Mencegah Kanker Serviks dengan IVA (inspeksi visual asam asetat) Dilakukan di Puskesmas, Klinik Dokter Umum dan Bidan | OTC Digest

Skrining Kanker Serviks dengan IVA bisa Dilakukan di Puskesmas dan Bidan

Di Indonesia dan dunia, kanker serviks (leher rahim) menduduki peringkat 2 kanker terbanyak pada perempuan, setelah kanker payudara. Angka kematian akibat penyakit ini mencapai >50 kematian per hari (GLOBOCAN 2018). Sedihnya, 85% kematian di negara berpendapatan rendah-sedang, karena sangat sedikit perempuan yang melakukan skrining rutin, sehingga penyakit terlambat dideteksi. Alhasil, sebagian besar pasien datang ke dokter sudah dalam stadium lanjut, saat penyakit tidak bisa lagi disembuhkan. 

Padahal bila ditemukan dini, angka kesembuhannya hampir 100%. Dan lagi, kanker serviks butuh waktu belasan hingga puluhan tahun, sehingga sebenarnya ada banyak kesempatan untuk mendeteksinya secara dini. Dalam 20 tahun, Amerika Serikat (AS) berhasil menurunkan insiden kanker serviks dari peringkat 1 menjadi peringkat 3 kanker pada perempuan, dengan skrining Pap smear. Namun di Indonesia, cakupan deteksi dini sangat rendah, bahkan <5%. “Di Jakarta saja tidak sampai 10%,” ujar Dr. dr. Taufik Jamaan, Sp.OG yang praktik di RS Bunda dan Hermina, Jakarta.

Skrining kanker serviks bisa dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, murah, dan murah. Yakni melalui pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat). Pemeriksaan ini bisa dilakukan di bidan, klinik dokter umum, dan gratis di Puskesmas. Pemeriksaan sederhana: dokter hanya mengoleskan asam cuka pada area mulut rahim. Bila terjadi perubahan warna, dicurigai ada sel yang abnormal. 

Semua perempuan yang aktif berhubungan seksual, perlu periksa rutin; dimulai sejak 3 tahun setelah kontak seksual pertama. Bila hasilnya normal/bagus, tes diulang tiap 3-5 tahun. Karena penyakit ini butuh waktu lama untuk berkembang, bisa saja sel-sel abnormal baru muncul sekian lama setelah tidak lagi aktif berhubungan seksual. “Pemeriksaan perlu dilakukan meski sudah tidak lagi aktif secara seksual," tegas  dr. Andi Darma Putra, Sp.OG(K)Onk dari FKUI/RSCM.

Skrining untuk deteksi dini merupakan pencegahan sekunder kanker serviks. Pencegahan primer dengan vaksinasi. Ya, kanker serviks bisa dicegah dengan vaksin HPV.

 

HPV

Hampir 100% kanker serviks disebabkan infeksi HPV (human papilloma virus).  Virus ini hidup di permukaan kulit; ditularkan melalui kontak kulit. Namun bukan kontak fisik biasa; infeksi baru terjadi bila virus terdorong sampai leher rahim. Utamanya (85%) melalui aktivitas seksual.

Tipe 16 dan 18 adalah HPV tipe onkogonik (penyebab kanker) paling berbahaya dan paling sering menyebabkan kanker. “Vaksinasi memberi perlindungan 100%, terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18 dalam jangka panjang,” ungkap Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD-KAI, FACS. Kadar imunitas tetap tinggi 9 tahun setelah vaksinasi, dan ada perlindungan silang terhadap tipe onkogenik lain, seperti tipe 45, 31 dan 52.

Vaksinasi efektif pada perempuan yang belum terinfeksi HPV. Idealnya dilakukan pada  yang belum pernah berhubungan seksual. Terlebih pada usia muda, antibodi yang terbentuk dari vaksin lebih baik. Perempuan yang sudah  berhubungan seksual, perlu skrining dulu sebelum vaksinasi, untuk memastikan belum ada sel abnormal, karena vaksin akan percuma bila sudah ada pertumbuhan kanker. Vaksin ditujukan untuk pencegahan, tidak bisa mengobati penyakit akibat HPV. (nid)

Di Indonesia dan dunia, kanker serviks (leher rahim) menduduki peringkat 2 kanker terbanyak pada perempuan, setelah kanker payudara. Angka kematian akibat penyakit ini mencapai >50 kematian per hari (GLOBOCAN 2018). Sedihnya, 85% kematian di negara berpendapatan rendah-sedang, karena sangat sedikit perempuan yang melakukan skrining rutin, sehingga penyakit terlambat dideteksi. Alhasil, sebagian besar pasien datang ke dokter sudah dalam stadium lanjut, saat penyakit tidak bisa lagi disembuhkan. 

Padahal bila ditemukan dini, angka kesembuhannya hampir 100%. Dan lagi, kanker serviks butuh waktu belasan hingga puluhan tahun, sehingga sebenarnya ada banyak kesempatan untuk mendeteksinya secara dini. Dalam 20 tahun, Amerika Serikat (AS) berhasil menurunkan insiden kanker serviks dari peringkat 1 menjadi peringkat 3 kanker pada perempuan, dengan skrining Pap smear. Namun di Indonesia, cakupan deteksi dini sangat rendah, bahkan <5%. “Di Jakarta saja tidak sampai 10%,” ujar Dr. dr. Taufik Jamaan, Sp.OG yang praktik di RS Bunda dan Hermina, Jakarta.

Skrining kanker serviks bisa dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, murah, dan murah. Yakni melalui pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat). Pemeriksaan ini bisa dilakukan di Puskesmas (gratis), bidan, dan klinik dokter umum. Pemeriksaannya sederhana: dokter hanya mengoleskan asam cuka pada area mulut rahim. Bila terjadi perubahan warna, dicurigai ada sel yang abnormal. 

Semua perempuan yang aktif berhubungan seksual, perlu periksa rutin; dimulai sejak 3 tahun setelah kontak seksual pertama. Bila hasilnya normal/bagus, tes diulang tiap 3-5 tahun. Karena penyakit ini butuh waktu lama untuk berkembang, bisa saja sel-sel abnormal baru muncul sekian lama setelah tidak lagi aktif berhubungan seksual. “Pemeriksaan perlu dilakukan meski sudah tidak lagi aktif secara seksual," tegas  dr. Andi Darma Putra, Sp.OG(K)Onk dari FKUI/RSCM.

Skrining untuk deteksi dini merupakan pencegahan sekunder kanker serviks. Pencegahan primer dengan vaksinasi. Ya, kanker serviks bisa dicegah dengan vaksin HPV.

 

HPV

Hampir 100% kanker serviks disebabkan infeksi HPV (human papilloma virus).  Virus ini hidup di permukaan kulit; ditularkan melalui kontak kulit. Namun bukan kontak fisik biasa; infeksi baru terjadi bila virus terdorong sampai leher rahim. Utamanya (85%) melalui aktivitas seksual.

Tipe 16 dan 18 adalah HPV tipe onkogonik (penyebab kanker) paling berbahaya dan paling sering menyebabkan kanker. “Vaksinasi memberi perlindungan 100%, terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18 dalam jangka panjang,” ungkap Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD-KAI, FACS. Kadar imunitas tetap tinggi 9 tahun setelah vaksinasi, dan ada perlindungan silang terhadap tipe onkogenik lain, seperti tipe 45, 31 dan 52.

Vaksinasi efektif pada perempuan yang belum terinfeksi HPV. Idealnya dilakukan pada  yang belum pernah berhubungan seksual. Terlebih pada usia muda, antibodi yang terbentuk dari vaksin lebih baik. Perempuan yang sudah  berhubungan seksual, perlu skrining dulu sebelum vaksinasi, untuk memastikan belum ada sel abnormal, karena vaksin akan percuma bila sudah ada pertumbuhan kanker. Vaksin ditujukan untuk pencegahan, tidak bisa mengobati penyakit akibat HPV. (nid)

 

_____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by jcomp - www.freepik.com