Penelitian terbaru menunjukkan bila wanita yang pernah mengalami keguguran atau bayi meninggal di dalam kandungan (stillbirth) memiliki peningkatan risiko stroke.
Banyak wanita yang tidak menyadari bahwa pengalaman selama kehamilan bisa menjadi penanda risiko kesehatan di kemudian hari. Salah satunya adalah hubungan antara stroke dan keguguran.
Studi yang diterbitkan di British Medical Journal (22 Juni 2022) ini adalah yang pertama secara meyakinkan menunjukkan bila keguguran tingkatkan risiko stroke.
Data diambil dari 618.851 perempuan yang ikut serta dalam delapan penelitian berbeda di Australia, China, Jepang, Belanda, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat.
Selama penelitian sebanyak 2,8% (9.265) wanita setidaknya mengalami satu kali stroke yang non-fatal (stroke sumbatan), dan 4.003 (0,7%) lainnya dengan stroke fatal (stroke perdarahan). Total 16,2% partisipan memiliki riwayat keguguran, dan 4,6% dengan stillbirth.
Di antara wanita yang pernah hamil, mereka yang mengalami keguguran berisiko 11% lebih tinggi terkena stroke non-fatal dan 17% lebih tinggi mengalami stroke fatal, dibandingkan wanita yang tidak pernah keguguran.
“Risikonya akan meningkat di setiap keguguran. Jadi ibu yang mengalami keguguran tiga kali atau lebih berisiko 35% lebih tinggi mengalami stroke non-fatal, dan 82% stroke fatal, dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat keguguran,” tulis peneliti dalam laporannya.
Stillbirth juga signifikan meningkatkan risiko stroke. Mereka dengan riwayat melahirkan bayi meninggal dalam kandungan berisiko 31% lebih tinggi mengembangkan stroke non-fatal di kemudian hari. Dan, 7% lebih tinggi terkena stroke fatal. Risikonya pun meningkat seiring jumlah kelahiran stillbirth.
Gita Mishra, salah satu peneliti dan profesor epidemiologi di Fakultas Kedokteran, University of Queensland, Australia, menjelaskan keguguran tingkatkan risiko stroke karena masalah di sel endotel – yang mengontrol relaksasi dan kontraksi pembuluh darah, serta melepaskan enzim pembekuan darah – dapat menyebabkan keguguran melalui masalah dengan plasenta.
“Masalah-masalah ini juga berhubungan dengan bagaimana pembuluh darah melebar dan meradang, atau tersumbat selama stroke,” katanya, melansir The Conversation.
Penelitian ini sudah disesuaikan dengan berbagai faktor risiko stroke, termasuk indeks massa tubuh, merokok, hipertensi atau diabetes. Juga disesuaikan dengan suku dan tingkat pendidikan.
“Penelitian kami menunjukkan keguguran dan stillbirth adalah sinyal bagi wanita bila ia berisiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular. (Bahkan bila) kejadian ini terjadi bertahun-tahun sebelum ia mengembangkan faktor risiko lain, seperti hipertensi, diabetes atau kolesterol tinggi,” imbuh peneliti.
Karena keguguran tingkatkan risiko stroke, maka setiap wanita yang mengalami keguguran atau stillbirth perlu diskusi dengan dokter mereka. Mengetahui Anda berisiko tinggi menderita stroke, imbuh Gita, adalah kesempatan untuk memantau kesehatan dan merubah gaya hidup yang dapat membantu mencegah stroke. (jie)