Cakupan imunisasi di Indonesia sejak pandemi COVID-19 menurun drastis. Bila hal ini dibiarkan terus-menerus memungkinkan terjadinya wabah penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi.
Dr. Prima Yosephine B.T. Hutapea, MKM., Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI menjelaskan bahwa dengan cakupan imunisasi lengkap yang merata akan membentuk kekebalan kelompok (herd immunity).
Dengan banyak orang yang imunisasi maka akan membuat orang-orang disekitarnya yang belum imunisasi ikut terlindungi dari penyakit tersebut.
“Bila sekolah tatap muka dilakukan dan membuat adanya akumulasi anak yang belum di imunisasi lengkap, maka dapat meningkatkan resiko outbreak penyakit lain yang sebelumnya sudah dapat tertangani,” terang dr. Yosephine dalam konferensi pers virtual Pekan Imunisasi Dunia, pada Kamis (29/4/2021).
Seorang anak dapat dikatakan memiliki imunisasi lengkap jika mendapatkan imunisasi saat bayi, dibawah 2 tahun dan saat sekolah.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Satgas Imunisasi IDAI, Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, Sp.A(K),MSc, PhD., menyampaikan cakupan imunisasi DPT-HB-Hib 4 tahun 2020 sebesar 42,8% sedangkan cakupan Rubella/MR-2 sebesar 40,9%. Angka ini mengalami penurunan sebesar 24% dibandingkan tahun sebelumnya.
“Vaksinasi rutin harus tetap dijalankan. Bila tidak, berisiko menimbulkan masalah baru yaitu KLB (kejadian luar biasa) campak, difteri dan polio,” terang Prof. Cissy. “Imunisasi kejar perlu segera dilakukan sesuai catatan riwayat imunisasi anak.”
Salah satu caranya dengan melakukan imunisasi ganda (stimultaneous vaccination), yakni memberikan lebih dari satu (bisa 3-5) jenis imunisasi dalam satu kali kunjungan.
Tujuannya untuk mempercepat perlindungan kepada anak, meningkatkan efisiensi pelayanan dan orang tua tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan berulang kali.
“Tidak usah takut untuk imunisasi ganda. Tiap vaksin punya jalannya sendiri-sendiri menghasilkan antibodi. Tidak meningkatkan risiko KIPI (kejadian ikutan pasca-imunisasi), aman. Secara ilmiah tidak memberikan masalah kesehatan di kemudian hari,” Prof. Cissy meyakinkan.
Bagaimana prosesnya?
Dengan masih tingginya penularan COVID-19 di Indonesia, orangtua tetap dianjurkan berhati-hati dan menerapkan protokol kesehatan 5 M bila keluar rumah, termasuk saat akan melakukan imunisasi.
Ada beberapa hal yang perlu orangtua lakukan saat akan mengikuti imunisasi :
- Pastikan si kecil sehat
- Hubungi tempat imunisasi berlangsung dan cari tahu bagaimana alur atau proses imunisasinya
- Siapkan catatan riwayat imunisasi
- Kenakan pelindung untuk bayi, bisa berupa face shild, karena bayi belum disarankan mengenakan masker
- Orangtua tetap memakai masker dan menjaga jarak selama proses imunisasi
Lengkapi imunisasi sebelum sekolah tatap muka
Pemerintah berencana memulai sekolah / pembelajaran tatap muka secara terbatas pada tahun ajaran baru Juni 2021.
Prof. Dr. dr. Aman B. Pulungan, SpA(K), FAAP, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan IDAI sangat concern terhadap kurangnya cakupan imunisasi yang terjadi selama COVID-19.
“Terlebih lagi akan dimulai pembukaan sekolah tatap muka, sehingga imunisasi menjadi hal yang penting, karena masih banyak yang tidak berani masuk sekolah,” kata Prof. Aman. “Penting juga melibatkan seluruh UKS (Unit Kesehatan Sekolah) dalam pembukaan sekolah tatap muka ini.”
Anak-anak, terutama yang belum mendapatkan imunisasi lengkap, berisiko terekspos pada bahaya penyakit seperti campak, rubella, dll. Dan tentunya risiko COVID-19.
Prof. Cissy menambahkan sehubungan dengan pembukaan sekolah tatap muka, orangtua bisa memanfaatkan imunisasi ganda. “Dapat diberikan semuanya di hari yang sama, misalnya vaksin DPT di tangan kiri, vaksin lainnya di tangan kanan,” katanya.
Prof. Aman menegaskan, “No one is safe until everyone is safe (tidak ada yang aman sampai semua orang aman), jadi kita harus memastikan kejar imunisasi agar kita semua saling terlindungi.” (jie)