pendiam ini makin mengeluhkan kondisinya. Sang ibu, Ny. Sukaesih (50 tahun), tidak ngeh kalau putranya mengalami katarak. “Kalau dilihat pakai mata telanjang, tidak ada bintik putih di matanya. Baru kemarin pas dilihat dengan alat, dokter bisa melihat ada bintik putih di pupil mata Arham,” ujarnya.

Ibu yang berdomisili di Bekasi, Jawa Barat, ini bercerita, ia sudah menduga bahwa ada yang tidak beres dengan mata Arham ketika anaknya itu berusia 3 bulan. Waktu itu, kedua mata si kecil Arham terus berair. Oleh dokter hanya diberi obat tetes mata. Tiap kali obat diteteskan, Arham jadi tidak mau makan. Ny. Sukaesih lantas coba meneteskan ke matanya sendiri. “Rasanya pahit di tenggorokan. Pantas Arham tidak mau makan,” kenangnya. Akhirnya obat dihentikan, “Saya ganti ke dokter lain.” Keluhan mata berair hilang-timbul. Obat terakhir yang diberikan dokter masih jadi andalan, karena dipikir hanya masalah mata biasa.

Kejadian ini terus bergulir hingga Arham sekolah. Kelas 4 SD, kondisinya memburuk. Arham yang biasa duduk di bangku belakang, tidak bisa melihat tulisan di papan tulis dengan jelas. “Duduk di depan dia malu, karena badannya gede,” terang si ibu. Alhasil Arham kerap sakit kepala. Kacamata tidak menyelesaikan masalah; malah matanya makin berair. Dokter mata pun tidak curiga bahwa yang dialami Arham adalah katarak. Kondisinya kian memburuk hingga ia mogok sekolah.

Menjelang Idul Fitri 2014, Arham sekeluarga mudik ke Tegal. Di sana, ia dibawa ke dokter mata, baru ketahuan kalau Arham katara. “Waktu itu Arham sudah kelas 6 SD,” ujar sang ayah, Sohirin (49 tahun). Penanganan pertama, dokter memberi obat tetes dan vitamin mata. Sayang, harapan bahwa mata Arham bisa sembuh hanya dengan obat, pupus. Penglihatan Arham tetap buram.

Guru dan pihak sekolah turut bersimpati pada Arham. Apalagi, ia memang anak cerdas; selalu meraih peringkat 1 di kelas. Lulus SD, Arham memutuskan masuk pondok pesantren. Namun, kepalanya sering sakit kalau terlalu lama menatap papan tulis, sehingga ia sulit menyerap perlajaran. Akhirnya ia bersekolah di MTS (Madrasah Tsanawiah) di Tegal, rumah neneknya.

 

Operasi katarak

Menurut dokter, satu-satunya cara untuk menyembuhkan mata Arham adalah dengan operasi katarak. Karena masalah dana, sampai dua tahun operasi belum dapat dilaksanakan. ”Kami nggak punya uang. Kami menanti kesempatan  ada operasi karatak gratis,” papar Sukaesih yang bekerja sebagai pedagang kelontong.

Pucuk dicinta ulam tiba. Ada informasi bahwa akan diselenggarakan operasi katarak gratis di Rumah Sakit Jakarta Eye Center (JEC), Kedoya, Jakarta Barat. Pada 24 April 2015, katarak di mata kanan Arham dioperasi , dan akan disusul dengan operasi pada mata kiri setelah kondisi mata kanan stabil. “Sekarang saya sudah bisa melihat lebih jelas,” papar Arham usai menjalani operasi mata kanan. (jie-nid)

Baca Juga: Operasi Katarak