Perempuan dengan Epilepsi Boleh Hamil

Perempuan dengan Epilepsi Boleh Hamil, tapi Butuh Perhatian Khusus

Perempuan dengan epilepsi boleh hamil. Apalagi bila bangkitan epilepsi tidak berhubungan dengan kandungan, misalnya ‘hanya’ seperti mengunyah-ngunyah. Perlu perhatian khusus bila kejang mengenai seluruh tubuh. Hal ini bisa membuat rahim bisa berkontraksi sehingga bayi bisa lahir prematur.

“Saat kejang, pembuluh darah menyempit, termasuk pembuluh darah di plasenta sehingga asupan oksigen dan nutrisi untuk janin berkurang,” tutur Dr. dr. Kurnia Kusumastuti, Sp.S(K) dari RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Saat kejang, ibu mengalami hipoksia (kekurangan oksigen), sehingga oksigen ke janin pun makin berkurang. Hipoksia yang dialami janin saat dalam kandungan bisa mencetuskan epilepsi di masa mendatang.

 

Perempuan dengan epilepsi boleh hamil

Perempuan dengan epilepsi boleh hamil, tapi sebelum itu perlu melakukan konseling pra kehamilan dengan dokternya. “Ini penting untuk memilih obat yang aman bagi janin, dengan dosis sekecil mungkin untuk menghindari cacat pada bayi, tapi efektif mengontrol epilepsi ibu,” tutur Dr. dr. Kurnia. Bila epilepsi sudah terkontrol, silakan rencanakan kehamilan.

Perlu diingat bahwa obat anti epilepsi turut menurunkan kadar asam folat tubuh. Padahal, asam folat penting untuk pembentukan tabung saraf janin di trimester (TM) I. Untuk itu calon ibu perlu mengonsumsi suplemen asam folat jauh-jauh hari. Konsumsi asam folat perlu dilanjutkan selama kehamilan, minimal pada TM I.

Bila ibu telanjur hamil tanpa direncanakan sebelumnya, “Obat dan dosis tidak boleh diubah. Risiko terjadinya bangkitan jauh lebih berbahaya ketimbang efek samping obat terhadap janin.” Studi menunjukkan, 93% perempuan yang mengonsumsi obat ‘biasa’ (bukan obat yang lebih aman terhadap janin), memiliki kehamilan  normal dan janin yang sehat.

Pada epilepsi sebagian atau bila epilepsi terkontrol, bisa dilakukan persalinan normal. Pilih klinik atau RS yang memiliki fasilitas perawatan untuk epilepsi dan ruang ICU. “Obat harus tetap diminum saat proses persalinan,” tegas Dr. dr. Kurnia.

 

Setelah bayi lahir

Saat menyusui, ibu bisa kelelahan dan kurang tidur sehingga bisa muncul bangkitan. Ibu disarankan tidur siang, sebisa mungkin. Suami harus ikut terlibat mengurus bayi. Misalnya, menggantikan ibu untuk mengganti popok di malam hari.

“Memberi makan atau mengganti mengganti baju bayi sebaiknya lakukan di lantai sehingga bila ibu kejang, bayi tidak jatuh atau terlempar,” paparnya. Bila ibu sendirian merawat bayi di rumah, memandikan bayi cukup dengan melap tubuhnya dengan handuk basah. Ini untuk mencegah bayi tenggelam di bak seandainya ibu tiba-tiba kejang saat memandikan si kecil.

Pengaruh genetik (keturunan) sangat kecil pada epilepsi. Kemungkinan epilepsi diturunkan hanya 4% bila ayah atau ibu menyandang epilepsi, dan 5% bila kedua orangtua menyandang epilepsi. “Yang diturunkan adalah gen atau sifat, tapi tidak selalu muncul,” pungkas Dr. dr. Kurnia. (nid)