“Kenapa sih aku harus ikut ke dokter? Kan kamu yang pakai …,” ucapan seperti ini jamak diucapkan suami ketika istri mengajak ke dokter untuk memilih alat kontrasepsi. “Kontrasepsi adalah tanggungjawab berdua, suami dan istri,” tegas Dr. dr. I Putu Gede Kayika, Sp.OG (K) dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Memilih metode kontrasepsi sebaiknya memang didiskusikan berdua, meski keputusan akhir ada pada istri sebagai pemakai alat kontrasepsi.
Menurut seksolog Zoya Amirin. “Kontrasepsi yang cocok dengan kita, belum tentu cocok dengan suami, dan sebaliknya,” ujarnya. Misalnya, suami tidak ingin istri menggunakan IUD (intra uterine device/spiral) karena merasa terganggu dengan benangnya saat berhubungan, dan ingin istri menggunakan pil. Sebaliknya, istri tidak mau karena suka lupa. “Senang kalau suami mengingatkan apakah kita sudah minum pil.”
Memilih metode kontrasepsi gampang-gampang susah. Perempuan tentunya menginginkan metode yang aman, nyaman, dan efektif. Apalagi bila alat yang dipakai memiliki efek non kontraseptif (efek tambahan di luar kontrasepsi), seperti dimiliki oleh pil kontrasepsi. Pil KB masa lalu identik dengan menyebabkan bercak hitam pada kulit, pil modern sebaliknya. “Bisa membuat kulit mulus karena hormon progesteron yang digunakan bersifat antiandrogenik (anti hormon lelaki), dan dosisnya makin kecil sehingga lebih aman,” papar Dr. dr. Kayika.
Pil kontrasepsi mengandung hormon estrogen sintetis berupa ethynil estradiol dan progestin (progesteron sintetis). Progestin bisa berupa cyproterone acetate, drospirenone, dll, tergantung merk. Sediaannya pun berbeda-beda; dalam satu blister, terdapat dua macam pil: pil kontrasepsi dan plasebo (obat kosong). Dulu, biasa dibuat sediaan 21/7 (21 pil kontrasepsi, 7 plasebo); kini ada yang dengan sediaan 24/4 (24 pil kontrasepsi, 4 plasebo).
Pil kontrasepsi harus dimininum setiap hari pada jam yang sama, agar kadar hormon di dalam tubuh stabil. Plasebo perlu diminum, agar tidak lupa untuk kembali minum pil. Pil membuat siklus haid teratur, dan haid biasanya keluar saat periode plasebo. Sebaiknya pil kontrasepsi tidak diminum berbarengan dengan obat antijamur, antibiotik (terutama untuk TB), kalsium dan obat antidiare karena bisa mengurangi penyerapan pil kontrasepsi, dan bisa mengurangi efektivitasnya sehingga bisa ‘kecolongan’.
Ada pendapat, pil kontrasepsi bisa mengembalikan kesuburan setelah menggunakan metode suntik, yang umumnya membuat perempuan tidak haid. Benarkah? Dengan metode suntik, terjadi penyimpanan (deposit) hormon di dalam tubuh. Kadang, deposit ini cukup banyak sehingga mengganggu siklus haid, meski sudah beberapa bulan tidak lagi menggunakan suntikan. “Pil mengembalikan kestabilan hormon sehingga siklus haid kembali teratur. Bila ingin hamil, stop minum pil bila siklus haid sudah kembali,” tutur Dr. dr. Kayika. (nid)