Tes fetal DNA pada darah wanita hamil terbukit lebih akurat sebagai skrining down syndrome dan kelainan kromosomal lain (Trisomy 18) dibanding tes darah standar dan skrining ultrasound saat ini.
Studi ini dipublikasikan pada The New England Journal of Medicine. Tes fetal DNA juga dengan baik mengurangi jumlah hasil positif palsu. Ini artinya dapat mencegah ibu-ibu yang akan melakukan tes darah standar dengan tes lanjutan yang lebih invasif, seperti amniocentesis atau sampling villus kronik yang ribet, dan menghabiskan biaya banyak, juga berisiko terjadinya keguguran.
Hasil positif pada skrining DNA tetap membutuhkan konfirmasi dengan tes lanjutan, karena lebih dari separuh kasus baru yang terprediksi adanya kelainan (down syndrome, dll), namun tidak ada abnormalitas kromosom. Sebaliknya, pada hasil negatif memberikan bukti yang meyakinkan.
Dr. Michael Greene, Direktur Obstetrics dari Massachusetts General Hospital menjelaskan, “Jika tesnya normal akibatnya akan semakin sedikit wanita yang didorong untuk melakukan tes invasif, dan semakin sedikit risiko keguguran.”
Tes ini tampaknya juga dapat dilakukan pada wanita dengan obesitas, walau hanya menampakkan kelainan kromosom mayoritas dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan jenis kelamin.
“Ini menjadi metode skrining yang sangat baik,” papar dr. Ignatia B. Van der Veyver dari Baylor College of Medicine. Tapi ia menambahkan, “Kami khawatir jika para wanita berhenti di sana, mereka akan kehilangan kesempatan untuk melakukan tes diagnostik seperti asam amino yang dapat memperkirakan kelainan kromosom lainnya.”
Teknologi ini utamanya digunakan pada wanita dengan kehamilan berisiko seperti pada wanita yang hamil di atas usia 35 tahun.
Penelitian terbaru tersebut dilakukan melibatkan 1.914 wanita hamil dari 21 pusat kesehatan di Amerika Serikat. Ini merupakan studi terbesar untuk mengevaluasi sel - DNA bebas pada wanita Amerika kebanyakan. Rata-rata subyek berusia di bawah 30 tahun.
Subyek studi mendapatkan skrining standar, berupa tes darah untuk mengidentifikasi protein atau biological marker lain yang berhubungan dengan kelainan kromosom. Beberapa juga mendapatkan tes ultrasound untuk melihat cairan yang berhubungan dengan down syndrome.
Secara terpisah, teknisi dari lab melakukan skirning sel-DNA bebas untuk mengidentifikasi kromosom yang mengarah pada down syndrome, dan Trisomy 18 dan 13 (jenis kelainan lain).
Didapati, menggunakan skirning sel-DNA bebas, rerata hasil yang menunjukkan positif palsu untuk down syndrome sebanyak 0.3%, sementara dengan tes standar 3,6 %. Pada skrining untuk Trisomy 18 didapati 0,2% positif palsu, sementara pada tes standar angkanya 3 kali lebih tinggi.
Kebenaran skrining DNA bisa memrediksikan down syndrome sebesar 45,5%, sementara dengan tes standar hanya 4,2%. Skrining DNA bisa menebak bayi dengan trisomy 18 hampir 41%, 5 kali lebih baik dari skrining standar yang memiliki rata-rata 8%.
Dalam penelitan tersebut, satu dari lima janin dengan down syndrome diaborsi, satu dari dua janin dengan Trisomy 18 tetap dilahirkan dan satu-satunya janin dengan Trisomy 13 meninggal dalam kandungan. Sementara lima janin dengan kromosom abnormal tetap lahir dan hidup. (jie)