yoga untuk anak autis memberikan setitik harapan

Yoga untuk Anak Autis, Setitik Harapan Menghilangkan Kegelisahan dan Ketegangan

“Ibu sering khawatir, bagaimana aku di sekolah dan bagaimana perasaanku. Ibu mengajari aku cara bernapas yang aneh. Katanya, bernapas bisa membantuku berhenti berceloteh tidak pada tempatnya …”  ujar Joshua S. Betts (11 tahun), penyandang sindrom asperger.

Sindrom asperger merupakan salah satu gejala autisme, di mana anak sulit berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Belum ada obat yang bisa menyembuhkan kelainan spektrum autisme (KSA) – termasuk sindrom asperger. Namun, yoga memberi setitik harapan.

Yoga merupakan praktik yang terdiri dari pose fisik dan latihan pernapasan, untuk membantu menyatukan tubuh dan pikiran. Yoga bisa menjadi media dalam mengekspresikan dan menyalurkan energi. Louise Goldberg, guru yoga dari Florida, Amerika Serikat, mengembangkan creative relaxation – program mengajar berbasis metode yoga untuk anak-anak. Melalui yoga, ia yakin, anak autis/anak-anak dengan autisme bisa belajar mengidentifikasi ketegangan dalam tubuh mereka.

“Latihan pernapasan membantu mereka belajar mengenali, kapan mereka merasa resah. Orangtua dapat membantu mengintervensi dan membantu anak mereka, untuk memulai proses pengereman sebelum mereka hilang kendali,” ujarnya. Dan, itulah yang diajarkan kepada Joshua oleh ibunya.

Louise menggunakan metode visual. Pose (asana) yang dilakukan adalah meniru lingkungan, seperti pohon, kucing, kursi atau pose anjing membungkuk. Anak-anak yang didiagnosis mengidap KSA, sering memiliki otot yang lemah. Akibatnya, mereka memiliki keterlambatan motorik kasar. Banyak anak penyandang KSA tidak dapat berlari selancar anak lain, atau sulit naik sepeda. Kerap ia kikuk dan canggung saat bergerak. Hal itu berdampak pada kepercayaan diri, kerap menjadi bahan ejekan teman-teman hingga mereka makin terisolasi.

“Pose yoga dapat membantu keseimbangan anak, dengan membuatnya menyadari bagaimana kaitannya antara posisi tungkai serta kaki dengan bagian tubuh yang lain. Hal ini dapat memperbaiki koordinasi tubuh,” ucap Stacey W. Betts, praktisi yoga dan penulis buku Yoga for Children with Autism Spectrum Disorders.

Masalah saraf sensoris dengan gerakan mengulang, kerap terjadi pada anak KSA. Gerakannya seperti tak terkendali,. Misalnya menggerak-gerakkan lengan, bertepuk tangan atau menekankan jari satu sama lain. Ini terjadi ketika mereka merasa bosan atau gelisah.

“Praktek fisik dalam yoga, dapat menenangkan sistem saraf. Dalam yoga ada pose gerakan mengalir, untuk melepaskan energi tubuh. Saat melakukan pose ini, sistem sensoris yang bekerja terlalu berat menjadi tenang,” ujar Stacey.

Latihan pernafasan

Penelitian membuktikan bahwa pernapasan yoga, dapat memperlambat irama kardiovaskular. Penelitian lain yang dilakukan Naveen tahun 1997 menyatakan, beberapa tipe pernapasan yoga juga bisa memperbaikai kinerja memori spasial.

Menyadarkan anak penyandang KSA terhadap tehnik pernapasan, dapat membantu anak menyadari tubuh sendiri. Salah satunya adalah teknik napas singa. Pernapasan ini membantu mengeluarkan amarah dan kekecewaan. “Ini baik digunakan saat anak kesulitan mengungkapkan perasaannya. Sebaiknya, si anak memikirkan masalahnya dan melakukan napas singa beberapa kali untuk mengeluarkan masalah, serta perasaan negatif dalam tubuhnya,” papar Stacey.

Caranya adalah:

  1. Duduk di atas matras dengan posisi berlutut.
  2. Lengan rileks, tidak diletakkan di panggkuan.
  3. Buka mulut lebar-lebar, julurkan lidah sejauh mungkin.
  4. Dengan mulut terbuka, buat suara mengaum. Rasakan udara dan energi bergerak dari dasar perut dan keluarkan dari mulut. Teruslah meraung sampai merasa ingin berhenti.
  5. Setiap latihan pernapasan, bayangkan seluruh amarah, kekecewaan dan kegeraman terlepas dari tubuh lewat mulut.

Teknik pernapasan yang lain adalah bernapas melalu lubang hidung secara bergantian. Cara ini digunakan untuk menyeimbangkan sistem saraf. Dimulai dengan menarik napas dari lubang hidung kiri, dan tutup lubang hidung kanan dengan ibu jari/jempol. Dibantu dengan membayangkan sinar matahari, bentuk warna-warni pelangi yang muncul dari langit memasuki hidung.

“Bantu anak untuk membayangkan energi tersebut berputar-putar di dalam tubuh dan memberinya rasa panas, kekuatan dan menghidupkan semua bagian tubuhnya,” kata Stacey.

Setekah itu, anak bisa menghembuskan napas dari lubang hidung kanan, sambil membayangkan hembusan itu berwarna abu-abu dan hembusan itu sendiri membawa semua energi lama dari dalam tubuh. Yang tersisa dalam tubuh adalah energi pelangi baru, yang memberi gagasan dan tindakan baru.

Lanjutkan dengan menarik napas dari lubang hidung kanan yang membawa energi bulan yang tenang dan tentram. Divisualisasikan dengan cahaya biru masuk ke tubuh. Tahan napas sebentar, sembari membayangkan energi biru ini berputar dalam tubuh.

Ketika menghembuskan napas dari lubang hidung kiri, “Ajak anak untuk membayangkan seluruh kegelisahan dan ketegangannya meninggalkan tubuh, dalam aliran cahaya biru. Metode ini dapat diterapkan di mana pun, termasuk di sekolah,” tegas Stacey.

Untuk hasil maksimal, lakukan pose yoga bersama pernapasannya 3 kali seminggu selama 10 menit. Ini akan membantu konsistensi anak. Sesi singkat yang dapat dilakukan adalah, secara berurutan melakukan: pose duduk, pembuka bahu, gunung, kursi, segitiga, anjing membungkuk, pohon, sphinx, duduk membungkuk ke depan, duduk memutar punggung, anak dan pose mayat/relaksasi. (jie)


Ilustrasi: Hatice EROL from Pixabay