Protein dalam MPASI untuk Mencegah Stunting
mpasi_protein_ikan_cegah_stunting

Pentingnya Protein Hewani dalam MPASI untuk Mencegah Stunting

Salah satu penyebab stunting adalah pemberian makan yang salah. “Inilah lingkaran setan yang harus kita potong,” tegas Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik FKUI/RSCM. Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebutkan, bayi harus mendapat makanan pendamping ASI (MPASI) sejak usia 6 bulan, karena asupan energi dan nutrisi dari ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi. “Jadi ASI bukan dihentikan, tapi ditambah,” imbuhnya, dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Ngobras di Jakarta, Rabu (18/07/2018).

Stunting mengurangi kecerdasan anak, membuat perawakan anak pendek, dan memunculkan risiko obesitas. Bila stunting ditemukan di awal, masih bisa diupayakan tindakan penyelamatan. Minimal, kerusakan otak dan fisiknya tidak bertambah parah. “Tapi kerusakan yang sudah terjadi tidak bisa dikembalikan. Jadi jangan sampai kita temukan sudah stunting. Cegah dulu,” tutur Dr. dr. Damayanti. Bila sudah terjadi stunting, penanganannya harus oleh dokter spesialis anak.

Ia mengungkapkan, stunting bisa dicegah dengan asupan protein yang berkualitas dan dalam jumlah cukup. Protein berkualitas yakni protein hewani, karena mengandung asam lemak esensial yang lengkap. “Dianjurkan memberi protein 1,1 gr/kg berat badan anak, sejak usia 6 bulan,” ujar Dr. dr. Damayanti. Maka sejak awal, MPASI harus mengandung protein hewani yang cukup, tidak sekadar puree buah dan sayur. Malah, anak bisa stunting kalau hanya diberi puree buah/sayur saja tanpa protein hewani.

Baca juga: "Stunting", Anak Gagal Tumbuh karena Kurang Nutrisi

Orang Belanda dinobatkan sebagai manusia tertinggi di dunia. Setelah diselidiki, ternyata perbandingan antara konsumsi hewani dengan nabatinya berbeda jauh; konsumsi protein hewani jauh lebih besar daripada nabatinya.

Di India, digalakkan revolusi putih, yakni anjuran minum susu untuk mencegah stunting. Berdasarkan penelitian, tingkat konsumsi susu berbanding terbalik dengan angka stunting. Di ASEAN misalnya, Singapura dengan konsumsi susu tertinggi, angka stuntingnya paling rendah. Namun di Indonesia, susu jarang disebut. Bahkan mulai marak gerakan anti susu. “Susu jangan dikonotasikan macam-macam. Semua boleh minum susu, asal secukupnya, jangan berlebihan juga,” ungkap Dr. dr. Damayanti.

Bukan berarti semua orang harus minum susu sampai memaksakan diri membeli susu yang mahal. “Negara kita dikelilingi laut. Harusnya ikan bisa menjadi makanan sumber protein,” tandasnya. Tidak harus ikan salmon. Ikan kembung justru mengandung omega-3 jauh lebih tinggi.

Dr. dr. Damayanti melanjutkan, “Makanlah makanan dari sumber di sekitar kita.” Bila jauh dari laut, ada ikan sungai yang kandungan proteinnya tak kalah bagus. Juga telur, hati ayam, unggas, atau daging merah. Menurutnya, tempe saja tidak bisa mencegah stunting, kecuali bila dikombinasi dengan sumber protein hewani. 

Baca juga: Pangan Hewani, Investasi untuk Enyahkan Stunting

Ia juga menekankan, jangan terlalu berlebihan sampai tidak memberikan garam dan gula sama sekali. Tanpa gula dan garam, makanan tidak enak sehingga anak tidak mau makan. “Makanan Indonesia itu enak. Kenalkanlah pada anak-anak. Kita yang membuat itu jadi sehat,” ujar Dr. dr. Damayanti.

Bila ingin praktis, buat saja MPASI dari makanan rumah, lalu diblender. Misalnya opor ayam dengan sedikit nasi, lalu blender sampai halus. Makin anak besar, buat teksturnya makin kasar, hingga menjadi makanan rumah biasa saat ia berusia 1 tahun. Dengan cara ini, anak terbiasa dengan bumbu dan rasa makanan keluarga. Tentu, sesuaikan makanan dengan lidah anak. Bila makanan keluarga cenderung pedas, buatlah khusus yang tidak pedas untuk si kecil.

Tentu selain protein, jangan lupakan nutrisi lain: lemak, karbohidrat, serta vitamin dan mineral. Semua harus dikonsumi dalam jumlah seimbang. Piring makan anak hingga usia 2 tahun berbeda dengan dewasa. Hingga usia 2 tahun, piring makan mengacu pada ASI/produk susu, dengan tambahan protein. Sayur dan buah tidak perlu terlalu banyak. (nid)

__________________________________

Ilustrasi: DanaTentis / Pixabay.com