Perut dan otak memiliki hubungan erat. “Penelitian menunjukkan, saluran cerna mempengaruhi otak hingga 80%,” ujar dr. Ahmad Suryawan, SpA(K), Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak RSUD Dr. Soetomo & Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Dengan kata lain, agar tumbuh kembang otak anak optimal, kesehatan saluran cerna perlu diperhatikan.
Perut dan otak hubungannya sangat kompleks, sehingga sering disebut dengan istilah Gut Brain Axis. Saluran pencernaan selain berfungsi untuk menampung nutrisi, mampu mempengaruhi sinyal di otak melalui mikrobiota usus.
"Saluran cerna yang sehat membuat penyerapan nutrisi optimal, sehingga menunjang perkembangan otak dan anak menjadi cerdas," kata dokter yang akrab disapa Wawan ini di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Peneliti tentang bagaimana bakteri di usus membantu membentuk struktur otak, terutama mempengaruhi mood, perilaku dan perasaan ketika kita dewasa, sampai saat ini masih terus dilakukan. Satu penelitian mencoba melihat kemungkinan hubungan otak-usus, melalui tikus percobaan. Peneliti menemukan perubahan pada rangkaian kimia otak dan perilaku tikus. Satu eksperimen mengganti bakteri usus pada tikus yang penakut/cemas, dengan bakteri pada tikus pemberani.
“Tikus penakut menjadi lebih berani. Kecemasannya berkurang dan menjadi lebih suka berkelompok,” papar dr. Stephen Collins, pemimpin penelitian dari McMaster University in Hamilton, Ontario, Kanada.
Hal sebaliknya berlaku. Tikus yang awalnya pemberani, menjadi “malu-malu” ketika ke dalam ususnya dimasukkan mikroba usus dari tikus pemalu. Agresifitasnya berkurang ketika peneliti mengubah makanan mereka , dengan menambahkan probiotik dan/atau antibiotik.
Tim peneliti mendapati perubahan pada rangkaian kimiawi di otak tikus, yang berhubungan dengan emosi dan mood. Termasuk meningkatnya senyawa kimia brain-derived neurotrophic factor, yang berperan dalam proses mengingat dan belajar.
Saraf besar yang disebut saraf vargus, yang menghubungkan otak dan perut, ditengarai sebagai yang paling terpengaruh. Ketika peneliti memotong saraf ini, tidak ditemui perubahan perilaku pada tikus dengan adanya modifikasi bakteri usus.
Saraf ini mengatur otak, jantung, paru-paru, sistem cerna, dan sistem berkemih. Ketika ada rangsangan yang membuat sel saraf vagus terganggu, organ-organ yang dipengaruhi olehnya ikut terganggu.
Menurut dr. Wawan, bila anak mengalami kekerasan atau abuse atau dibentak, hal itu akan mengganggu sistem kerja organ tubuh.
"Misalnya, ketika anak ketakutan karena dibentak, napas terganggu, jantung berdebar, perut mulas, dan ingin buang air. Bagi anak yang otaknya sedang berkembang, hal ini bisa menghambat pembentukan kecerdasannya," katanya. (jie)
Ilustrasi: Fathromi Ramdlon from Pixabay