imunisasi wajib selama pandemi covid-19

Saat Pandemi COVID-19 Anak Tetap Harus Imunisasi, Bagaimana Caranya?

Imunisasi merupakan hak setiap anak, sehingga wajib diberikan walau di tengah pandemi COVID-19. Namun, selama wabah ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan terjadi gangguan imunisasi rutin, baik karena layanan kesehatan diprioritaskan pada penanganan COVID-19 dan rekomendasi social / physical distancing, juga adanya gangguan pengadaan vaksin.

Padahal menurut Prof. Dr. dr. Ismoedijanto MP, DTM&H, SpA(K) dari Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), risiko penyakit infeksi serius - hingga menyebabkan kematian - yang bisa dicegah dengan imunisasi / vaksinasi tetap ada.  

Imunisasi lengkap diprioritaskan pada anak-anak yang berusia dibawah 18 bulan. “Sedangkan di wilayah penularan luas COVID-19 apabila tidak memungkinkan diberikan imunisasi, imunisasi dapat ditunda hingga 1 bulan. Setelahnya, imunisasi dasar harus segera diberikan,” katanya dalam sesi webinar dengan topik Bagaimana Melaksanakan Imunisasi dalam Masa COVID-19, 24 April 2020 lalu.

Tujuan utama imunisasi adalah serokonvesi (memiliki antibodi yang terdeteksi dalam serum darah), serta membuat bayi menjadi kebal. WHO menyatakan gangguan pelaksanaan imunisasi –walau hanya sebentar- akan meningkatkan risiko tejadinya wabah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, seperti campak.

Itu akan memberi beban tambahan di tengah pandemi COVID-19 ini. Measles & Rubella Initiative menjelaskan lebih dari 117 juta anak di seluruh dunia berisiko terlambat /tidak mendapatkan vaksinasi campak selama wabah COVID-19.

Kuman dan virus lain selain COVID-9 seperti polio, difteri atau campak tetap beredar. Anak yang sakit akan turun kekebalan tubuhnya, sehingga juga berisiko terinfeksi virus corona. Sebaliknya anak yang kebal akan menghambat transmisi.

Perlu dipahami juga bila imunisasi juga memiliki efek eksternal. “Yang disuntik bayi kita, yang panas bayi kita, yang kebal juga bayi kita, tetapi masyarakat menjadi tidak ketularan, tidak ikut sakit,” tambah Prof. Ismoe. “Jadi, jangan tunda imunisasi dasar.”

Dalam kesempatan yang sama Ketua Satgas Imunisasi IDAI, Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, MSc, PhD, SpA(K), menjelaskan tetap penting bayi mendapat vaksin dasar/wajib pada usia 2, 4, 6, 12 dan 13 bulan. Vaksin harus diberikan tepat waktu, atau sesegera mungkin untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi yang serius.

“Walau vaksin pneumonia tidak bisa mencegah COVID-19, vaksin ini tetap direkomendasikan selama pandemi untuk memcegah pneumonia yang bukan karena virus SARS-CoV-2 (nama virus penyebab COVID-19),” katanya. “Bila tidak mungkin dilaksanakan pelayanan imunisasi bisa diundur dan direncanakan Imunisasi Kejar sesegera mungkin.”

Imunisasi pneumonia mencakup pemberian vaksin pertusis, H. Influenzae type b (HiB), campak /MR, pneumococcal conjugate vaccine (PCV) dan vaksin influenza.

Biar aman janjian dulu

Tidak bisa dipungkiri himbauan untuk melakukan social / physical distancing menyebabkan orangtua enggan pergi ke rumah sakit. Ada ketakutan penularan saat di rumah sakit/puskesmas. Tetapi bukan berarti orangtua tidak bisa melakukan imunisasi rutin.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orangtua yang akan mengimunisasi anaknya. Dr. Nina Dwi Putri, SpA(K), MSc (TropPaed), Sekretaris Bidang Ilmiah PP IDAI, menyarankan:

  1. Orangtua dianjurkan melakukan pendaftaran (online/telepon) terlebih dulu untuk menghindari menunggu terlalu lama.
  2. Datang pada jam yang sudah ditetapkan, jika datang lebih awal bisa menunggu di mobil atau di ruangan terbuka.
  3. Pengantar sebaiknya sesedikit mungkin.
  4. Pakai masker dan pelindung diri, baik orangtua atau bayi/anak. Bila bayi/anak tidak mau memakai masker bisa diganti dengan face shield (pelindung muka), namun pastikan pemakaian face shield sesuai prosedur.
  5. Bawa tisu sebagai alternatif masker.
  6. Terapkan physical distancing dengan menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain selama proses imunisasi.
  7. Cuci tangan saat masuk dan keluar dari puskesmas / rumah sakit.

“Jika selama penjadwalan imunisasi ada gejala ISPA (batuk pilek) atau demam, segera laporkan ke petugas, dan sebaiknya imunisasi diundur (isolasi) 14 hari, atau setelah sembuh.” Tambah dr. Nina. “Skrining ini berlaku untuk orangtua dan anaknya. Jadi bila orangtuanya ada gejala ISPA tunda imunisasi. Walau hanya batuk pilek ringan dengan atau tanpa demam sudah termasuk ODP (orang dalam pemantauan).”

Imunisasi juga sebaiknya ditunda bila orangtua/anak positif COVID-19, ada riwayat kontak dengan pasien suspek atau confirmed COVID-19, pernah/datang dari area epidemi (zona merah) 1 bulan terakhir, di keluarga ada yang demam dalam kurun waktu 14 hari terakhir. (jie)