Pemberian ASI Eksklusif selama Pandemi COVID-19 Meningkat Drastis di Indonesia

Penelitian: Pemberian ASI Eksklusif selama Pandemi COVID-19 Meningkat Drastis di Indonesia

Pandemi COVID-19 menimbulkan banyak nestapa. Namun di antara berita dan cerita duka, masih ada kabar yang menggembirakan. Salah satunya, pemberian ASI eksklusif selama pandemi ini ternyata meningkat tajam di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Health Collaborative Center, angka ASI eksklusif kini naik hingga 89,4%. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh Ketua Tim Peneliti Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, dalam diskusi dari hari ini, Rabu (20/1/2021).

Berbagai pihak, termasuk UNICEF dan Badan Kesehatan Dunia WHO, memprediksi bahwa pandemi akan menurunkan angka ASI eksklusif di berbagai belahan dunia. Salah satu faktor yang diduga berkontribusi terhadap hal ini adalah perubahan sistem pelayanan kesehatan yang kini berfokus pada penanggulangan COVID-19, sehingga pelayanan yang lain lebih terbatas.

Hal ini pun terjadi di Indonesia. “Posyandu tutup sejak PSBB. Sementara di Puskesmas, pelayanan untuk konseling bu hamil dan menyusui jadi sangat terbatas. Sejak PSBB transisi, pelayanan untuk ini tidak lagi full time,” terang Dr. dr. Ray. Awalnya, dikhawatirkan hal ini akan berdampak besar bagi pemberian ASI eksklusif. “Angka ASI eksklusif di Indonesia tidak pernah tinggi. Dikhawatirkan, pandemi COVID-19 membuat angkanya jadi lebih rendah lagi,” imbuhnya.

Angka ASI eksklusif selama pandemi naik

Tidak diduga, hasil penelitian HCC ternyata menunjukkan yang sebaliknya: pemberian ASI eksklusif selama pandemi justru meningkat drastis. Dari yang awalnya hanya berkisar antara 30-50%, di masa pandemi melonjak jadi 89,4%. “Artinya, 9 dari 10 ibu menyusui di Indonesia berhasil memberikan ASI eksklusif selama pandemi. Ini kabar yang sangat baik untuk bangsa,” ujar Dr. dr. Ray

Penelitian dilakukan melalui survei kuesioner secara daring (online), dengan total 376 responden. Responden adalah ibu usia 24 – 33 tahun, yang memiliki anak <12 bulan. responden berasal dari 20 provinsi, dengan mayoritas (60%) dari DKI Jakarta dan Jawa Barat. Survei dilakukan sepanjang Desember 2020 hingga Januari 2021.

Angka keberhasilan menyusui lebih tinggi pada ibu yang bekerja dari rumah (WFH), 97,8%. Namun pada ibu yang tetap bekerja dari kantor pun angkanya tinggi, mencapai 82,9%. “Memang tidak menyusui secara langsung, tapi dengan pompa, dan berhasil memberikan ASI eksklusif,” ujar Dr. dr. Ray.

Yang lebih menggembirakan, 5 dari 10 ibu merasa, waktu kerja yang tidak fleksibel (harus WFO dan WFH) tidak jadi halangan untuk tetap menyusui. Selain itu 6 dari 10 ibu mengaku bahwa keberadaan susu formula yang begitu mudah didapat, tidak jadi alasan untuk berhenti menyusui selama pandemi. “Ini menunjukkan tingkat pemahaman yang baik pada ibu menegnai pentingnya memberikan ASI eksklusif untuk bayi, sehingga kondisi-kondisi tadi tidak memengaruhi mereka untuk berhenti menyusui,” lanjut Dr. dr. Ray.

Keterbatasan pelayanan konseling kehamilan dan laktasi pun tidak menghambat para ibu. Mereka memanfaatkan konsultasi daring (70%), hingga konsultasi ke tenaga kesehatan melalui WhattsApp (40%). “Ibu-ibu Indonesia begitu hebat, dan sangat resilien untuk memberikan ASI eksklusif,” ucap Dr. dr. Ray.

Ibu menyusui wajib didukung

Tekad para ibu yang begitu kuat untuk memberi ASI eksklusif wajib didukung. Seperti terlihat dalam penelitian ini, faktor tinggal di rumah (WFH) saja menjadi faktor penting untuk kesuksesan pemberian ASI eksklusif. “Penelitian kami menemukan, 12% ibu terpaksa berhenti menyusui karena harus tetap bekerja selama PSBB. Memang stres adalah salah satu faktor yang sering menghambat keberhasilan menyusui. Ibu yang stres di pekerjaan sering gagal menyusui,” tutur Dr. dr. Ray. Ia menekankan, perusahaan wajib mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif. “Perusahaan harus menyediakan ruang laktasi dan konseling laktasi,” tegasnya.

Dukungan keluarga, terutama suami, juga sangat penting. Sebanyak 7% ibu berhenti menyusui selama pandemi karena kurang dukungan dari suami dan keluarga. “Dukunglah ibu yang ingin menyusui. Dan kalau fasilitas kesehatan tidak memadai, harus dilakukan intervensi,” tandas Dr. dr. Ray. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Woman photo created by prostooleh - www.freepik.com